Jumat, 12 Maret 2010

KRISTUS DAN KEKRISTENAN

Oleh: Warisman Harefa

Latar Belakang
Hubungan Kristus dengan kekristenan, pada prinsip dasarnya membahas persatuan legal dan organis di dalam Kristus. Secara legal, persatuan ini terjadi dalam musyawarah Allah Tritunggal bahwa Pribadi Kedua secara sukarela menjadi Jaminan bagi umat pilihan untuk menebus mereka dari hukuman dosa dengan jalan Kristus mengenakan natur manusia dan taat kepada Bapa (I Pet 1:20). Dalam kesepakatan ini, Kristus datang menanggung dosa dan kesalahan manusia dan kebenaran-Nya diperhitungkan kepada manusia yang diwakili-Nya di hadapan Bapa. Persatuan ini hanya dimungkinkan melalui kematian Kristus sebagai korban Pengganti. Dengan demikian, persatuan ini juga sekaligus bersifat organis karena berkat-berkat dari covenant antara Bapa – Anak, yaitu hidup kekal akan mengalir kepada kelompok manusia yang diwakili Kristus. Perjanjian antara Bapa – Anak berisi syarat dan berkat, sama seperti perjanjian antara Allah dan Adam di Taman Eden. Anak harus taat kepada Bapa dan berkatnya adalah hidup kekal bagi mereka yang percaya kepada Anak. Dalam perjanjian ini Kristus datang menjadi Adam kedua. Ia sama seperti Adam yang mewakili umat pilihan untuk menebus mereka. Kristus dan umat pilihan-Nya bukan saja hanya terikat secara hukum di hadapan Allah tetapi juga terikat secara organis karena umat yang diwakili-Nya akan memiliki hidup yang mengalir dari Kristus sebagai kepala perjanjian. Paulus menjelaskan hal ini, ” Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup” (Roma 5:17-18).
Menjelaskan persatuan antara Kristus dan orang percaya, Herman Ridderbos dalam karyanya Paulus: Pemikiran Utama Theologinya menuliskan, ”Di perikop ini Paulus menjelaskan bahwa mereka yang yang diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Kristus, akan hidup pula bersama Dia di masa mendatang. Menurut Paulus, ikatan yang mempersatukan semua keturunan Adam dengan nenek moyang mereka merupakan pola dan gambaran dari persekutuan Kristus dengan milik-Nya. Di sini Paulus tidak memakai rumusan ” di dalam Adam”, tetapi ia menyebut pelanggaran Adam sebagai dosa semua orang.1 Penjelasan Paulus dalam membandingkan Kristus dengan Adam, ia menunjukkan bahwa Kristus sama seperti Adam sebagai pribadi universal atau pribadi korporat, dimana manusia yang diwakilinya mengambil bagian di dalam-Nya. Karena manusia yang diwakilinya berbagian di dalam Kristus maupun di dalam Adam, maka mereka (umat yang diwakili) hanya dapat dikenali melalui mereka (Kristus atau Adam).
Mengenal dan memahami hubungan keterkaitan di antara keduanya ini sangat penting, karena adanya disklaim terhadap pemahaman kekristenan. Disklaim yang dimaksud adalah bahwa ada orang-orang Kristen yang mengakui finalitas Kristus dan penebusan-Nya tanpa mengakui finalitas kekristenan.2 Hal ini dipengaruhi oleh sikap hidup dalam toleransi beragama, khususnya dalam masyarakat majemuk. Dengan demikian, kekristenan tidak harus final karena menyakiti perasaan penganut agama lain.
Toleransi beragama yang berlebihan ini akibatnya membawa perbedaan interpretasi mengevaluasi kekristenan. Di dalam dan melalui pendekatan sosio-kultural, memang kekristenan adalah salah satu agama di antara agama-agama lain. Ini dapat berarti bahwa kekristenan adalah organisasi gereja yang kelihatan. Dengan demikian kekristenan dimengerti sebagai tubuh Kristus yang bersubastansi corpus christianum. Pada abad pertengahan ketika kekristenan mendominasi peradaban Barat, Roma Katolik menggunakan istilah kekristenan sebagai institusi eksternal (ecclesia representative) atau penyalur berkat-berkat keselamatan.3 Ini mengakibatkan gereja menjadi pengendali segala kegiatan manusia dengan menempatkan pengantara manusia sebagai imam dan mengabaikan persekutuan antara Tuhan dan anak-anak-Nya secara langsung atau tidak langsung.4 Hal ini dapat diuraikan dengan pentingnya penguasa-penguasa gereja sebagai wakil Yesus Kristus yang adalah kepala gereja. Segala kegiatan adalah kegiatan seluruh tubuh Kristus atau dapat dikatakan corpus christianum. Dari pemahaman kekristenan dalam aspek sosio-kultur maka keunikan kekristenan tidak dipandang lagi sebagai tubuh Kristus yang dicangkokkan dalam karya penebusan Kristus. Tetapi keunikan kekristenan dipahami sebagai realitas unik dalam semesta hubungan yang saling mempengaruhi antar agama, dalam arti kekristenan tidak muncul keterpisahan atau keberbedaan sama sekali dengan yang lain.5
Banyak ahli agama dan sejarah agama mengamati kepelbagaian agama yang tersebar di dunia ini. Agama ini menyentuh setiap pribadi manusia dari berbagai lapisan, mulai dari kelompok masyarakat primitif sampai masyarakat modern dan kaum intelektual. Agama sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa dipisahkan, maka ditemukan sekian banyak agama yang masing-masing mencari jalannya sendiri dalam mencari dan bersekutu dengan yang ilahi. Pencarian ini adalah untuk menemukan kuasa atau pribadi yang lebih berkuasa dari manusia untuk menolong manusia dari berbagai ketakutan dan mencari kedamaian. Sehingga objek yang dianggap ilahi ini dipikirkan baik secara kelihatan material ataupun secara roh imaterial. Maka, orang-orang Kristen yang menggunakan pendekatan dalam mengevaluasi kekristenan dalam sisi sosio-kultural, melihat kekristenan sebagai salah satu agama dari antara agama-agama yang tampil itu, dengan berbagai aliran dan kelompok organisasi di dalamnya.
Tetapi pada sisi yang lain, jika kekristenan dapat dipahami secara esensinya melalui evaluasi asal-muasal kekristenan maka kekristenan adalah gereja yang tidak kelihatan yaitu komunitas orang-orang percaya yang mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Joseph Tong menjelaskan hakekat kekristenan ini, ”Memandang gereja sebagai badan orang-orang percaya, maka kita akan senantiasa diingatkan bahwa tubuh Kristus, Corpus Christi, imannya yang hidup telah dicangkokkan dalam anugerah keselamatan Kristus, dan tidak akan pernah mati. Biarlah Corpus Christi memapankan diri sebagai saksi hidup bagi Kristus, sampai hari kedatangan-Nya. Sementara, kita telah bekerja keras untuk mencapai puncak pengharapan-Nya bagi tubuh duniawi-Nya, corpus christianum.6 Hakekat kekristenan ini secara sederhana menunjukkan bahwa kekristenan adalah produk karya Allah dalam pewahyuan-Nya. Hal yang penting adalah bahwa kekristenan bukan sekedar pewahyuan umum seperti yang terlihat dalam anugerah umum-Nya. Dalam pengertian tertentu bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya kepada setiap orang melalui alam semesta dan hati nurani manusia. Pada batas tertentu orang tidak percaya dan orang percaya memiliki kesamaan dalam hal pengetahuan tentang Allah, yaitu: kontrol, otoritas, dan kehadiran Allah.7 Tetapi kekristenan lahir dari pewahyuan khusus Allah, yaitu asal-muasal kekristenan tertanam dalam Yesus Kristus sebagai penyataan Allah yang final. Pengakuan iman kita kepada-Nya sebagai Allah dan Juruselamat membawa kita terhisap di dalam persatuan dengan-Nya. Inilah sebabnya, kekristenan bukan suatu agama yang berkembang, juga bukan suatu agama yang orientasinya proses. Kita tidak menegaskan pewahyuan progresif, selain memproklamasikan fakta pertumbuhan progresif dari komunitas yang hidup dan ungkapan iman serta prakteknya. Gereja akan bertumbuh, bukannya Kristus dan juga bukan kebenaran Kristus, putra Allah, Juruselamat kita. Terhadap keunikan inilah, kita memproklamasikan finalitas kekristenan bersama-sama dengan finalitas Kristus. Secara bersahaja dan setia pada kebenaran yang meneguhkan iman, di dalam satu-satunya Juruselamat yang telah memanggil kita, menjadi suatu komunitas orang-orang percaya yang dibedakan.8

Keistimewaan Yesus Sebagai Keunikan Kekristenan
Apa keunikan kekristenan sebagai keunggulannya dari agama-agama lain? Unsur manakah yang mempersatukan semua organisasi dari berbagai aliran dalam kekristenan? Jawaban satu-satunya adalah pribadi Yesus Kristus. Menurut Michael Eaton dalam karyanya Jesus Of The Gospels menuliskan, ”Seluruh rahasia kehidupan Kristen adalah pandangan kepada Yesus. Kita memandang pribadi-Nya – Dia adalah Allah dan manusia. Kita memandang karya-Nya – Dia telah hidup bagi kita dan mati bagi kita. Kita memandang pada posisi-Nya saat ini – Dia bangkit bagi kita, ditinggikan bagi kita, berdoa bagi kita.”9 Dalam Kisah Para Rasul 11:26 nama Kristen muncul pertama sekali bagi mereka yang percaya kepada Yesus Kristus, yang disalibkan, mati dan bangkit kembali. Penyebutan ”Kristen” kepada pengikut Kristus pertama kalinya di Antiokhia diberikan oleh orang-orang luar, untuk membedakan mereka dari orang-orang Yahudi di negeri Siria, karena mereka menghubungkan dirinya dengan seseorang yang diberi gelar Kristus.10 Sepertinya ini adalah lumrah berlaku dalam mengidentifikasi kelompok tertentu. misalnya, pengikut John Calvin dinamakan Calvinisme, pengikut Martin Luther dinamakan Lutheranisme, pengikut Buddha dinamakan Budhaisme dan masih banyak lagi. Ini menunjuk kepada nama keyakinan dalam usaha menghubungkan dirinya dengan si pembawa ajaran itu.
Memang setiap agama yang muncul atau aliran kepercayaan dan pengetahuan tidak terlepas dari keterhubungannya dengan tokoh historis tertentu. hal dijelaskan oleh Groenen, ”Agama Yahudi menghubungkan diri dengan Musa sebagai pendirinya dan agama Islam mengaitkan dirinya pada Nabi Mohammad. Begitupun agama Budha menggabungkan diri dengan tokoh itu. Orang Islam tentu saja sangat menghormati Mohammad, dia itulah yang menyampaikan firman Allah yang terakhir. Dengan kelakuannya beliau menafsirkan dan menerangkan firman Allah itu. Orang Yahudi menghormati nabi Musa sebagai nabi paling besar yang menyampaikan hukum Allah. Maka yang paling penting dalam agama Islam dan Yahudi bukanlah Muhammad atau Musa, melainkan firman Allah yang mereka sampaikan dan terangkan. Firman itu termaktub dalam kitab kudus (Qur’an, Taurat), berupa wejangan dan petunjuk. Dengan kematiannya peranan Musa dan Muhammad sudah selesai. Mereka meninggalkan panggung sejarah dan tidak berperanan lagi. Sama seperti orang lain mereka pergi dan tidak akan kembali. Orang Budha pun menjadi penganut ajaran dan wejangan penyelamatan yang disampaikan Guru yang mahabesar itu. Dan agama Hindu, sejauh agama historis, berpusatkan kitab kudus pula”.11
Keterhubungan Kristen kepada Kristus tidak didasarkan pada kitab atau ajaran yang diajarkan Yesus. Kekristenan berpusatkan pada diri Yesus Kristus sebagai Allah dan Juruselamat. Dengan tegas Michael Eaton mengatakan bahwa ”Kekristenan adalah Kristus”.12 Mengidentikkan kekristenan dengan Kristus bukan berarti bahwa Kristen sama dengan Kristus. Tetapi, pernyataan ini menunjukkan bahwa agama Kristen bukan agama buku, bukan juga sebuah filosofi yang sedang mengembara mencari pijaran kebajikan, dan bukan juga sebuah agama yang hanya sekedar membatasi diri pada moralitas, walaupun semuanya itu memang ada dalam kekristenan. Yang lebih penting, bahwa kekristenan adalah berakar, dibangun, di dalam dan melalui Kristus (Kol 2:7). Pernyataan ini semakin menarik dalam pewartaan orang Kristen mula-mula. Pada hari Pentakosta, ketika Petrus berdiri dan mulai memberitakan Injil, ia menutup pemberitaannya dengan mengatakan, ”Jadi seluruh orang Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.
Nama Kristus adalah sebuah gelar atau jabatan dan bukan nama diri. ”Nama Kristus itu merupakan bentuk yang setara dengan nama Maschiach yang dipakai dalam Perjanjian Lama (diambil dari kata Mashach, yang artinya ’mengurapi’) dan dengan demikian nama ini berarti ’Yang diurapi’.”13 J. Verkuyl menguraikan hubungan nama ini dalam karyanya Aku Pertjaja, ”Dalam Alkitab dan dalam gereja Kristen Tuhan Yesus selalu disebut: Kristus. Kristus adalah perkataan Yunani artinya ’yang diurapi’. Dalam bahasa Ibrani disebut Masjiach atau Mesias, Almasih. Apabila gereja menyebut Tuhan Yesus: Sang Kristus maka jabatan Tuhan Yesus yang ditunjukkan. Yesus, itulah namaNya, nama pribadiNya. Kristus itulah nama jabatanNya. Nama jabatan itu menunjukkan tugas atau kewajiban yang telah dan sedang dilakukanNya di surga dan di dunia”.14
Yesus orang Nazaret, yang dikenal dengan seorang tukang kayu yang dibunuh oleh tokoh-tokoh agama Yahudi adalah Kristus atau Mesias. Kedudukan dan peranan Yesus sekarang dalam pemberitaan para rasul merupakan pengharapan yang sedang dinantikan oleh orang Yahudi akan kedatangan seorang Penyelamat. Karena nama Mesias memiliki latar belakang sebagai seorang Penyelamat atau tokoh pembebas yang diharapkan oleh orang Yahudi sebagai wakil Allah untuk pembentukan zaman baru bagi umat-Nya.15
Menurut latar belakang Perjanjian Lama, jabatan Mesias tidak dipakai untuk penyelamat yang akan datang karena Allah sendiri yang akan menyelamatkan umat-Nya.16 Yang diberitakan oleh para nabi adalah kedatangan masa kemesiasan yang membawa masa depan yang cerah bagi umat Allah (Yes 26 – 29, 40; Yeh 40 – 48; Dan 12; Yl 2:28 – 3:21).17 Namun dalam Perjanjian Lama, ada gagasan mengenai pengurapan seseorang untuk misi khusus yang bisa ditujukan kepada imam-imam, raja-raja, nabi-nabi. Orang-orang yang terpanggil memangku jabatan ini diresmikan dengan cara diurapi dengan minyak urap yang mengalir dari kepalanya meliputi badannya.18 Tujuan dari pengurapan ini adalah seseorang itu dipanggil untuk tugas yang istimewa sehingga untuk menjalankannya butuh anugerah Tuhan yang mengisi hidupnya.19 Tetapi para imam, nabi dan raja dalam Perjanjian Lama adalah orang-orang yang cacat dan berdosa sehingga istilah ini mengarah kepada pribadi khusus yang diurapi oleh Allah untuk menyelamatkan umat-Nya, yang datang sebagai nabi, imam dan raja sesungguhnya.20 Dengan melihat kebangkitan Yesus dari antara orang mati, maka murid-murid-Nya menegaskan bahwa Yesus adalah utusan khusus Allah yang diurapi untuk membawa pengharapan bagi umat-Nya. Kebangkitan-Nya tidak lain adalah pelantikan-Nya untuk menggenapkan pengharapan umat Allah akan keselamatan (Kis 3:18-26). Begitu Yesus bangkit dari kematian, suatu pemenuhan janji Allah yang menyatakan bahwa Allah berkarya menyelamatkan manusia hanya melalui Raja Penyelamat itu, yaitu: Yesus Kristus.
Dengan posisi Yesus yang istimewa ini maka seluruh penulis Perjanjian Baru memberitakan bahwa Yesus adalah Allah, penggenapan janji Allah, sehingga seluruh pekerjaan-Nya, pengajaran-Nya semata-mata hanya untuk menunjukkan keilahian-Nya. ”Jadi yang diajarkan bukanlah ajaran Yesus, bukan karya-Nya dahulu, bukan sengsara-Nya, melainkan kedudukan-Nya sekarang”.21

Kesimpulan
Keunikan kekristenan yang merupakan hasil produk Allah sendiri dalam penyataan khusus-Nya, membawa kita pada beberapa kesimpulan dalam memahami kekristenan:
a.Secara organisasi, kekristenan merupakan sebuah agama dari penebusan dan penyucian yang datang kepada manusia yang berdosa, dengan pengampunan dan pembaharuan baru oleh anugerah Allah untuk menyelamatkan dan memberi kekuatan baru oleh Roh Kudus, sebagai hal yang memungkinkan untuk menikmati kehidupan baru di dalam Kristus.
b.Secara ontologi, kekristenan terdiri dari nilai-nilai yang secara intrinsik mengandung kekekalan, membuktikan diri sendiri benar dan bernilai, memeluk kebenaran dan keindahan serta disempurnakan dalam kebaikan yang menuju kesempurnaan.
c.Secara psikologi, kekristenan adalah pengalaman seseorang yang dikuduskan dan ditransformasi oleh Roh Kudus yang membawa pengaruh besar dalam pemikiran melalui pelatihan iman. Sehingga manusia yang dicipta dengan pikiran, perasaan dan kehendak mampu memadukan ketiganya dalam keharmonisan untuk menghasilkan kehidupan yang berlimpah dalam Roh.