Minggu, 23 Agustus 2009

Benarkah Yesus Allah?

Oleh Muriwali Yanto Matalu


Benarkah Yesus hanyalah manusia saja? Benarkah Dia bukan Allah Anak tetapi hanya Anak Allah? Benarkah Yesus hanyalah jalan kepada Allah dan bukan Allah sendiri? Zaman ini ada begitu banyak tulisan-tulisan yang bersifat menyerang keilahian Kristus.
Di Indonesia ada seseorang yang bernama Frans Donald (mungkin juga ingin mencari uang dan ketenaran dengan menulis sebuah buku seperti yang dilakukan oleh Dan Brown dengan Da Vinci Code-nya). Di dalam bukunya "Menjawab Doktrin Tritunggal, Perihal ke-Allah-an Yesus" dia menolak keilahian Yesus. Dalam salah satu argumennya Frans Donald berkata bahwa jika Alkitab berkata bahwa Yesus lahir dari Allah, itu tidak berarti bahwa Yesus adalah Allah sejati. Orang-orang percaya juga dikatakan lahir dari Allah.

Konsili-Konsili
Konsili pertama yang membahas tentang keilahian Kristus adalah konsili Nicea tahun 325 yang menyatakan bahwa Logos atau Anak sehakekat (homo-usios) dengan Bapa. Hasil konsili Nicea ini diteguhkan lagi di dalam konsili oikumenis yang kedua yang diadakan di Konstantinopel tahun 381. Di dalam konsili yang kedua ini, Roh Kudus juga dikatakan sezat atau homo-usios dengan Bapa dan Anak, sesuai ajaran Athanasius. Satu konsili lagi yang meneguhkan kepercayaan terhadap dwi-natur Kristus yaitu 100% Allah dan 100% manusia adalah konsili Chalcedon yang diadakan pada tahun 451. Konsili tersebut merumuskan bahwa Yesus Kristus memiliki dua natur yaitu Allah dan manusia di dalam satu pribadi. Kedua natur ini tidak bercampur dan tidak berubah, tidak terbagi dan tidak terpisah.

Bidat-Bidat
Sangat mungkin, bidat paling pertama di dalam Kristologi adalah kaum Ebionit (ebion=miskin, bhs Ibrani) karena mereka menolak pengajaran Paulus serta menolak bahwa Yesus dilahirkan dari perawan Maria. Kaum Ebionit ini adalah generasi penerus jemaat Kristen Yahudi mula-mula di Yerusalem.
Yang paling menyolok sebagai penentang keilahian Kristus pada Gereja mula-mula adalah Arius. Arius berkata bahwa Logos atau Anak adalah makhluk Tuhan yang sulung dan tertinggi derajatnya. Yesus tidak kekal tetapi diciptakan. Karena ketaatannya, ia diberi kehormatan ilahi. Paham Arian inilah yang dilawan habis-habisan oleh Athanasius dengan mengatakan bahwa Anak homo-usios dengan Bapa, begitu juga dengan Roh Kudus.
Bidat yang paling terkenal sekarang adalah para Saksi-Saksi Jehova. Seperti dikutip dari Aritonang, mereka berkata bahwa Allah Bapa yaitu Jehova lebih tinggi dari sang Putera. Yesus Kristus adalah Saksi dan Pelayan Utama dari Jehova, dan setiap saksi (baca: warga Saksi Jehova) adalah pelayan yang mengikuti teladan Kristus. Suatu ketika Allah berada sendirian, tetapi setelah memulai penciptaan, Allah mengeluarkan seorang Putera. Sang Putera dinamakan Mikhael atau Logos, lalu dinamakan Yesus selama ia berada dalam dunia.
Liberalisme juga tidak kalah sengitnya memproklamirkan bahwa Yesus hanyalah Guru Agung yang menjadi teladan moral bagi kita.

Yesus Adalah Allah
Calvin berkata bahwa Dia (Yesus) yang menjadi mediator kita haruslah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia Dengan pernyataan ini, Calvin menerima keilahian Kristus secara mutlak. Teolog yang lain, Louis Berkhof berkata bahwa mengenai keilahian Kristus, bukti sangat melimpah, sehingga tidak seorangpun yang percaya ketidakbersalahan Alkitab dapat ragu sedikitpun atas hal ini. Shedd menulis bahwa natur ilahi di dalam pribadi Kristus adalah pribadi kedua dari ke-Allah-an, Anak yang kekal atau Logos. Tak diragukan lagi, Shedd menerima keilahian Kristus.
Ada dua hal yang menarik yang diungkapkan Strong mengenai hal ini. 1) Dia menunjuk Yohanes 3:13, sebagai ayat yang menjelaskan tentang ke-Allah-an Kristus. Di situ dikatakan bahwa: "Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia." 2) Yesus menunjukkan kuasa dan hak prerogatif keilahian, Yoh. 2:24,25; 18:4; Mark. 4:39; Mat. 9:6; Mark. 2:7.
Terlepas dari kutipan-kutipan di atas, saya melihat dua hal yang penting di dalam Alkitab, yang menyatakan keilahian Yesus. Keilahian Yesus memang dinyatakan dengan tanda-tanda ajaib yang dikerjakan-Nya, termasuk yang paling spektakuler adalah membangkitkan orang mati.
Tetapi menurut hemat saya, selain dari fakta spektakuler membangkitkan orang mati dan kebangkitan-Nya, ada dua hal penting yang merupakan konfirmasi kepada keyakinan kita bahwa Yesus adalah Allah. Kedua hal itu adalah fakta ketidakberdosaan-Nya dan fakta bahwa Dia mengampuni dosa.

Ketidakberdosaan Yesus
Ketidakberdosaan merupakan fakta keilahian Yesus. Kita boleh saja berkata, "Dengan ketidakberdosaan-Nya, tidak berarti bahwa Yesus adalah Allah. Bukankah malaikat-malaikat pilihan yang tidak jatuh ke dalam dosa juga tidak berdosa dan mereka bukan Allah?" Tetapi kita harus ingat bahwa Yesus adalah manusia sejati yang terdiri dari darah dan daging. Dia bukan malaikat. Fakta mengatakan bahwa semua manusia tanpa terkecuali adalah manusia berdosa. Dosa sudah menjadi natur alamiah kita. Tetapi manusia yang satu ini, yaitu Yesus, tidak berdosa. Inilah letak keanehannya. Jika demikian maka dia bukanlah manusia biasa. Untuk ini, kita bisa mengemukakan dua kemungkinan. Yang pertama Yesus adalah manusia super. Yang kedua Dia adalah manusia-Allah.
Ide tentang seorang manusia super yang sama sekali sempurna dan tidak berdosa adalah ide yang sangat konyol. Mempercayai bahwa ada seorang manusia super yang sempurna dan tidak berdosa adalah sama konyolnya dengan mempercayai ide tentang dewa dan dewi di dalam mitos-mitos Yunani dan Romawi, ataupun kepercayaan terhadap mitos-mitos yang kita saksikan melalui layar lebar zaman ini seperti superman-nya Amerika ataupun ide-ide konyol seperti alien, UFO (Unidentified Flying Object). Istilah UFO sangat mewakili kekonyolan ini. Sebuah obyek terbang yang tidak bisa diidentifikasi adalah, kalau boleh saya meminjam istilahnya orang Jawa Timur, "goro thok" (bohong saja). Kemungkinan yang kedua bahwa Yesus adalah manusia-Allah adalah argumen yang paling mungkin untuk kita ajukan berkenaan dengan ketidakberdosaan-Nya. Benarkah Yesus tidak berdosa? Mari kita simak lebih lanjut.
Yesus pernah menantang orang-orang Yahudi, siapakah di antara mereka yang bisa membuktikan bahwa Ia berbuat dosa. Injil Yohanes 8:46 mencatat perkataan Yesus: "Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?" Ada 4 kemungkinan yang dapat disimpulkan dari pernyataan Yesus tersebut.
Pertama, bahwa Yesus gila. Tetapi fakta Alkitab yang menyatakan bahwa Yesus berkeliling untuk mengajar dan menakjubkan banyak orang, bahkan sering mengajar di bait Allah, tempat yang paling sakral di dalam agama Yahudi, menegaskan fakta bahwa Yesus tidak gila. Hal yang lain adalah bahwa tidak mungkin seseorang yang gila mempunyai pengaruh yang besar dan memiliki pengikut yang banyak. Bahkan yang mengherankan, ada pengikut-pengikut Yesus zaman ini yang merupakan orang-orang dari kalangan paling intelek dan waras pikirannya, yang merupakan jebolan universitas-universitas paling bergengsi seperti Harvard, Oxford dan Cambridge. C.S. Lewis salah satu pemikir dan penulis Kristen paling brilyan di abad 20, merupakan pengikut Kristus yang setia.
Simaklah kesaksian yang mengagumkan dari Billy Graham mengenai percakapannya dengan salah seorang penginjil yang setia: "Ruth (isteri Billy Graham-pen) dan saya duduk dan menjabat tangannya. Dilihat dari pakaiannya, kami perkirakan bahwa ia datang dari negara miskin dan ia sendiri bukan orang berada. Tetapi pada wajahnya ada kelemahlembutan dan kegembiraan yang dapat dilihat jelas; wajah itu mengungkapkan suatu tekad dan komitmen yang sering saya lihat selama hari-hari pembukaan konferensi. Evangelis ini dan yang lain dalam balai itu berada dalam keadaan yang sulit - pria dan wanita dari beberapa tempat paling keras di dunia, banyak membawa parut penganiayaan fisik dan psikologis. Banyak dari mereka, saya tahu, pernah dipenjara untuk kepercayaan mereka. 'Anda datang dari mana?' saya bertanya. 'Saya dari Botswana.' Sebagai tanggapan pertanyaan-pertanyaan saya yang halus, ia memberitahu kami sesuatu mengenai pelayanannya. Ia berkata ia mengadakan perjalanan, sering dengan berjalan kaki, dari kampung ke kampung, membawakan khotbah Injil tentang Kristus kepada siapa saja yang mau mendengarkan. Ia mengaku bahwa terkadang ia patah semangat, karena begitu sering mendapat tentangan dan sedikit sekali tanggapan. 'Apakah ada banyak umat Kristen di Botswana?' Saya bertanya. 'Beberapa,' ia menjawab. 'Hanya beberapa.' 'Apa latar belakang anda? Apakah anda pergi ke sekolah Alkitab atau mendapat semacam pendidikan untuk membantu anda?' 'Yah, sesungguhnya,' ia berkata, 'saya mendapat gelar pasca sarjana dari universitas Cambridge.' Saya serta merta merasa malu bahwa saya menggolongkan dia sebagai orang tidak berpendidikan. Saya menjadi malu, bukan saja karena ia berpendidikan lebih baik dari pada saya tetapi karena sesuatu hal lagi: setiap orang yang kembali ke negaranya Botswana yang terkebelakang dengan gelar Cambridge yang begitu digandrungi boleh dikata bisa mendapat peluang tanpa batas untuk kekuasaan politik, posisi sosial, dan kemajuan ekonomi. Akan tetapi orang ini sama sekali puas untuk mengikuti panggilan Kristus kepadanya sebagai pengabar Injil. Ia sesungguhnya bisa berkata, dalam kata-kata rasul paulus, bahwa 'apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus' (Filipi 3:7)"
Membaca kesaksian yang mengagumkan ini, apakah Yesus gila? Bisakah orang gila mendapatkan pengikut paling cerdas dan mau mengabdi kepadanya dengan kesetiaan yang tidak tertandingi? Fakta ini menegaskan bahwa Yesus tidak gila.
Kedua, bahwa Yesus berbohong. Alkitab dengan jelas menggambarkan, bahwa tidak satupun orang Yahudi yang bisa membuktikan bahwa Yesus pernah berbuat dosa. Jika Yesus menutup-nutupi dosa-Nya dengan berbohong, maka saya kira, dengan sangat gampang orang-orang Yahudi akan menunjukkan dosa-dosa yang pernah dilakukan Yesus. Bukankah orang-orang Yahudi khususnya orang-orang Farisi adalah ahli di dalam melihat dosa-dosa orang lain? Tetapi mereka sama sekali tidak membeberkan bukti-bukti bahwa Yesus berdosa, justru mereka mengatakan sesuatu hal yang lain. Mereka berkata: "Bukankah benar kalau kami katakan bahwa Engkau orang Samaria yang kerasukan setan?" (Yoh. 8:48, Lih. Juga ayat 52). Terjadi lubang logika yang menganga antara pertanyaan dan tantangan Yesus dengan jawaban orang-orang Yahudi. Secara psikologis, jawaban dari orang-orang Yahudi tersebut merupakan luapan amarah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan akal sehat. Luapan amarah tersebut bersifat campur-aduk antara fakta bahwa mereka terpojok karena tidak bisa membuktikan bahwa Yesus berdosa, juga fakta karena Yesus berkata bahwa ia datang dan di utus oleh Bapa dan terakhir fakta bahwa Yesus telah menusuk langsung harga diri mereka sebagai orang Yahudi. Oleh Yesus, mereka disebut sebagai anak-anak iblis, Yoh. 8:44. Orang-orang Yahudi sangat bangga bahwa mereka adalah orang-orang pilihan Allah. Mereka bangga memiliki Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Tetapi Yesus menyebut mereka sebagai anak-anak iblis.
Kemungkinan ketiga adalah bahwa Yesus memang benar-benar kerasukan setan seperti yang dituduhkan oleh orang-orang Yahudi. Ini adalah kemungkinan yang sama sekali tidak mungkin terjadi. Jika Yesus kerasukan setan, tentu Dia tidak akan bisa mengajar dengan logika yang sistimatis dan pengendalian diri yang penuh di hadapan orang-orang Yahudi. Bukankah seseorang yang sedang kerasukan setan akan kehilangan kesadaran dirinya? Jika benar Yesus kerasukan, jelas tidak ada perdebatan dengan orang-orang Yahudi, tetapi akan muncul gejala-gejala yang mengerikan seperti tatapan mata kosong dan sikapnya bisa menjadi liar serta tidak terkendali. Alkitab justru mencatat bahwa Yesus sungguh-sungguh di dalam pengendalian diri yang penuh dan seluruh argumen-argumen-Nya tidak bisa dipatahkan oleh orang-orang Yahudi. Bukankah beberapa kali orang-orang Yahudi ingin menjerat-Nya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menjebak? Bukankah Alkitab berkata bahwa Yesus menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan hikmat yang luar biasa yang tidak mungkin dilakukan oleh seseorang yang sedang kerasukan setan?
Berdasarkan kajian yang jujur atas fakta-fakta yang dibeberkan Alkitab mengenai pernyataan ketidakberdosaan-Nya, maka kita harus sampai pada kesimpulan bahwa kemungkinan keempat yaitu bahwa Yesus benar-benar tidak berdosa adalah kebenaran yang tidak terelakkan.

Yesus Mengampuni Dosa.
Alkitab berkata bahwa Yesus mengampuni dosa. Kepada perempuan berdosa yang meminyaki kaki-Nya dengan minyak wangi, Yesus berkata: "Dosamu telah diampuni," Luk. 7:48. Mengampuni dosa merupakan hak mutlak Allah. Siapapun tidak boleh melakukan hal ini. Secara logis, Allah adalah pembuat hukum bagi manusia ciptaan-Nya, sehingga secara hukum (forensik) kita berdiri di hadapan Allah, Hakim dan Pembuat hukum, serta mempertanggungjawabkan seluruh tindakan kita benar atau salah di hadapan-Nya. Jika Yesus berani mengampuni dosa, maka Yesus sedang mengklaim bahwa diri-Nya adalah Allah, karena yang berhak untuk mengampuni dosa hanyalah Allah saja.
Saya mengutip langsung apa yang dikatakan oleh D.A. Carson, seorang profesor Perjanjian Baru di Trinity Evangelical Divinity School mengenai topik ini, seperti dituturkan oleh Lee Strobel. "Seseorang dapat menunjuk pada hal-hal seperti mujizat-mujizat-Nya, tetapi orang-orang lain juga melakukan mujizat-mujizat, jadi meskipun ini bisa memberi indikasi, ini tidak menentukan. Tentu saja, kebangkitan adalah pembenaran puncak bagi identitas-Nya. Tetapi dari banyak hal yang Ia lakukan, satu yang paling menyolok bagi saya adalah pengampunan-Nya atas dosa." "Intinya adalah, jika anda melakukan sesuatu terhadap saya dan seseorang lain datang menimbrung dan berkata, 'Aku mengampunimu' kelancangan macam apa itu? Satu-satunya orang yang dapat mengatakan hal semacam itu dengan penuh makna adalah Tuhan sendiri, karena dosa, bahkan jika dilakukan terhadap orang lain, pertama-tama dan terutama adalah suatu penentangan terhadap Tuhan dan hukum-hukum-Nya."

Pengakuan Iman Kita
Benarkah Yesus Allah? Untuk menutup artikel ini, saya mengutip beberapa kalimat Pengakuan Iman Rasuli. "...dan kepada
Yesus Kristus Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang lahir dari anak dara Maria, yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Maha Kuasa, dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan mati." Pengakuan Iman Rasuli ini menyatakan dengan jelas bahwa Yesus adalah Allah sejati dan juga manusia sejati. Biarlah ini juga menjadi pengakuan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar