Senin, 17 Agustus 2009

Pembelaan Atas Teori Penciptaan

Oleh Muriwali Yanto Matalu

Dalam Suara Reformasi edisi ke 4, saya menyatakan bahwa proposisi "Allah yang Mahakuasa dan tidak terbatas menciptakan alam semesta ini," merupakan proposisi yang sederhana namun sangat kuat dan logis. Tulisan ini akan memberikan argumen atas proposisi tersebut.
Karena hukum logika yaitu hukum non kontradiksi akan banyak saya gunakan dalam argumen-argumen saya, maka ada baiknya saya menjelaskan lebih dahulu isi dan penerapan hukum ini.

Hukum Non Kontradiksi
Pernyataan hukum ini adalah, jika sesuatu adalah A, maka tidak mungkin menjadi B pada saat yang sama, dalam relasi yang sama dan dalam pengertian yang sama. Contoh, Seekor babi di kandang tidak mungkin adalah sekaligus seekor tikus pada saat yang sama, dalam relasi yang sama dan dalam pengertian yang sama.
Contoh lain adalah, jika saya mengatakan, "Saat ini saya tak dapat mengucapkan satu patah kata pun." Pernyataan ini jelas berkontradiksi, karena saya menggunakan kata-kata untuk menyatakan bahwa saya tak bisa mengucapkan satu kata pun. Artinya, pada saat yang sama saya tak bisa mengucapkan satu kata pun (terlihat dari isi kata-kata saya) dan sekaligus sedang mengucapkan kata-kata untuk menjelaskan ketidakbisaan saya mengucapkan satu patah kata pun. Saudara sudah melihat kontradiksinya?
Di samping hukum ini bisa dinyatakan dengan pernyataan "Jika sesuatu adalah A, maka tidak mungkin adalah B, pada waktu, pengertian dan relasi yang sama, maka hukum ini juga bisa dinyatakan dengan pernyataan either/or (salah satu dari keduanya). Maksud pernyataan ini adalah bahwa di antara dua hal yang bertentangan, hanya salah satu yang benar, atau bisa jadi kedua-duanya salah. Tidak mungkin kedua-duanya sama-sama benar. Contoh, jika isteri saya mengatakan bahwa saat ini dia sudah berumur 24 tahun pada Irma, lalu kemudian dia berkata pada Wati bahwa dia berumur 22 tahun, bisakah kedua-duanya sama-sama benar? Tentu tidak, hanya salah satu yang benar.
Mungkin kita bertanya, bagaimana jika seandainya isteri saya berbohong pada Irma maupun pada Wati, sehingga baik umur 24 atau 22 adalah salah? Bukankah hukum either/or tidak nampak di sini? Jangan kuatir, hukum ini tak pernah menghilang dari penalaran yang logis. Jika umur 24 maupun 22 tahun adalah salah, tentu ada yang benar. Katakanlah, umur sesungguhnya isteri saya adalah 25 tahun. Jadi kesimpulannya adalah, keduanya yakni 24 dan 22 adalah salah dan yang benar adalah 25. Artinya, 24 dan 22 adalah golongan yang salah, dan 25 adalah golongan yang benar. Jadi, salah satu di antara kedua golongan ini adalah umur yang benar dan bukan kedua-duanya benar. Agaknya cara berpikir either/or muncul juga kan?
Suatu saat seorang rekan saya pernah berkata bahwa kita tidak boleh mengurung kebenaran dalam cara berpikir either/or, tetapi kita bisa saja menggunakan cara penalaran neither/nor (bukan kedua-duanya). Lalu, dia mengambil satu kisah Alkitab tentang orang buta sejak lahir yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Dalam kisah itu murid-murid bertanya, apakah dosa orang ini sendiri atau dosa orang tuanya sehingga orang ini dilahirkan buta? Tuhan Yesus menjawab bukan kedua-duanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah yang harus dinyatakan, Yoh. 9:2-3.
Lalu, saya mengatakan bahwa hukum either/or tetap muncul di sini. Argumen saya adalah, Yesus mengatakan bahwa bukan dosa orang buta itu sendiri maupun dosa orang tuanya tetapi karena kehendak Allah maka ia buta. Hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa alasan "dosa orang buta itu sendiri" dan "dosa orang tuanya" yang menjadikan dia buta adalah alasan yang salah dan alasan yang benar adalah bahwa " kehendak Allah yang harus dinyatakan." Jadi, bukankah pada akhirnya di sini hanya muncul dua golongan yakni alasan yang salah dan alasan yang benar? Either/or lagi-lagi muncul juga kan?
Kalau kita perhatikan dengan seksama, neither...nor selalu diikuti oleh kata but. Sebagai contoh saya mengutip perkataan Yesus dalam Yoh. 9:3. Jesus answered, "neither this man nor his parents sinned, but that the works of God should be reaveled in him - NKJV (LAI. Jawab Yesus, "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia"). Ternyata neither...nor...but..., memunculkan cara berpikir either/or.
Saudara, kalau boleh saya memberi nasihat, jangan pernah mengenyampingkan atau menyepelekan hukum ini, kalau saudara tidak mau ditelanjangi olehnya. Hukum ini sudah ditaruh oleh Tuhan dalam logika kita. Hukum kebenaran adalah either/or dan tidak bisa diganti dengan neither/nor maupun both/and (mengenai cara berpikir both/and, saya akan bahas lain kali).
Jika ingin mempelajari lebih jauh penerapan hukum ini, baca Ravi Zacharias, Can Man Live Without God, Interaksara, hal. 184-189. Baca juga Ronald Nash, Konflik Wawasan Dunia, Momentum, hal. 76-79, 99-125. Boleh juga baca R.C. Sproul, Mengapa Percaya?, SAAT, hal. 106.

Alam Semesta bersifat Kekal?
Beberapa pemikir Yunani mengatakan bahwa Alam semesta ini dipancarkan keluar oleh Allah, sehingga dengan demikian alam semesta ini adalah bagian dari Allah atau semacam perpanjangan tubuh Allah. Oleh karenanya, alam semesta ini bersifat kekal. Teori ini biasa disebut sebagai teori emanasi. Teori ini mirip dengan pandangan panteisme yang mengatakan bahwa alam semesta ini adalah allah.
Paham emanasi akan gugur dengan sendirinya jika diperhadapkan pada fakta bahwa ternyata dunia ini bersifat temporal (sementara).
Apakah alam semesta bersifat kekal? Fakta yang dinyatakan alam semesta kepada kita sangat berlawanan. Alam semesta ini menyatakan dirinya sebagai alam semesta yang bersifat sementara, mengalami perubahan dan perkembangan serta tunduk kepada hukum sebab akibat yang merupakan hal-hal niscaya yang berlaku dalam dunia ini, (walaupun filsuf David Hume menyangkal hukum kausalitas atau sebab akibat, namun penyangkalannya perlu ditertawakan). Alam semesta bersifat kekal? Jawabnya, tidak!

Big Bang
Teori big bang timbul berdasarkan pengamatan bahwa beberapa bintang-bintang tertentu memiliki kecenderungan untuk semakin menjauh dari bumi. Melalui pengamatan ini disimpulkan bahwa alam semesta ini mengalami penggelembungan, dalam arti bahwa alam semesta ini semakin membesar.
Tahun 1922, ahli fisika Rusia, Alexandra Friedman, menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta tidak statis. Dia mengatakan bahwa alam semesta ini bisa mengembung atau mengkerut menurut teori relativitas Einstain. Seorang ilmuwan lain, George Lemaitre, berdasarkan perhitungan Friedman, menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan bahwa ia mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya.
Pada tahun 1929 astronom Amerika, Edwin Hubble, membuat penemuan penting yang menyatakan bahwa bintang-bintang tidak hanya menjauh dari bumi, namun bintang-bintang itu juga saling menjauhi satu sama lain. Satu-satunya kesimpulan yang bisa dibuat adalah bahwa segala sesuatunya saling menjauh dan bahwa alam semesta dengan konstan "mengembang."
Lalu, para ahli mulai mengadakan perhitungan mundur, dengan mengatakan bahwa pada suatu saat (pada zaman dahulu kala), alam semesta ini memadat menjadi satu, pada satu titik dengan massa nol. Keadaan inilah yang mereka sebut sebagai singularitas (black hole). Keadaan ini adalah keadaan di mana hukum-hukum fisika tidak berlaku. Entah karena dipicu oleh apa, kemudian terjadilah ledakan besar dan jadilah alam semesta ini, yang sekarang terus menerus mengembang.
Harus diakui bahwa pendapat ini sangat canggih, namun mengandung unsur bunuh diri logika yang sangat memalukan. Saya akan mengutip kembali argumen saya dalam Suara Reformasi edisi keempat yang lalu.
Pertama, Ravi Zacharias mengatakan bahwa titik tolak teori dentuman besar (big bang) yang timbul dari singularitas adalah tidak ilmiah. Teori itu tidak ilmiah karena singularitas adalah suatu keadaan di mana hukum-hukum fisika tidak berlaku. Jikalau mau ilmiah, bukankah hukum-hukum fisika harus berlaku? (baca Ravi Zacharias, Jesus Among Other Gods, Pionir Jaya, hal.96).
Saya mengemukakan cara lain untuk mematahkan teori ini, yakni mengungkapkan kontradiksinya. Saya mengutip kembali argumen saya dalam SR edisi keempat.
Jika singularitas adalah keadaan di mana hukum-hukum fisika tidak berlaku, maka dari mana asal ledakan besar tersebut? Bukankah ledakan itu mengasumsikan bahwa hukum-hukum fisika sedang bereaksi? Teori ini melanggar hukum non kontradiksi (non contradiction law).
Mengatakan bahwa terjadi ledakan besar (hukum-hukum fisika berlaku) yang berasal dari suatu keadaan yang disebut singularitas (hukum-hukum fisika tidak berlaku) adalah sama dengan mengatakan bahwa pada saat yang sama hukum-hukum fisika berlaku dan sekaligus tidak berlaku. Inilah kontradiksinya, (Muriwali Yanto Matalu, Cacat Teori Evolusi, SR edisi keempat).

Apakah Dunia Ini Ada Dengan Sendirinya?
Siapapun yang menolak keberadaan Tuhan yang menciptakan alam semesta, pasti menyatakan dua hal mengenai asal usul alam semesta ini.
Pertama, mereka yang mengatakan bahwa alam semesta ini bersifat kekal. Argumen untuk melawan teori ini sudah saya bahas di atas.
Kedua, mereka yang mengatakan bahwa dunia ini ada dengan sendirinya atau mengadakan dirinya sendiri (dengan cara big bang atau yang lainnya). Apakah dunia ini mengadakan ("menciptakan") dirinya sendiri? Ha.. ha.. ha.., lalu dari mana bahan dasarnya? Bukankah segala sesuatunya belum ada sebelum diciptakan? Dan lagi pula jika segala sesuatunya belum ada, siapakah yang mengadakannya? Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini sulit dimengerti.
Agar lebih jelas, saya kembali menegakkan hukum non kontradiksi. Jika dunia ini mengadakan dirinya sendiri, maka kita harus menerima dua pernyataan, pertama, bahwa sebelum mengadakan dirinya sendiri, dunia ini belum berada. Kedua, sebelum dia mengadakan dirinya sendiri, maka dunia ini harus terlebih dahulu ada, karena kalau belum ada, siapakah yang beraktifitas untuk mengadakannya? Jadi antara dunia belum ada dan dunia sudah ada, terjadi pada saat yang sama. Inilah kontradiksinya.

Tuhan Adalah Pencipta
Sekarang kita akan menguji proposisi, "Tuhan Allah yang mahakuasa dan tidak terbatas menciptakan dunia yang terbatas." Pertama, jika Dia mahakuasa, adalah logis untuk menciptakan dunia ini dengan cara create out of nothing (menciptakan dari yang tidak ada). Karena jika Dia "tidak sanggup" melakukan hal ini, maka Dia tentu tidak mahakuasa. Tidak ada kontradiksi dalam proposisi ini.
Kedua, Tuhan Allah yang tidak terbatas adalah kekal (dalam konsep teologi Refromed kekekalan Allah merupakan bagian dari ketidakterbatasan-Nya). Karena Dia kekal maka Dia tidak diciptakan dan tidak mempunyai awal atau akhir. Allah yang kekal ini telah menciptakan dunia yang tidak kekal. Ini adalah proposisi yang logis, karena jika dunia ini diciptakan oleh Yang Kekal, maka istilah "diciptakan" menunjuk kepada sebuah awal.
Karena itu, yang kekal yakni Allah tidak tunduk kepada hukum perubahan dan hukum sebab akibat, tetapi dunia yang diciptakan tunduk kepada hukum perubahan dan hukum sebab akibat. Pernyataan ini juga tidak mengandung kontradiksi.
Walaupun orang-orang ateis menganggap pernyataan-pernyataan di atas adalah sebuah spekulasi yang belum tentu benar (bagi orang Kristen, ini bukan spekulasi, tetapi fakta yang Tuhan nyatakan dalam Alkitab), namun di dalamnya sama sekali tidak ada kontradiksi atau cacat secara logika.
Ngomong-ngomong, jika ada di antara pembaca yang mengemukakan argumen yang dapat mematahkan dengan cara yang meyakinkan argumen bahwa Tuhan yang mahakuasa dan tidak terbatas telah menciptakan alam semesta ini, silahkan kirimkan kepada kami, dijamin pasti dimuat pada edisi berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar