Senin, 07 Desember 2009

YESUS: TUHAN & JURUSELAMAT SATU-SATUNYA

Oleh Muriwali Yanto Matalu

Natal tahun ini, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, terus-menerus diperingati oleh banyak orang. Mereka yang sungguh-sungguh percaya dan mencintai Yesus, yang kelahiran-Nya sebagai manusia dirayakan, menggunakan momen Natal untuk mengoreksi diri dan berjanji untuk melayani dan memuliakan Dia lebih baik lagi pada tahun berikutnya. Tetapi, banyak orang yang juga turut meramaikan perayaan Natal tanpa mengerti dengan jelas siapakah Yesus yang dirayakan kelahiran-Nya. Mereka yang demikian itulah yang cenderung menggunakan momen Natal untuk berpesta pora dan memuaskan berbagai-bagai nafsu jahat di dalam diri, dengan makan dan minum secara liar, bermabuk-mabukan dan berzinah.
Siapakah Yesus? Mari kita melihat arti nama Yesus Kristus. Pertama, istilah Yesus adalah istilah Yunani yang diterjemahkan dari istilah Ibrani Jehoshua atau Joshua atau Jeshua yang berarti to save atau menyelamatkan. Kuyper memiliki pengertian lain. Dia berkata bahwa Jehoshua berasal dari kata Jeho (Jehovah) dan Shua yang berarti menolong. Jadi Jehoshua berarti Yehovah menolong. Karena itu dapat disimpulkan bahwa nama Yesus berarti Yehovah menyelamatkan atau Yehovah menolong. Kedua, nama Kristus berasal dari istilah Ibrani Mashiach yang berarti “orang yang diurapi.” Jadi, Yesus Kristus berarti Yehovah menolong atau menyelamatkan umat-Nya melalui Dia yang Diurapi.
Tulisan ini merangkum pengajaran paling penting dari iman Kristen historis yang merupakan tinjauan filosofis dan teologis secara singkat mengenai Yesus Kristus, Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya. Namun sebelum saya menegakkan doktrin tentang Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya, terlebih dahulu saya menegakkan doktrin Allah Tritunggal, karena bagaimana pun, pengakuan iman kita mengatakan bahwa Yesus adalah Allah Pribadi kedua dari Tritunggal. Dia adalah Allah yang mengambil natur manusia.

Allah Tritunggal: kesatuan, keragaman & persekutuan
Allah yang diajarkan dalam Alkitab adalah bersifat Tritunggal. Ada begitu banyak ayat-ayat yang bertebaran dalam Alkitab mengenai Tritunggal, dan dengan sangat jelas dinyatakan dalam Matius 3:16-17. Menurut Alkitab, Allah adalah satu hakekat dan Allah yang satu hakekat itu memiliki tiga Pribadi yang berbeda-beda. Dalam Tritunggal inilah, prinsip kesatuan dan keragaman (yang mati-matian diselidiki para filsuf) dan persekutuan (yang diusahakan orang Kristen) mendapatkan jawaban yang tuntas.
Sebelum kita melihat kesatuan dan keragaman dalam Tritunggal secara khusus, kita terlebih dahulu melihat bahwa prinsip kesatuan dan keragaman merupakan prinsip yang mutlak ada pada Allah maupun ciptaan. Jika kita menekankan kesatuan atau yang ”satu” saja maka itu bukanlah apa-apa. Itu adalah nihil. Sebaliknya, jika kita hanya menekankan keragaman saja, maka itu hanyalah kekacauan atau bahkan nihil.
Saya akan mengemukakan satu contoh untuk hal ini agar menjadi lebih jelas. Sebuah buku memiliki kesatuan dan keragaman di dalam dirinya. Kesatuannya adalah bahwa buku itu adalah satu buku, sedangkan keragamannya adalah bahwa buku itu memiliki kulit, isi, lem dan benang perekatnya, serta tulisan-tulisan di dalamnya. Sekarang mari kita abaikan keragamannya dan hanya menekankan kesatuannya. Yang menjadi keragamannya adalah apa? Kulitnya. Lepaskan dan buanglah kulitnya. Apa lagi? Isinya. Lepaskan dan buanglah isinya. Apa lagi? Lem dan benang perekatnya. Lepaskan dan buanglah itu. Lepaskan dan buang semua yang ada padanya yang merupakan keragamannya. Apakah yang tersisa? Bukankah pada akhirnya kosong? Menekankan kesatuannya saja berarti kosong. Contoh lain, bayangkanlah bahwa seluruh dunia ini hanyalah air. Segala sesuatu hanya air saja, tak ada yang lain. Apa yang terjadi? Bukankah itu tidak berarti apa-apa? Itulah hasilnya jika segala sesuatu hanya satu dan tidak memiliki keragaman.
Sebaliknya, sekarang mari kita abaikan kesatuan dan kita hanya menekankan keragaman. Kembali kepada contoh buku tadi, pisahkan kulit dari isinya dan setiap apa yang menjadi keragamannya karena semua itu tidak boleh jadi satu. Bukankah kita sedang membuang kesatuannya? Pisahkan semuanya. Apa yang tersisa? Onggokan kertas, lem, benang dan sebagainya yang berserakan di lantai.
Tetapi, kita masih bisa melihat onggokan yang berserakan itu, karena onggokan itu masih memanfaatkan kesatuan. Apa yang menyatukan onggokan berserakan itu? Jawabnya tentu lantai. Sekarang mari kita buang lantainya (jika bisa), dan di manakah sekarang onggokan kertas, lem dan benang itu? Katakanlah, onggokan itu melayang-layang di udara. Tetapi onggokan itu masih melayang-layang, oleh karena ada udara yang menjadi pemersatunya sehingga onggokan itu masih kelihatan melayang-layang. Di sini kesatuan belum sama sekali dihilangkan. Sekarang katakanlah bahwa tidak ada udara dan tidak ada hal lain apa pun lagi yang menjadi wadah yang menyatukan onggokan tadi. Apakah yang tersisa? Bukankah pada akhirnya juga nihil?
Jadi, dari contoh ini kita sekarang tahu bahwa kesatuan dan keragaman yang eksis secara bersama-sama adalah mutlak bagi sebuah substansi yang bereksistensi. Tanpa unsur kesatuan dan keragaman maka semuanya kosong atau nihil.
Menarik sekali bahwa filsuf mula-mula Yunani mencari hakekat atau substansi dari alam semesta ini. Thales berkata bahwa unsur utama adalah air. Dalam hal ini Thales mencari kesatuan dari keragaman yang dilihatnya di dalam alam. Heraklitus berkata bahwa segala sesuatu berubah kecuali perubahan itu sendiri. Dia menekankan keragaman. Sedangkan Parmenidas berkata bahwa apa pun yang ada itu pasti ada, dengan demikian dia menyangkal perubahan. Dia menekankan kesatuan. Filsafat Modern mencari kesatuan atau makna tunggal dari keragaman, sedangkan filsafat Postmodern menekankan keragaman di atas kesatuan. Di dalam Allah Tritunggal, kesatuan dan keragaman yang digumulkan filsafat mendapatkan jawabannya secara tuntas.
Allah itu hanya satu, baik secara angka yang biasa disebut sebagai the numerical oneness of God atau the unity of God, maupun secara kualitas yang juga disebut the qualitative oneness of God atau the simplicity of God. Tetapi Allah yang satu itu memiliki keragaman pribadi. Di dalam Allah yang satu itu, eksis secara bersama-sama tiga pribadi yang berbeda-beda. Karena itu, di dalam kesatuan hakekat Allah yang tak terpisahkan, ada hubugan yang bersifat harmoni, hidup, kaya dan unik dari keragaman pribadi-Nya.
Prinsip penting mengenai kesatuan dan keragaman dalam diri Allah, tercermin dalam segala hal di alam semesta ini. Sebuah pohon misalnya memiliki akar, batang, cabang, carang dan daun serta buah. Tetapi walaupun terdiri dari kepelbagaian, di dalamnya ada satu kesatuan yang utuh. Sebuah rumah, sebuah lembaga, sistim tata surya kita atau apa saja yang ada dalam dunia ini, bahkan apa yang dicari oleh para filsuf dalam filsafat pasti mencerminkan prinsip kesatuan dan keragaman.
Relasi antara kesatuan dan keragaman dalam alam semesta ini bisa bersifat organik atau memiliki relasi yang hidup, bisa juga berupa relasi struktural atau bersifat mekanis. Tetapi faktanya adalah bahwa semua mencerminkan prinsip kesatuan dan keragaman. Dan fakta ini bagi saya, meneguhkan keyakinan saya akan doktrin Tritunggal, bahwa Allah sungguh-sungguh adalah Tritunggal karena ke-Tritunggalan-Nya direfleksikan oleh seluruh bagian dari alam semesta ini.

Catatan:
Mengatakan bahwa kesatuan dan keragaman Allah direfleksikan oleh seluruh alam semesta ini tidak sama dengan mengatakan bahwa kesatuan dan keragaman dari Tritunggal sama dengan apa yang ada dalam alam semesta. Perbedaan hal ini jelas. Di dalam Tritunggal, jika kita mengacu kepada salah satu saja keragaman-Nya, misalnya jika kita mengacu kepada Bapa saja, maka Bapa saja adalah keseluruhan Allah sepenuhnya. Begitu juga jika kita hanya mengacu kepada Anak, atau Roh Kudus saja. Tidak demikian dengan kesatuan dan keragaman alam semesta ini. Salah satu keragaman atau bagiannya, tidaklah mewakili seluruhnya. Misalnya, akar sebuah pohon bukanlah pohon itu secara keseluruhan. Yang saya ingin tekankan di sini hanyalah prinsip kesatuan dan keragaman (unity and diversity) yang terdapat di seluruh alam semesta ini, yang merefleksikan kesatuan dan keragaman dalam diri Allah Tritunggal.

Dari keragaman pribadi Tritunggal yang berada dalam satu kesatuan inilah terdapat satu persekutuan yang hidup, di mana masing-masing Pribadi saling bersekutu, saling berkomunikasi dan saling mengasihi satu dengan yang lainnya.
Keragaman Pribadi Tritunggal hanya tiga, tidak lebih dan tidak kurang. Hal ini disebabkan oleh karena sebuah persekutuan mutlak hanya memunculkan tiga pihak. Persekutuan kasih misalnya, bisa saja diwujudkan oleh hanya dua pihak, misalnya saya mengasihi isteri saya atau sebaliknya isteri saya mengasihi saya. Saya menjadi subyek dan isteri saya menjadi obyek atau sebaliknya. Tetapi relasi kasih yang hanya terdiri dari dua pihak ini belum sempurna, karena membutuhkan pihak ketiga yang mengamati, menyaksikan dan turut bersukacita atas hubungan kami. Pihak ketiga tersebut bisa teman-teman, keluarga, rekan pelayan dan sebagainya. Siapapun yang bukan saya dan bukan isteri saya, mereka semuanya digolongkan sebagai pihak ketiga. Di sini kita melihat dengan jelas bahwa persekutuan itu bersifat ketigaan (trinal).
Itu sebabnya angka tiga merupakan angka persekuatuan (fellowship) dan inilah yang menjadi alasan mengapa keragaman Pribadi Tritunggal hanya tiga, tidak kurang dan tidak lebih.

Yesus, Allah Pribadi kedua dari Tritunggal
Sekarang saya akan membahas tentang Yesus Kristus yang merupakan Pribadi kedua dari Tritunggal.
Teologi Liberal berkata bahwa Yesus hanyalah manusia biasa yang memiliki moral yang sangat tinggi. Saksi Yehovah berkata bahwa Yesus adalah Allah yang diciptakan oleh Allah Yehovah. Pernyataan saksi Yehovah ini mengandung kontradiksi. Jika Yesus adalah Allah yang “diciptakan” oleh Allah Yehovah maka pada dasarnya Dia bukan Allah tetapi ciptaan.
Saya akan memberikan beberapa argumen dari Alkitab yang membuktikan bahwa Yesus adalah Allah sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapat teologi Liberal maupun saksi Yehovah salah.
Pertama, istilah Allah dan Tuhan walaupun memiliki arti yang berbeda namun memiliki kesetaraan, karena baik Allah maupun Tuhan merupakan nama diri Tuhan Allah. Kedua nama itu ditujukan kepada Yesus juga. Dalam Alkitab, Yesus disebut sebagai Tuhan dan Allah. Sebagai contoh, baca Yoh. 20:28.
Istilah Elohim dalam bahasa Ibrani (PL) yang akar katanya mungkin berasal dari kata ’ul atau ’alah memiliki arti dilingkupi ketakutan (to be smitten with fear) yang menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang membangkitkan ketakutan atau kegentaran karena kebesaran dan keagungan-Nya. Istilah Elohim ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (PB) sebagai Theos, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai God, lalu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Allah.
Istilah Adonai dalam bahasa Ibrani (PL) yang memiliki arti memerintah (to rule) atau menghakimi (to judge) juga merupakan salah satu dari nama Tuhan yang menunjukkan bahwa Dia adalah Pemerintah dan Penghakim alam semesta ini. Istilah Adonai ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (PB) sebagai Kurios, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Lord dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Tuhan.
Nama Ehyeh asyer Ehyeh (YHWH - Yahweh) adalah nama Tuhan yang dinyatakannya kepada Musa dalam Kel. 3:14, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “Aku adalah Aku.” Oleh karena bagi orang Israel nama ini adalah nama yang paling sakral, maka mereka sangat menghargai nama Yahweh dan sangat ketakutan jika mereka keliru untuk menyebut atau menulisnya. Itu sebabnya seluruh kata YHWH dalam PL diganti dengan nama Adonai dalam kitab PL septuaginta (terjemahan PL ke dalam bahasa Yunani oleh 70 orang tua-tua Yahudi di Aleksandria, Mesir, kira-kira tahun 70 SM). Lalu diterjemahkan sebagai Kurios dalam bahasa Yunani, Lord dalam bahasa Inggris dan Tuhan dalam bahasa Indonesia.
Ada yang mengatakan bahwa Alkitab tidak menyebut Yesus sebagai Allah tetapi hanya disebut sebagai Tuhan. Pendapat ini sangat keliru karena Yesus disebut sebagai Allah oleh Yohanes secara terang-terangan dalam Injil Yoh. 1:1, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Tidak diragukan lagi, bahwa Firman yang dimaksud oleh Yohanes di sini adalah Yesus Kristus (baca dengan teliti Yoh. 1:14-51). Bukan hanya itu, dalam Yohanes 20:28, Thomas memanggil Yesus sebagai Tuhan dan Allah dan Yesus tidak menolak sebutan itu.
Kedua, Yesus menyetarakan diri dengan Dia yang bertemu dengan Musa dan yang memperkenalkan namanya sebagai Ehyeh asyer Ehyeh (YHWH) atau Aku adalah Aku (Indonesia), Kel. 3:14. Dengan apakah Yesus menyetarakan diri-Nya? Yesus menyetarakan diri-Nya dengan berkata: “Akulah roti hidup” (Yoh. 6:48); Akulah terang dunia;…” (Yoh. 8:12) “Akulah pintu;…”(Yoh.10:9); “Akulah gembala yang baik.” (Yoh.10:11); “Akulah kebangkitan dan hidup;…” (Yoh. 11:25); “…Akulah Guru dan Tuhan” (Yoh. 13:13); “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh.14:6); “Akulah pokok anggur yang benar…” (Yoh. 15:1). Ada sekitar delapan kali Yesus menyatakan Akulah…, dan dengan sendirinya Dia menyamakan diri dengan “Sang Aku adalah Aku” dalam Kel. 3:14.
Jelas sekali di sini bahwa Dialah Sang Firman yang berfirman kepada Musa dalam Kel. 3:14 dan juga yang berfirman “Aku adalah… “ sebanyak delapan kali dalam Injil Yohanes.
Allah Tritunggal dalam karya-Nya selalu dimengerti sebagai, segala sesuatu keluar Allah Bapa, melalui Firman (Allah Anak) dan di dalam Roh Kudus. Jadi oknum yang bertemu dengan Musa dan seluruh nabi-nabi PL dan rasul-rasul PB adalah Firman (Pribadi Kedua Tritunggal) yang melalui-Nya Allah Bapa berhubungan dengan makhluk-Nya.
Ketiga, Yesus mengampuni dosa selama Dia melakukan pelayanan-Nya (mis. Mrk 2:5,9-10). Secara logis, pihak yang berhak memberikan pengampunan kepada seseorang yang telah berbuat salah, hanyalah orang yang pernah dirugikan atau disakiti oleh orang yang bersalah tersebut dan pihak yang berikutnya adalah Tuhan Allah. Contoh, jika saya disakiti oleh katakanlah si Dul, maka yang berhak memberikan pengampunan kepada si Dul hanyalah saya dan juga hanya Tuhan Allah. Bukankah kelihatan lancang jika seseorang yang lain mengampuni kesalahan si Dul terhadap saya?
Sekarang kita melihat bahwa Yesus mengampuni dosa orang yang lumpuh dalam Injil Mrk 2:5. Kapankah orang lumpuh itu berbuat salah kepada Yesus? Tidak pernah. Jika Yesus hanyalah seorang manusia belaka maka Dia telah bertindak lancang dan sembarangan mengampuni dosa orang lumpuh tersebut. Jika Yesus tidak mempunyai hak untuk mengampuni dosa orang lumpuh tersebut, karena orang lumpuh itu tidak pernah bersalah terhadap-Nya, mengapa Yesus mengampuni dosanya? Jawabannya adalah, Yesus mengampuni dosa orang lumpuh itu karena Dia bukan hanya manusia saja tetapi Dia juga adalah Allah. Karena Dia adalah Allah maka segala kesalahan yang diperbuat oleh orang lumpuh itu sangat menyakiti hati-Nya. Setiap dosa dalam bentuk apa pun adalah pelanggaran terhadap hukum Allah. Yesus adalah Allah, oleh karena itu di dalam belas kasihan-Nya Dia mengampuni orang lumpuh itu.

Yesus, Allah yang mengambil natur manusia
Sekarang kita akan membahas tentang Yesus Pribadi kedua dari Tritunggal yang mengambil natur manusia. Dalam Yoh. 1:14 dikatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita. Kita harus berhati-hati dalam mengerti masalah ini. Jika Alkitab berkata bahwa Firman itu menjadi manusia, maka maksudnya bukan Firman itu berubah menjadi manusia, atau Allah berubah menjadi manusia sehingga Dia menjadi manusia dan berhenti menjadi Allah. Ini adalah pengertian yang menyesatkan. Hal ini juga tidak berarti bahwa setelah Allah menjadi manusia, maka Dia adalah Allah, di mana ke-Allahan-Nya juga sekaligus adalah kemanusian-Nya. Ini adalah pemahaman yang berkontradiksi. Jika kita berkata bahwa keilahian Yesus juga sekaligus menjadi kemanusiaan-Nya, maka ini adalah pengertian yang juga menyesatkan.
Ajaran Alkitab yang mengatakan bahwa Allah menjadi manusia, maksudnya adalah bahwa Allah yakni Pribadi kedua dari Tritunggal yang memiliki seluruh natur ke-Allahan, mengambil natur manusia 2000 tahun yang lalu ketika Dia turun ke dalam dunia. Setelah Dia lahir menjadi manusia, maka Pribadi kedua Tritunggal tersebut memiliki dua natur yang berbeda. Pertama natur Allah karena Dia memang Allah dan kedua setelah menjadi manusia Dia juga memiliki natur manusia. Jadi di sini kita melihat bahwa Yesus Kristus memiliki dua natur yang berbeda. Dia adalah Allah 100% dan Juga adalah manusia 100%. Kedua natur Kristus ini bersatu di dalam satu Pribadi, yaitu Pribadi kedua Allah Tritunggal, tetapi kedua natur ini tidak bercampur, tidak berubah tetapi bisa dibedakan dengan jelas, dan tidak terbagi atau terpisah.
Sebagai Allah, Yesus bisa melakukan mujisat. Dia bisa membangkitkan orang mati, mengampuni dosa manusia dan yang terpenting, di samping nabi-nabi PL dan rasul-rasul PB menyatakan bahwa Dia adalah Allah, maka Yesus sendiri pun menyatakan bahwa diri-Nya adalah Allah. Bandingkan dengan kata ”Akulah ...” dalam Injil Yohanes.
Sebaliknya, Yesus sebagai manusia yakni tubuh dan jiwanya, adalah diciptakan. Ini sangat konsisten dengan pernyataan Injil Matius yang menyatakan bahwa Maria mengadung dari Roh Kudus, Mat.1:20. Roh Kuduslah yang berkarya dalam penciptaan manusia Yesus Kristus. Ada orang-orang Kristen tertentu, bahkan pendeta-pendeta yang mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah tetapi mereka mengabaikan kemanusiaan-Nya. Kata mereka, ”Jika kita menyebut Yesus adalah manusia yang diciptakan maka kita menghujat Dia. Pada dasarnya pernyataan semacam ini adalah menyesatkan. Yohanes dalam surat I Yoh. 4:2&3 mengatakan bahwa orang yang tidak menerima Yesus yang sudah datang sebagai manusia adalah antikristus, I Yoh. 4:2.
Jika kita menekankan keilahian Yesus saja dan mengabaikan kemanusiaan-Nya adalah tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Sebaliknya, menekankan kemanusiaan Yesus saja dan menolak keilahian-Nya, itu juga tidak sesuai dengan ajaran Alkitab dan oleh karena itu sama sesatnya. Ajaran inilah yang dipromosikan oleh teologi liberal yang muncul di Jerman seperti yang diajarkan oleh Adolf Von Harnack dan Wilhelm Herrmann, kemudian yang muncul di Belanda pada ke sembilanbelas dalam diri orang-orang seperti Rauwenhoff, Scholten dan Abraham Kuenen, juga orang-orang modernisme dan liberal Amerika seperti Harry Emerson Fosdick dan yang lainnya.

Yesus, satu-satunya Juru Selamat
Yoh. 14:6 menegaskan bahwa Yesus adalah satu-satunya Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Apakah pernyataan Yesus tersebut benar? Apakah memang benar bahwa kebenaran bersifat eksklusif? Bagaimana dengan pandangan Postmodern yang mengatakan bahwa kebenaran bersifat relatif. Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan bahwa ada banyak jalan ke Roma? Apakah kebenaran bersifat eksklusif atau ada banyak kebenaran?
Kebenaran sejati bersifat mutlak dan eksklusif (satu-satunya). Karena kebenaran bersifat mutlak dan eksklusif, maka pernyataan Yesus dalam Yoh 14:6 adalah mutlak dan eksklusif.
Saudara, hukum kebenaran adalah either/or (salah satunya saja yang benar). Artinya, jika ada dua atau lebih pernyataan yang mengaku diri sebagai kebenaran tetapi saling bertentangan secara mutlak, maka tidak mungkin semuanya sama-sama benar. Di antara pernyataan yang bertentangan itu, hanya satu saja yang benar atau bisa jadi semuanya sama-sama salah.
Contoh, jika saya berkata bahwa kami sudah mempunyai tiga anak, dan sebaliknya isteri saya berkata bahwa kami belum memiliki anak, maka di antara kedua pernyataan ini hanya satu saja yang benar atau bisa jadi keduanya sama-sama salah. Menganggap bahwa pernyataan saya maupun pernyataan isteri saya sama-sama benarnya, adalah anggapan yang irasional. Hanya orang idiot atau orang gila yang memiliki anggapan demikian.
Jika pernyataan saya benar, maka secara otomatis pernyataan isteri saya pasti salah. Atau, bisa juga kami berdua sama-sama salah. Tetapi jika kami berdua sama-sama salah (ini terjadi jika kami sama-sama berbohong) maka tetap ada yang benar. Contoh, ternyata faktanya anak kami adalah satu orang, maka itulah yang benar.
Jadi, saudara bisa mengerti sekarang, bahwa kebenaran itu selalu muncul tersendiri dan bersifat eksklusif.
Filsafat Postmodern dan Pluralisme menekankan hukum both/and (kedua-duanya). Artinya, jika ada dua hal yang saling bertentangan secara mutlak maka kedua-duanya bisa sama-sama benarnya. Contoh, jika saya berkata kepada Amin bahwa saya adalah seorang yang tidak pernah berbuat dosa, lalu pada kesempatan lain saya berkata kepada Denny bahwa saya adalah seorang yang setiap saat berbuat dosa, walaupun kedua pernyataan ini bertentangan secara mutlak, namun menurut hukum both/and tetap bisa sama-sama benar.
Hukum both/and ini pada dasarnya irasional dan berkontradiksi pada dirinya. Hukum ini adalah hukum yang menghancurkan dirinya sendirinya.
Perhatikan, mereka yang memegang hukum both/and berkata bahwa kebenaran tidak bersifat eksklusif (bersifat either/or) tetapi bersifat both/and. Namun pernyataan ini mengandung unsur bunuh diri, karena jika mereka berkata bahwa both/and yang benar dan either/or salah, maka sebenarnya mereka sedang menggunakan hukum either/or untuk membenarkan teori both/and. Jika mereka konsisten dengan pemikiran both/and maka seharusnya hukum either/or juga harus diterima. Bukankah both/and mengatakan bahwa keduanya sama benarnya? Lagi pula, ketika mereka menegakkan superioritas cara berpikir both/and dan menjadikannya eksklusif maka secara tidak sadar mereka sedang menggugurkan hukum both/and dan menegakkan hukum either/or. Inilah kontradiksi dari cara pemikiran both/and.
Saudara, hukum kebenaran satu-satunya adalah either/or, karena kebenaran kapan pun dan di mana pun selalu bersifat eksklusif dan mutlak.
Berdasarkan konsistensi kebenaran yang bersifat eksklusif dan satu-satunya inilah Yesus Kristus dengan megah memproklamirkan bahwa diri-Nya adalah satu-satunya jalan dan kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6). Dialah kebenaran satu-satunya dan hanya Dia saja. Tidak ada yang lain.
Dia yang adalah satu-satunya jalan, membawa kita kepada Bapa di Surga dan tidak mungkin menyesatkan.
Dia yang adalah satu-satunya kebenaran, membawa kita mengerti kebenaran sejati.
Dia yang adalah satu-satunya hidup, memberikan kita hidup yang kekal dan sejati.

Bagaimana Yesus memberikan keselamatan?
Saudara, kita sudah berdosa dan harus mati dalam dosa kita (Rm. 3:23; 6:23). Tak satu pun di antara kita yang bisa menyelamatkan dirinya dari murka Allah, karena Tuhan berkata bahwa tidak ada seorang pun yang benar, Rm 3:10. Sementara kita semua sedang menunggu hukuman neraka, pengharapan datang dari Yesus Kristus.
Apakah yang dikerjakan Yesus? Pertama, Dia menjalani hidup yang taat tanpa cacat untuk bisa memberikan kita hidup yang kekal. Adam telah gagal di taman Eden dalam hal ketaatan akan perintah Tuhan, dan oleh ketidaktaatannya maka semua keturunannya menjadi orang berdosa dan harus mati, Rm. 5:12. Namun Alkitab mengatakan bahwa Adam kedua yakni Kristus, taat sampai mati bahkan sampai mati di atas kayu salib, Flp. 2:5-8. Oleh karena ketaatan Kristus akan seluruh tuntutan hukum Taurat, maka semua orang yang percaya kepada-Nya berbagian dalam ketaatan-Nya dan menerima hidup yang kekal. Jadi, oleh ketidaktaatan satu orang (Adam di taman Eden), kita semua menjadi orang berdosa, maka oleh ketaatan satu orang (Yesus Kristus), kita semua diselamatkan. Band. Rm. 5:17. Inilah misi yang pertama dari Yesus Kristus.
Tetapi, walaupun oleh karena ketaatan Kristus kita boleh mendapatkan hidup yang kekal, namun Alkitab berkata bahwa kita adalah orang-orang berdosa dan harus dihukum oleh karena dosa-dosa kita. Karena kita adalah orang berdosa, maka dosa menghalangi kita untuk mendapatkan manfaat dari ketaatan Kristus yaitu untuk menerima hidup yang kekal. Karena itu, maka terlebih dahulu penghalangnya, yaitu dosa, harus disingkirkan. Untuk menyingkirkan dosa, atau lebih tepatnya, untuk menghapus dosa-dosa kita, maka Yesus Kristus harus mati di atas kayu salib. Secara logis, semua orang berdosa harus dihukum. Penghukuman itu berarti dibuang ke neraka selama-lamanya. Karena Allah mengasihi manusia, maka Dia mengutus Anak-Nya untuk menjalani penghukuman menggantikan manusia berdosa. Lih. Yoh. 3:16. Jadi, keadilan Allah atau murka Allah, ditimpakan kepada Yesus demi menggantikan kita. Kematian-Nya di atas kayu salib untuk menggantikan hukuman kita inilah yang menjadi misi kedua dari Kristus.
Misi yang ketiga dari Yesus Kristus adalah menyatakan kerajaan Allah kepada kita. Itu sebabnya Yesus mengajarkan kepada kita nilai dan moral kerajaan Allah (terutama lihat khotbah di bukit dalam Matius pasal 5-7). Selanjutnya, Dia sebagai Raja kerajaan Allah, memberi makan orang yang lapar, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati dan sebagainya, yang membuktikan bahwa Dia adalah sungguh-sungguh Raja dari kerajaan Allah. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam kerajaan Allah yang dipimpin Yesus, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan dosa dan segala akibatnya yakni penderitaan dan kematian tidak memiliki tempat. Inilah pengharapan yang besar bagi kita. Pengharapan untuk hidup selama-lamanya dalam kerajaan Allah.

Penutup
Sudahkah saudara menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatmu secara pribadi? Jika belum, percaya dan terimalah Dia sekarang. Berdoalah demikian:
Bapa di surga, terima kasih atas anugerah-Mu. Saat ini, saya mau percaya dan menerima Anak-Mu Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatku.
Saya adalah orang berdosa, biarlah kiranya oleh pengorbanan Anak-Mu, dosaku dihapuskan.
Saya berdoa juga agar Roh-Mu yang Kudus, tinggal dalam hatiku selama-lamanya.
Terima kasih Tuhan atas anugerah keselamatan dari-Mu. Jadikanlah saya murid-Mu yang setia.
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, saya berdoa. Amin.

YESUS YANG TETAP SAMA

Oleh Warisman Harefa

Pendahuluan
Tiada yang lebih indah bagi orang-orang percaya menyambut perayaan Natal pada bulan Desember ini kecuali merenungkan keagungan pribadi Yesus yang tidak berubah. Sifat-Nya yang tetap sama menunjukkan keunikan diri-Nya yang berbeda dari siapapun tokoh-tokoh besar yang pernah muncul di dunia ini. Mungkin kita bertanya, bagaimana kita memahami bahwa Yesus tetap sama? Untuk mengawali topik ini, alangkah baiknya kita harus memiliki asumsi yang tepat bahwa ketika orang-orang Kristen mengakui bahwa Yesus tetap sama, itu bukan hanya suatu iman tetapi juga suatu proklamasi (pemberitaan). Kenapa ini penting? Ketika saya memikirkan hal ini semakin dalam, semakin saya menyadari bahwa suatu hal yang kontradiksi jika seseorang mengklaim bahwa ia tidak percaya pada sesuatu tetapi ternyata mengikatkan diri pada apa yang tidak dipercayainya itu. Dengan demikian, apabila kita menemukan kontradiksi dalam diri seseorang, itu menunjukkan kepalsuan dalam cara berpikirnya. Pandangan ini membawa kita pada arah yang sebaliknya, bahwa seluruh tindakan atau kebiasaan kita, diarahkan oleh pra-anggapan kita, atau sering disebut oleh para teolog sebagai: ’iman”. Inilah tepatnya, titik awal dan akhir dari cara pandang seseorang dalam memandang sekelilingnya dan bagaimana ia mengkonsepkan serta memberitakan apa yang diimaninya itu. Ronald Nash menyimpulkan hal ini, ”iman kita memiliki berita penting mengenai seluruh aspek kehidupan umat manusia yang harus dikabarkan. Jika seorang kristen telah mengerti secara sistematis bahwa pandangan-pandangan di luar Kekristenan juga merupakan wawasan-wawasan dunia, mereka akan memiliki posisi yang lebih baik untuk memberikan alasan secara rasional mengapa mereka memilih Kekristenan”.
Untuk membawa kita lebih maju menghayati keunikan sifat Tuhan Yesus yang tidak berubah ini, akan semakin melengkapi perenungan kita melihat iman dan proklamasi penulis kitab Ibrani yang memuat pengetahuan iman dari jemaat rasuli. Bunyinya sebagai berikut: ”Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini sampai selama-lamanya” (Ibrani 13:8). Konteks pengakuan iman jemaat ini mengimplikasikan bahwa pembaca surat ini terancam bahaya meninggalkan atau mengubah Yesus Kristus. Penulis mengingat bahaya ini merevitalisasi kebenaran sejati bahwa Yesus tidak berubah. Perubahan terhadap identitas Yesus mempertaruhkan identitas kekristenan sebagai orang-orang percaya yang dipanggil oleh Allah Tritunggal melalui Yesus Kristus. Sangat penting sekali ajaran ini bagi orang percaya untuk mengingatkan bahaya yang sedang mengancam identitas Kristus dan juga mengingatkan diri sendiri untuk memikirkan Yesus Kristus yang sama dengan cara yang sama walaupun dalam situasi, lingkungan, pikiran manusia yang berubah-ubah. Disinilah Yesus Kristus menempuh sejarah-Nya dalam tindakan umat Kristen mengkonseptualkan serta membahasakan imannya kepada Yesus Kristus yang tetap sama itu.

Pergeseran Paradigma Terhadap Yesus Kristus Dalam Sejarah
Jika kita kembali melihat masa lalu, usaha-usaha untuk mengubah Yesus begitu banyak. Usaha-usaha ini dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu: Pertama, yang mempersoalkan ke-Allah-an Yesus, dapat dilihat dalam beberapa aliran seperti: Adoptionisme, Arianisme, Socianisme. Kedua, yang mempersoalkan ke-Manusia-an Yesus, dapat dilihat dalam beberapa aliran seperti: Doketisme dan Apollinarisme. Ketiga, yang mempersoalkan hubungan kedua sifat Yesus, dapat dilihat dalam beberapa aliran seperti: Eutychianisme dan Nestorius.
Pada abad ke-19 dan 20 aliran Liberalisme muncul dan berusaha untuk mengubah Yesus. Aliran ini menolak segala hal yang bersifat supranatural termasuk ke-Allah-an Yesus. Walau mereka mengakui Yesus Kristus adalah Allah tetapi hanya dalam arti bahwa Ia memiliki pengetahuan yang sempurna tentang Allah dan dipersatukan dengan Allah dengan ketaatan moral-Nya. Pada dasarnya, Ia tidak berbeda dengan manusia kecuali dalam hal moral.
Pada masa kini, bangkitnya pluralisme agama-agama yang bercita-cita membangun dunia utopia, sangat tidak senang dengan Kristologi ortodoks. Eka Darmaputera menegaskan bahwa dogma-dogma yang bersifat ortodoks ini mutlak diperbaharui, karena teologi harus mengikuti perkembangan sejarah. Dengan kata lain, seluruh klaim-klaim kekristenan merupakan produk kebutuhan gereja pada zaman tertentu dan waktu tertentu. Maka, ketika melihat situasi Indonesia yang memiliki kemajemukan agama klaim-klaim ini tidak memadai lagi. Ciri-ciri orang Kristen yang memunculkan keberatan terhadap klaim finalitas Kristus sebagai suatu hasil pengaruh dari ’Shock of Similarity’. Dalam buku ”Mitos Keunikan Agama Kristus”, Paul F. Knitter melihat pengaruh ini sebagai suatu jembatan penyeberangan, yaitu pada waktu mereka menemukan prinsip-prinsip moral tertentu di dalam tulisan-tulisan non-Kristen, misalnya ungkapan etika Kong Hu Cu dan etika Kristen: jangan perlakukan orang lain dengan cara yang engkau sendiri tidak ingin orang lain memperlakukanmu. Mereka juga menemukan gagasan inkarnasi dari lord Ishvara dalam pribadi Krishna dari tradisi Hindu yang dicatat dalam buku suci mereka Bhagawadghita; versi Budha dan Islam dari ”Persaudaraan semua manusia. Kecenderungan perelativan keunikan kekristenan menjadi lebih diterima di kalangan kekristenan. Untuk mencapai tujuan yang disebut ”kebersamaan dalam damai” orang-orang yang memperjuangkan ”Teologi Religionum” lebih rela mengorbankan iman mereka.
Dari usaha-usaha manusia yang mencoba mengubah Yesus Kristus, maka Kristologi merupakan salah satu ajaran penting Kristen yang harus direvitalisasi. Seperti yang diproklamasikan oleh penulis Ibrani, ” Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini sampai selama-lamanya”. Mungkin yang menjadi pertanyaan kepada kita, dimana letak kesamaan Tuhan Yesus kemarin, hari ini dan sampai selama-lamanya, jika Ia sudah berinkarnasi dalam rupa manusia dan sekarang sudah duduk di sebelah kanan Allah Bapa? Sebelum melihat hal ini lebih jelas, ada baiknya kita awali pengertian ketidakberubahan itu. Dalam studi theologi, ketidakberubahan (atau sama artinya dengan Yesus tetap sama) didefenisikan sebagai Yesus Kristus tidak berubah dalam keberadaan-Nya, kesempurnaan, tujuan dan janji-Nya, namun Ia bisa bertindak dan merasa secara berbeda dalam situasi yang berbeda. Dari defenisi ini, ketika kita mengimani Yesus tetap sama berarti tidak sama dengan Yesus dalam keadaan yang mandeg. Sorotan yang sangat penting memahami ketidakberubahan Yesus adalah keberadaan-Nya karena hanya dengan fakta bahwa jika Yesus tetap sama dalam keberadaan-Nya, menegaskan perbedaan antara Pencipta dan ciptaan. Dan hanya dengan penegasan bahwa Yesus tetap sama dalam keberadaan-Nya akan mengakibatkan ketidakberubahan dalam kesempurnaan, tujuan dan janji-Nya. Oleh sebab itu, untuk memahami Yesus yang tetap sama adalah tetap dengan memahami keberadaan-Nya yang unik sebagai Allah-Manusia sempurna. Kajian ini juga akan menjawab usaha-usaha manusia yang mencoba mengubah Tuhan Yesus, yang kecenderungannya hanya dua, yaitu: pertama, ada yang hanya mengakui kemanusian-Nya. Kedua, ada yang hanya mengakui ke-Allah-an-Nya

Keberadaan Yesus Yang Tetap Sama
Bila berbicara keberadaan yang tetap sama, maka itu hanya tertuju kepada keberadaan yang supranatural. Kita tahu bahwa hukum ini melanggar hukum-hukum natural, dimana segala sesuatu berada dalam proses yang terus-menerus dan hanya perubahan itu sendiri yang tidak berubah. Tetapi ketika kita diperhadapkan terhadap keberadaan Yesus yang tetap sama kemarin, sekarang dan selama-lamanya, hanya satu pengakuan terhadap-Nya bahwa Ia adalah Allah yang tanpa dibatasi oleh waktu. Ada banyak penegasan logika terhadap pengakuan Yesus sebagai Allah dalam pertentangan hukum ini. Pertama, jika segala sesuatu adalah proses dan jika tidak ada sesuatu yang kekal, maka sesungguhnya kita tidak pernah mengetahui adanya perubahan itu sendiri. Kedua, perubahan itu sendiri tidak mungkin terjadi jika tidak ada yang tidak berubah.
Begitu banyak penjelasan penulis-penulis Alkitab menyaksikan pribadi Yesus. Berita ini sangat kuat dan akurat karena bukan hanya Perjanjian Baru yang menyaksikan-Nya tetapi ada suatu kesinambungan kesaksian Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru tentang pribadi Yesus. Kesinambungan kesaksian Alkitab ini akan menunjukkan kebenaran perkataan penulis Ibrani bahwa Yesus tetap sama baik kemarin, hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibr 11:8). Kesinambungan yang sangat menentukan disini adalah bahwa keberadaan dari Pribadi Kedua Allah Tritunggal ini tidak berubah, sekalipun masa inkarnasi bahkan pada kedatanganNya kedua kali, hanya Pribadi Kedua ini yang hanya mengenakan dua natur Allah-manusia walaupun natur manusia-Nya memiliki perbedaan kualitas pada masa pra-inkarnasi, masa inkarnasi, dan masa kedatangan-Nya kedua kali. Dari judul ”Yesus Tetap Sama” kita akan mengkaji secara sederhana tentang kesinambungan keberadaan Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal, baik natur Allah dan juga manusia-Nya yang unik.

1. Masa Pra-Inkarnasi
Masa pra-inkarnasi adalah keberadaan Yesus sebelum berinkarnasi. Sesungguhnya, Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan Yesus telah ada sebelum inkarnasi bahkan sebelum dunia dijadikan. Memang dalam Perjanjian Lama nama Yesus tidak pernah muncul tetapi bahwa keberadaan pribadi kedua dari Allah Tritunggal ini, selalu menjadi pusat pemberitaan seluruh sejarah Perjanjian Lama. Ada lebih satu pribadi di dalam ke-Allahan, kita sekali lagi menemukan perbedaan antara Jehovah sebagai utusan, seorang perantara dan Jehovah sebagai Dia yang mengutus, antara Bapa dan Putera, yang merupakan pribadi-pribadi yang kedudukan dan sama kekalnya.” Untuk memahami perbedaan ini dengan jelas, deskripsi Alkitab memberi penjelasan yang akurat. Dijelaskan oleh Allah sendiri bahwa seluruh kesaksian Alkitab mulai dari Musa, seluruh para nabi dan Mazmur hanya berpusat kepada Yesus sendiri (Lukas 24:44).
Hal ini dapat dipahami dalam setiap kali Allah datang kepada manusia, nama Malaikat Tuhan dan Tuhan sendiri dipakai silih berganti pada pribadi yang sama. Dengan mengetahui bahwa Malaikat Tuhan adalah Tuhan sendiri, maka dapat melihat kesinambungan antara penampakan Allah dalam Perjanjian Lama yang mengambil wujud manusia sementara dengan Yesus dalam Perjanjian Baru dengan mengambil natur manusia sempurna. Yohanes 1:18, “ tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada dipangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Dari ayat ini, sesungguhnya seluruh perjumpaan manusia dengan Tuhan dalam Perjanjian Lama adalah perjumpaan dengan pribadi kedua Allah Tritunggal yaitu Yesus yang berinkarnasi. Penampakkan diri Allah kepada manusia dikenal dengan “theophani”. Perjumpaan pribadi Allah dengan manusia mengimplikasikan bahwa Allah mengenakan natur manusia walaupun bersifat sementara. Tetapi hanya dengan pengakuan ini maka perjumpaan-Nya dengan Abraham, Hagar, Musa, Elia serta pergulatan-Nya dengan Yakub adalah peristiwa yang real. Maka, dapat disimpulkan bahwa Theophani selalu menunjuk penggenapannya kepada Allah yang berinkarnasi di tengah-tengah dunia.

2. Masa Inkarnasi
Kata inkarnasi berasal dari bahasa Inggris, yang terdiri dari dua kata: in, artinya di dalam dan carnal, artinya jasmaniah, badaniah. Jadi, inkarnasi diartikan masuk ke dalam jasmani atau daging melalui kelahiran-Nya dari perawan Maria. Kelahiran-Nya ini diawali oleh pemberitaan malaikat, “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah” (Luk 1:30). Inkarnasi Yesus ini merupakan pengajaran Kristen yang sangat penting. Karena hanya dengan memahami kelahiran supranatural-Nya maka seluruh kepribadian, pekerjaan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga merupakan hal yang mungkin. Atau dengan kata lain, hanya melalui inkarnasi saja Pribadi Kedua dapat memenuhi syarat sebagai Penebus, yang pada satu sisi adalah Allah yang sejati dan pada sisi yang lain adalah manusia yang sejati.
Pada penjelasan keberadaan Yesus pada masa pra-inkarnasi sebenarnya sudah memberitakan kepada kita tentang ke-Allah-an Yesus karena Malaikat Allah dalam PL adalah Yesus dalam PB. Namun pertanyaan yang muncul, apakah Yesus setelah berinkarnasi ke-Allah-an-Nya berhenti atau berkurang? Untuk menjawab hal ini, Alkitab memberikan uraian yang sangat akurat tentang keunikan keberadaan-Nya. Pertama, kedatangan-Nya telah dinubuatkan jauh sebelumnya. Mulai dari janji pertama di taman eden (Kej 3:15) yang disebut “protevengelium” dan seluruh pemberitaan para nabi (Luk 24:44). Ini semua menunjukkan bahwa Yesus yang datang itu adalah Allah yang menyelamatkan manusia. Tak ada satupun nubuatan tentang diri-Nya yang tidak tergenapi kecuali kedatangan-Nya kedua kali. Kedua, Yesus memiliki nama-nama Ilahi: Allah dan Tuhan, untuk menunjukkan bahwa Ia adalah pencipta langit dan bumi dan segala isinya, Mahakuasa dan Pemelihara atas ciptaanNya (Yohanes 1:1-3) dan menunjuk kepada Yahweh dalam Perjanjian Lama. Banyak nama-nama lain yang diberikan kepada-Nya yang menunjukkan bahwa Dia adalah Allah. Yesus berkata bahwa sebelum Abraham jadi, Dia telah ada (Yoh 8:58), ini menunjukkan kekekalanNya. Atau dalam ungkapan-Nya yang terkenal “Aku adalah” dalam Injil Yohanes: roti hidup (6:35), terang dunia (8:12), pintu (10:7), gembala yang baik (10:14), kebangkitan dan hidup (11:25), jalan dan kebenaran dan hidup (14:6), dan pokok anggur yang benar (15:1) yang diidentifikasi sejajar dengan ungkapan dalam Perjanjian Lama Aku Adalah Aku. Dan ungkapan nama Yesus yang sangat kuat adalah Aku adalah Alfa dan Omega (wahyu 1:8) yang menunjukkan keberadaan-Nya yang kekal yang setara dengan Allah. Ketiga, Yesus memiliki sifat-sifat Ilahi: Ia Mahatahu (Mar 2:8; Luk 7:36-50 Yoh 1:47, 4:17-18, 5:42, 6:64, 21:17). Ia Mahakuasa atas kematian, setan, dan alam (Yoh 4:50, 5:8, 9:6; Mat 8:3, 13, 15-16, 9:6,22, 28-30; 12:13; 14:36; 15:30;20:34, Mar 7:35, 8:23-25, Luk 13:13, 14:4, 17:14-19, Luk 7:15, Yoh 11:43, Mat 8:32, 9:33, 12:22, 15:28; 17:18; Luk 13:16, Mat 8:26, 14:19-21; 15;36-39; 21:18-20; Yoh 2:7-8). Ia kekal (Yoh 1:1,8:58; Luk 20:41-44). Ia Mahahadir (Mat 18:20; 28:20). Ia menerima penyembahan (Mat 2:2; 28:9; 28:17).
Gelar Yesus sebagai “Anak Manusia” sudah membuktikan bahwa Dia adalah manusia yang sempurna. Perjanjian Baru dengan jelas sekali mencatat pertumbuhan dan perkembangan Yesus. Yesus mengalami hukum pertumbuhan yang umum (Lukas 2:40). Ia mempunyai kebutuhan seperti manusia biasa: lapar, haus, tidur, dan lain-lain (Matius 4:2; 8:25). Yesus mengalami penderitaan (Ibrani 2:10,18). Dalam belajar dan mengenal kemanusiaan Yesus, harus diingat walaupun Ia adalah manusia sempurna tetapi Ia tidak berdosa seperti kita. Yesus Kristus memiliki kesempurnaan moral dan integritas.

3. Setelah Kenaikan-Nya Ke Surga Sampai Selama-Lamanya
Keadaan Kristus setelah naik ke surga sampai kedatangan-Nya kedua tidaklah dijelaskan oleh Alkitab secara detail. Hal ini berkaitan dengan kenyataan peristiwa kenaikan ke surga sampai kedatangan-Nya kedua merupakan komplemen penting dan kelengkapan kebangkitan. Berbicara dengan kenaikan ke surga sampai kedatangan-Nya kedua merupakan unsur penting dalam memahami keadaan pemuliaan Kristus. Hanya memahami keadaan Kristus yang dimuliakan mulai dari kebangkitan sampai kedatangan-nya dalam kemuliaan, kita bisa mendiskusikan keberadaan-Nya yang tetap sama.
Pembukaan Kisah Para Rasul, Lukas menggambarkan peristiwa kenaikan Yesus ke surga yang disaksikan oleh murid-murid-Nya (Kis 1:9-11). Kenaikan Yesus ke surga dapat diterangkan sebagai peristiwa yang kasat mata sampai awan menutupi-Nya dari pandangan mereka. Menurut Wayne Grudem menjelaskan peristiwa ini sebagai fakta bahwa Yesus memiliki tubuh kebangkitan sebagai tubuh yang hadir pada tempat tertentu pada waktu tertentu . Narasi kenaikan Yesus ke surga ini menunjukkan kepada kita bahwa Ia tetap memiliki dua natur dalam satu pribadi, kecuali bahwa natur itu sekarang berubah menuju kepada kemuliaan surgawi dan dengan sempurna disesuaikan dengan kehidupan sorgawi. Hal yang tak dapat disangkal adalah bahwa kenaikan Yesus Kristus memberikan kebenaran yang tidak dapat diubah tentang peristiwa sejarah tentang kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian. Dan juga menunjukkan bahwa Yesus bukanlah berasal dari dunia ini. Hanya yang datang dari surga yang tahu jalan kembali ke surga sehingga kenaikan Yesus ke surga menunjukkan bahwa Ia adalah Allah (Yoh 14:1-14).

Kesimpulan
Yesus Kristus adalah tetap sama, ini merupakan pengakuan iman orang percaya dan sekaligus pemberitaan kepada orang percaya kepada dunia. Ketidakberubahan keberadaan-Nya merupakan keunikan yang menunjukkan bahwa Ia adalah Anak Allah yang diutus sebagai satu-satunya Juruselamat. Oleh sebab itu, setiap orang percaya boleh gagal dalam melaksanakan mandat Allah, gereja boleh mengalami perubahan oleh perubahan zaman, tetapi Kristus yang tetap sama akan tetap tegak karena ke-Allah-an-Nya tidak bergantung pada pengakuan subjektif orang percaya. Maka, panggilan bagi setiap orang yang memahami ketidakberubahan Yesus ini adalah agar kita memikirkan Dia dengan cara yang sama walaupun kita sering mengalami perubahan.

Warisman Harefa, M.Th. (cand) adalah dosen STT SALEM Malang.

Selasa, 03 November 2009

Antikristus Dalam Gereja

Oleh Muriwali Yanto Matalu

Apa dan siapa antikristus itu?
Ketika saya mulai menulis tentang tema ini rasanya berat sekali. Tidak seperti biasa ketika saya menulis, ide-ide bermunculan dengan mudah dan kemudian saya menguji ide-ide itu dengan firman Tuhan, memikirkan dalam-dalam di mana letak kelemahan dan kelebihannya, serta yang terpenting dari semua, bagaimana supremasi Firman ditegakkan dan Kristus dimuliakan dalam tulisan tersebut. Semuanya berjalan dengan lancar, bagaikan butiran peluru yang dimuntahkan dari sebuah senapan mesin. Namun pada saat saya menulis tema tentang antikristus ini, rasanya ada penentangan dengan cara yang cukup halus namun sangat mengganggu dari kuasa kegelapan. Walaupun demikian, saya bersyukur karena gangguan ini membuat saya lebih bersemangat lagi untuk menulis.
Zaman sekarang pembicaraan tentang antikristus sangat banyak diselewengkan, dan pada akhirnya pembicaraan tersebut hanya memunculkan antikristus yang merupakan hasil rekayasa orang-orang yang tidak belajar firman Tuhan secara benar dan teliti. Antikristus, dengan cara yang salah sering dikaitkan dengan orang-orang tertentu, bisnis tertentu, penguasa tertentu, komunitas tertentu dan sebagainya.
Memang benar bahwa mungkin orang, bisnis, penguasa dan komunitas tertentu dalam dirinya memiliki semangat antikristus. Tetapi kita tidak bisa melebih-lebihkan hal itu seakan-akan mereka itulah yang dimaksud dengan antikristus secara keseluruhan seperti yang diajarkan Alkitab.
Kata antikristus hanya disebut oleh Yohanes dalam I Yoh.2:18,22; 4:3; II Yoh. 7. Tidak bisa dihindari bahwa yang disebut sebagai antikristus oleh Alkitab adalah pertama-tama menyangkut semangat perlawanan terhadap Kristus apakah itu berbentuk pengajaran filsafat, politik, teologi, pendidikan dan juga kebudayaan yang melawan Tuhan. Contoh yang paling baik untuk hal ini dapat kita lihat dalam Kejadian 11, di mana orang-orang mau membangun menara yang tingginya sampai ke langit. Mereka mau mencari nama bagi diri mereka. Dalam hal ini, mereka mau menyingkirkan Tuhan dan mau otonomi atas diri sendiri.
Kedua menyangkut seorang pribadi yang merupakan antikristus yang akan datang. I Yoh. 4:2-3, mengatakan: “Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada dalam dunia.” Dari ayat ini kita bisa menyimpulkan bahwa setiap roh atau semangat yang tidak mengaku Yesus adalah roh antikristus. Namun selanjutnya di ayat tersebut Yohanes mengatakan bahwa ia (antikristus) akan datang dan sekarang sudah ada dalam dunia. Pernyataan Yohanes ini jelas menunjuk kepada suatu pribadi tertentu.

Catatan:
Perlu diingat bahwa ketika menulis surat ini, Yohanes sedang berperang dengan ajaran gnostik. Pemahaman gnostik mengatakan bahwa roh itu baik tetapi materi adalah jahat. Tidak mungkin Allah yang adalah roh dan suci menjadi manusia yang bertubuh (materi), karena materi adalah jahat.

Mengenai kedatangan seorang antikristus pada akhir zaman yang memuncak pada pribadi tertentu, Louis Berkhof mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa pandangan Alkitab tentang antikristus ini mengacu juga kepada satu pribadi yang akan datang yang merupakan inkarnasi dari segala hal yang jahat. Tiga dari lima alasan Berkhof untuk hal ini adalah sebagai berikut:

1. Penggambaran tentang antikristus dalam Daniel 11 lebih kurang bersifat pribadi dan mungkin berhubungan dengan orang tertentu yang merupakan tipe dari antikristus.
2. Walaupun Yohanes membicarakan tentang banyak antikristus yang sudah hadir, dia juga membicarakan antikristus secara tunggal sebagai seseorang yang akan datang pada masa depan, I Yoh. 2:18.
3. Karena Kristus adalah satu pribadi, maka adalah alamiah untuk memikirkan bahwa antikristus juga adalah satu pribadi.

Dibalik semua semangat atau roh yang melawan Tuhan dan dibalik pribadi antikristus yang akan datang, yakni satu pribadi yang merupakan kepenuhan dari segala hal yang jahat dan cemar, berdirilah Iblis atau Setan, bapa segala pendusta.

Antikristus sebagai semangat atau roh yang melawan Tuhan dalam gereja
Tulisan ini akan mencoba membuka kedok atau penyamaran antikristus sebagai sebuah semangat yang merusak. Semangat ini secara tidak disadari oleh banyak orang Kristen sudah masuk dan mempengaruhi gereja. Kita harus ingat bahwa antikristus bisa datang dari luar gereja. Namun Yohanes berkata kepada kita bahwa antikristus juga sedang bersama-sama dengan kita dalam gereja, (baca dengan teliti I Yoh. 2:19).
Sekarang kita akan membuka satu persatu semangat dan roh apa saja yang merupakan perlawanan terhadap Tuhan. Pertama saya akan membahas tentang semangat dan pemikiran tertentu yang menentang Tuhan lalu saya akan langsung menjelaskan tentang bagaimana hal itu mempengaruhi gereja.

Humanisme
Humanisme sebagai gerakan bangkit pada abad ke 14, karena manusia pada zaman itu sudah bosan ditekan oleh otoritas gereja dan rohaniwan khususnya gereja Katholik Roma. H. Berkhof memberikan pendapatnya tentang kebangkitan Humanisme sebagai berikut: Dengan demikian, berkembanglah suatu pandangan hidup yang baru, yang antara lain ternyata dalam syair-syair pujangga Petrarca (1304-1374); Sebenarnya manusia tak usah mengikuti kuasa apapun di atasnya; kaidah dan pusat hidup manusia adalah pribadinya sendiri.
Humanisme yang bangkit pada zaman itu juga dikenal sebagai renaissance (kelahiran kembali), yaitu kelahiran kembali budaya-budaya kuno yakni budaya Yunani dan Romawi, yang merupakan hasil dari keunggulan manusia. Humanisme menjadikan manusia pusat dari segala sesuatu, dan jika manusia adalah pusat dari segala sesuatu, maka yang terpenting dari manusia adalah akal budinya. Penekanan akan pentingnya rasio (akal budi) oleh humanisme, dengan sendirinya melahirkan filsafat Modern dan abad pencerahan (enlightenment) pada abad 18 yang menekankan supremasi rasio, serta juga melahirkan naturalisme dan evolusionisme. Filsafat Modern bersama-sama dengan Naturalisme dan Evolusionisme, menjadi pemicu timbulnya teologi Liberal dalam gereja.
Inti dari humanisme adalah manusia. Istilah humanisme berasal dari kata human yang artinya manusia. Filsafat humanisme adalah filsafat yang mengagungkan manusia dan menjadikan manusia otonomi atas dirinya dan tidak memerlukan Allah. Manusia adalah pusat dari segala sesuatu dan tidak ada allah lain selain dari manusia, demikianlah pengakuan humanisme. Walaupun ada orang tertentu yang disebut sebagai humanis Kristen seperti Desiderius Erasmus dari Belanda yang hidup sejaman dengan Martin Luther, namun itu hanya merupakan sebuah penentangan yang halus terhadap otoritas Allah. Alkitab sama sekali tidak memberikan tempat untuk membenarkan humanisme walaupun itu dibalut dengan kata Kristen. Alkitab berkata bahwa Allah adalah pusat dari segala ciptaan dan tujuan segala sesuatu diciptakan adalah untuk memuliakan Allah.
Budaya humanisme bisa kita lihat dengan jelas pada orang-orang atau masyarakat yang menolak Tuhan dan hidup berpusat kepada diri. Segala-sesuatu adalah untuk diri dan kenikmatan serta kepuasan diri. Jika hidup kita berpusat pada kekayaan diri, maka kita adalah humanis. Jika kita memusatkan kehidupan perkawinan kita untuk kepuasan diri maka kita juga adalah humanis. Jika tujuan kita bekerja, menjalin persahabatan, terlibat dalam organisasi dan sebagainya adalah untuk diri sendiri, maka pada hakekatnya kita adalah seorang humanis.
Berapa banyak gereja yang bersifat humanis sekarang ini? Bukankah kebaktian diatur agar kita senang dan nyaman? Bukankah kita tidak mau mendengarkan khotbah yang keras dan menegur dosa? Bukankah banyak hamba Tuhan yang cari uang dan fasilitas untuk diri ketika melayani? Bukankah cara kita mengatur ibadah di gereja dibuat sedemikian rupa agar kita merasa dipuaskan emosinya? Pada dasarnya semua ini adalah semangat humanisme yang menyingkirkan Tuhan.
Saya melihat begitu banyak gereja yang senang bikin KKR dengan mengundang artis terkenal agar menarik banyak orang untuk datang dan mereka boleh disenangkan. Mengapa kalau bikin KKR harus undang artis terkenal? Apakah Yesus kurang terkenal? Apakah Yesus tidak mampu menarik massa? Inilah semangat humanisme gereja sekarang. Kita patut menangis untuk hal ini. Gereja yang menggeser popularitas Kristus dan menggantinya dengan artis terkenal atau apapun, pada hakekatnya gereja tersebut sudah memiliki semangat antikristus.

Panteisme
Panteisme merupakan jantung dari Gerakan Zaman Baru (New Age Movement). Inti dari panteisme adalah pemahaman bahwa segala sesuatu adalah allah. Alam semesta adalah allah dan manusia juga adalah allah. Panteisme sudah muncul di dalam agama-agama dan aliran-aliran kepercayaan Timur dan jika ditelusuri dalam Alkitab maka kita mendapatkan akarnya dalam taman Eden, di mana manusia ingin menjadi Allah.
Gerakan Zaman Baru yang mulai muncul pada tahun 1960-an mempercayai bahwa kita sudah memasuki zaman baru yakni zaman Aquarius di mana pada zaman ini dunia akan menjadi lebih baik, perdamaian sejati akan terwujud dan budaya manusia akan mencapai puncak suksesnya. Keyakinan ini sendiri pada dirinya bertentangan dengan ajaran Alkitab yang menubuatkan bahwa pada akhir zaman dunia akan bertambah kacau.
Kemunculan GZB ditandai dengan bangkitnya guru-guru dari Timur terutama Dari India dan China yang sejak tahun 1960-an membanjiri Amerika. Mereka mempropagandakan ketenangan batin dan kesehatan tubuh melalui yoga, kundalini, senam-senam kesehatan seperti waitankung dan tai chi, pengobatan alternatif semacam tusuk jarum dan sebagainya.
Panteisme yang merupakan jantung GZB percaya bahwa alam semesta adalah allah makro dan manusia adalah allah mikro. Manusia sebagai allah mikro harus menyelaraskan diri dengan alam semesta sebagai allah makro. Jika terjadi disharmoni antara manusia dengan alam, maka manusia akan mengalami ketidakseimbangan yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Konsep ini secara khusus ada dalam Taoisme di mana manusia dituntut untuk selalu selaras dengan alam. Maka timbullah pemahaman tentang yin dan yang yakni aspek positif dan negatif dalam alam semesta ini, termasuk dalam diri manusia. Jika kedua aspek ini mengalami disharmoni atau ketidakseimbangan maka timbullah bencana dan berbagai macam penyakit.
Gerakan Zaman Baru juga mempercayai datangnya seorang tokoh mistik masa depan yang menjadi semacam mesias yang mempersatukan seluruh dunia di bawah satu pemerintahan politik, ekonomi (satu mata uang) dan budaya. Bandingkan juga keyakinan ini dengan keyakinan akan bangkitnya tokoh Ratu Adil dalam kebatinan dan aliran kepercayaan. Bisa jadi tokoh mesias GZB pada masa yang akan datang, jika dia memang benar-benar muncul, mungkin dialah si antikristus masa depan yang memuncak pada satu pribadi tertentu seperti analisis Louis Berkhof dan yang disebut oleh Paulus dalam II Tes. 2:8-10, sebagai si pendurhaka.
Gerakan Zaman Baru juga memiliki penekanan yang kuat terhadap spiritualitas yang melampau agama. Jadi, menurut GZB, tidak penting apapun agama saudara, karena yang penting adalah saudara memiliki spiritualitas yang tinggi, mendapatkan ketenangan batin dan selanjutnya berakibat kepada kesehatan tubuh. Dan lagi-lagi menurut mereka, ini sangat mungkin dicapai oleh manusia, karena pada dasarnya manusia bersifat ilahi atau manusia adalah allah. Nyata sekali bahwa semangat semacam ini menyingkirkan Yesus Kristus dari kekristenan.
Pengaruh panteisme dalam gereja zaman ini sangat nyata dalam ajaran teologi kemakmuran. Penekanan teologi kemakmuran adalah kesuksesan hidup, kemakmuran dan kesehatan di dunia sekarang ini. Tokoh-tokoh positive thinking seperti Norman Vincent Peale dan Robert Schuller atau tokoh-tokoh kesembuhan semacam Kenneth Hagin, Benny Hinn dan tokoh kesuksesan seperti Yonggi Cho dalam gerakan Kahrismatik memberi tekanan pada pelayanan mereka bagi hidup di dunia sekarang ini. Jika yang dipropagandakan oleh orang-orang semacam itu adalah kesehatan tubuh, keuangan yang melimpah dan kesuksesan dalam dunia ini, maka perjuangan mereka tidak berbeda dengan apa yang diperjuangkan oleh Gerakan Zaman Baru. Semangat mereka sangat berbeda dengan semangat hamba Tuhan sejati semacam Yohanes Pembaptis, Luther, Calvin, George Whitefield, John Sung atau pun Watcman Nee, yang rela menderita untuk melayani Tuhan. Teologi sukses atau teologi kemakmuran pada dasarnya adalah teologi mamon dan dengan sendirinya bersifat antikristus.
Bukan saja dalam hal teologi kemakmuran, pengaruh panteisme ini secara tidak sadar juga sudah merusak banyak gereja, di mana gereja tidak lagi mengkhotbahkan Pribadi Kristus dan Allah Tritunggal, tetapi beralih kepada khotbah-khotbah tentang potensi dan iman manusia yang mampu menghasilkan sesuatu yang dashyat. Khotbah yang menekankan kehebatan dan kekuatan iman serta potensi manusia pada dasarnya bersifat panteistis dan dengan sendirinya adalah antikristus. Pernahkah saudara mendengar seorang pendeta berkoar-koar, “Dengan iman semuanya beres!” “Harus beriman, dan yakinlah bahwa semuanya itu akan jadi.” Inilah kalimat-kalimat dari tokoh-tokoh kesembuhan, semacam Benny Hinn dan Kenneth Hagin. Bukankah iman adalah anugerah Tuhan? Dan dalam kalimat-kalimat seperti itu dimanakah tempat Yesus Kristus sebagai pencipta dan pemelihara iman kita?
Filsafat Modern dan teologi Liberal
Filsafat modern memuliakan rasio melebihi segalanya. Walaupun modernisme menekankan kebenaran yang bersifat obyektif dan mutlak , tetapi Modernisme menolak segala sesuatu yang tidak bisa dibuktikan dengan akal dan juga menolak keberadaan dunia supranatural (Allah dan dunia roh). Naturalisme yang merupakan hasil dari filsafat Modern melihat alam semesta dalam sistem tertutup. Pemahaman ini mengatakan bahwa selain alam semesta, tidak ada sesuatu yang lain, seperti yang sering digembar-gemborkan gereja mengenai yang transenden yakni Allah atau dunia supranatural (dunia roh). Atau semacam dunia ide dalam filasafat Plato serta konsep mengenai surga dan neraka dalam agama-agama. Kesimpulannya adalah, dunia ini adalah dunia yang ada dengan sendirinya dan selain alam semesta ini tidak ada sesuatu yang lain. Segala masalah dalam alam semesta ada jawabannya pada alam semesta sendiri. Segala misteri dapat ditemukan rahasianya dalam alam semesta sendiri. Konsep ini jelas menolak Allah yang transenden serta menolak Dia sebagai Pencipta dan Pemelihara dunia ini.
Karena melihat bahwa ajaran kekristenan sulit dipertanggungjawabkan secara rasional (menurut orang-orang Modernisme dan Naturalisme), maka seseorang yang bernama Schleirmacher mengatakan bahwa masalah agama bukanlah masalah pertanggungjawaban secara rasional tetapi adalah masalah perasaan. Agama adalah perasaan kebergantungan yang mutlak (feeling of absolute dependence) kepada Allah. Schleirmacher kemudian dikenal sebagai bapak teologi Liberal.

Catatan:
Schleirmacher di sini jelas salah. Allah yang menciptakan manusia sebagai makhluk rasional dan logis, pada diri-Nya adalah Allah yang rasional dan logis. Tidak ada kontradiksi secara logika dalam diri Allah. Karena Allah adalah rasional dan logis, maka dia menciptakan alam semesta dan manusia juga secara rasional dan logis. Seluruh pengajaran Alkitab adalah rasional dan logis, dan jika saja manusia tidak memiliki akal yang terbatas maka seluruh firman yang kita baca dalam Alkitab dapat dipahami seluruhnya. Mengapa ada bagian-bagian tertentu yang kita rasa tidak masuk akal, sulit dimengerti atau bahkan kelihatan berkontradiksi? Karena akal kita terbatas untuk mengerti hal-hal tersebut. Akal kita diciptakan dan oleh karenanya memiliki kapasitas terbatas serta sudah dipolusi oleh dosa.

Berdasarkan presaposisi Modernisme dan Naturalisme, maka tokoh-tokoh higher criticism dan teolog Liberal Jerman seperti Wilhelm Herrmann dan Adolf von Harnack mengeritik Alkitab. Tak kalah kelirunya, demi membela iman Kristen dari pengaruh teologi Liberal tetapi tetap menggunakan presaposisi Modernisme, Karl Barth memunculkan apa yang dikenal sebagai teologi Neo-Ortodoks. Tetapi, karena menggunakan presaposisi Liberal, maka dia juga jatuh dalam penyimpangan yang sama. Teologinya bersifat sangat subyektif. Sebagai contoh, pandangannya tentang Alkitab. Menurut Barth Alkitab bukanlah Firman Allah, tetapi merupakan sebuah dokumen hasil tulisan orang-orang yang sudah memiliki pengalaman iman dengan Tuhan pada masa lalu. Namun Alkitab bisa menjadi Firman Allah jika kita mengalami encountering with God (perjumpaan dengan Allah) secara pribadi pada saat kita membacanya. Berbeda dengan pemahaman Barth, ajaran reformasi melihat Alkitab sebagai firman Tuhan secara obyektif. Alkitab adalah firman Allah karena memang Alkitab adalah firman Allah dan tidak bergantung kepada manusia apakah dia encountering with God pada saat membacanya atau tidak.
Pada dasarnya teologi Liberal maupun teologi Neo-Ortodoks atau pun teologi kontemporer lainnya adalah penolakan terhadap Allah dan firman-Nya, Alkitab. Lihat saja, betapa rusaknya gereja-gereja oleh teologi Liberal, di mana tidak ada lagi mimbar yang berkobar-kobar memberitakan Firman, persekutuan menjadi dingin, tidak adanya pemberitaan Injil secara verbal dan sebagainya. Mengapa gereja-gereja di Eropa sekarang banyak yang kosong, di antaranya ada yang dijadikan museum atau tempat hiburan? Inilah buah dari teologi Liberal dan teologi yang semacamnya. Pada dasarnya teologi dan semangat seperti ini adalah bersifat antikristus.

Filsafat Postmodern & budaya antikemapanan
Jika filsafat Modern memahami bahwa kebenaran bersifat mutlak dan obyektif, maka filsafat Postmodern memahami kebenaran sebagai bersifat subyektif, relatif dan parsial. Jika Modernisme mencari integrasi (kesatuan) dari segala hal, maka Postmodern boleh didefinisikan sebagai disintegrasi bagi segala hal.

Catatan:
Istilah universitas yang muncul pada zaman Modern sangat mencerminkan semangat kesatuan dari Modernisme. Kata universitas (university) berasal dari kata unity (kesatuan) dan diversity (keragaman). Artinya, di dalam disiplin ilmu yang beragam dalam universitas, tujuannya adalah satu yakni mencari kebenaran yang bersifat tunggal, obyektif dan mutlak.

Postmodern sangat alergi dengan pemahaman bahwa kebenaran adalah obyektif dan mutlak. Dalam dunia postmodern sekarang, orang Kristen sulit untuk memberitakan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan dan kebenaran dan hidup.
Jika kita teliti, maka semangat postmodern ini berakar pada filsafat eksistensialisme yang menekankan keberadaan dan pergumulan manusia dalam dunia ini. Schleirmacher (yang sudah disebut di atas), Kierkegaard dan Nietzsche, boleh dikatakan sebagai peletak fondasi Postmodernisme. Nietzsche secara khusus boleh kita sebut sebagai bapak postmodernisme. Filsafat eksistensial, sama seperti Modernisme, bersifat humanis. Karena berakar pada filsafat eksistensialisme, maka Postmodernisme sangat subyektif dan berpusat pada manusia.
Postmodern bersifat sangat anti tatanan dan kemapanan. Segala sesuatu dilakukan berdasarkan suasana hati atau mood. Ironis sekali bahwa Michel Foucault, seorang filsuf Postmodern, hidup secara demikian dan akhirnya mengalami nasib yang mengenaskan. Dia yang adalah seorang homoseks, memiliki hidup seksual yang bebas dan akhirnya menderita virus HIV-AIDS. Dia mati oleh penyakit tersebut. Lebih mengenaskan lagi, Nietzche (yang boleh dikatakan sebagai guru dari Foucault), memiliki kehidupan seksual yang liar (konon katanya dia bisa bermain dengan pelacur beberapa kali dalam sehari), pada duabelas tahun terakhir dari hidupnya menjadi gila oleh karena penyakit syphilis yang sudah naik ke otaknya. Memang Nietzsche hidup sangat konsisten dengan filsafatnya, di mana dia meneriakkan bahwa Allah, moralitas dan kekristenan sudah mati. Yang tersisa hanya manusia yang memiliki semangat the will to power (kehendak untuk berkuasa), dan pada gilirannya akan memunculkan superman. Bukannya menjadi superman, Nietzsche malah mati dalam penderitaan.
Jika kita teliti, banyak gereja sekarang sedang menuju ke kiblat yang sama dengan Postmodernisme. Kebaktian Minggu misalnya, tidak boleh memiliki bentuk yang mapan, karena kalau terlalu mapan, rasanya terlalu kaku dan tidak hidup. Ibadah harus bebas dan harus spontan. Liturgi menghambat pekerjaan Roh Kudus, begitulah pendapat mereka. Bodoh sekali! Mereka menghina kemapanan dengan mengatakan bahwa kebaktian harus bebas dan spontan. Bukankah jika mereka secara konsisten mengadakan kebaktian tanpa liturgi, serta bersifat bebas dan spontan dengan sendirinya itu merupakan hal yang mapan? Mereka mengeritik kemapanan sedang mereka sendiri mapan di dalam melakukan ibadah yang spontan dan bebas. Atau, mereka tanpa sadar, secara mapan setiap hari Minggu konsisten untuk beribadah, walaupun menolak ibadah yang mapan. Ini adalah bentuk penipuan.
Siapapun mereka yang menolak kemapanan, tanpa sadar sedang menggunakan kemapanan untuk menolak kemapanan. Seseorang yang berkata, “Aku tidak suka dengan hal-hal yang mapan,” sebenarnya sedang menggunakan kata-kata yang mapan dan tertib untuk mengatakan bahwa dia tidak suka hal-hal yang mapan. Mereka tidak menyukai yang mapan, tetapi diungkapkan dengan kata-kata yang mapan. Aneh juga!
Sangat sulit bagi kita untuk mengkomunikasikan prinsip-prinsip kebenaran yang bersifat mutlak dan transenden dalam gereja yang anti kemapanan. Jika orang Kristen sudah mengatakan bahwa pengalaman rohani menjadi standar, maka kekacauan akan menjadi norma dan jika kekacauan menjadi norma maka kekristenan dengan sendirinya akan hancur. Semangat anti kebenaran mutlak dan obyektif serta anti tatanan dan kemapanan pada dasarnya bersifat antikristus.

Minggu, 04 Oktober 2009

Alkitab Firman Allah

Oleh Muriwali Yanto Matalu

Ketika kita memulai doktrin Alkitab, kita diperhadapkan kepada beberapa presaposisi. Presaposisi-presaposisi itu adalah:
1. Alkitab berisi firman Allah, ( the Bible contain the word of God). Pernyataan ini adalah pernyataan orang-orang Liberal yang menolak hal yang bersifat supranatural, mis. mujizat yang telah dinyatakan Alkitab. Mereka menolak Kristus lahir dari anak dara Maria, Yesus membangkitkan orang mati dan lain-lain. Bagi mereka sebagian dari isi Alkitab adalah Firman Allah tetapi sebagian tidak. Ada lagi golongan lain seperti Bultman, yang menolak Alkitab sebagai Firman Allah dalam pengertian obyektif. Dia mengatakan bahwa ada bagian-bagian Alkitab yang berupa mitos yang perlu ditafsirkan kembali agar kita mendapatkan makna yang sesungguhnya dari mitos tersebut. Jadi, apakah sebuah kisah dalam Alkitab secara fakta sejarah benar atau salah, tidak terlalu penting. Yang penting adalah bagaimana mendapatkan makna yang sesungguhnya dari cerita tersebut. Pandangan ini salah, karena Alkitab bukanlah mitos tetapi benar-benar menceritakan fakta sejarah yang pernah terjadi.
2. Alkitab menjadi firman Allah, (the Bible become the Word of God). Pandangan ini adalah pandangan Neo-Ortodoks yang dimulai oleh Karl Barth. Dia berkata bahwa Alkitab adalah buku biasa yang berisi cerita tentang pergumulan iman orang-orang percaya pada zaman dahulu, baik PL maupun PB. Pada saat kita membaca Alkitab dan terjadi perjumpaan secara pribadi dengan Allah (encountering with God) sehingga ayat atau bagian yang kita baca benar-benar berbicara secara pribadi, maka pada saat itu Alkitab menjadi firman Allah. Pandangan ini juga salah karena menjadikan kebenaran firman Allah subyektif. Artinya apakah Alkitab itu firman Allah atau tidak, bergantung pada yang membacanya, apakah dia bertemu secara pribadi dengan Allah dalam pembacaan tersebut atau tidak. Pandangan ini mirip dengan pengajaran Kharismatik mengenai logos yakni firman yang ditulis dan rhema yakni firman yang berbicara secara pribadi kepada kita, pada saat membaca dan mendengarkan perkataan Alkitab. Teologi Reformed menerima bahwa seluruh bagian Alkitab berbicara kepada kita pada saat membaca dan mendengarkan dan mempelajarinya, karena seluruhnya adalah Firman Allah.
3. Alkitab adalah firman Allah, tetapi masih terbuka untuk wahyu baru. Wahyu baru masih diberikan Allah pada zaman ini melalui hamba-hamba Tuhan. Pandangan ini adalah pandangan golongan Kharismatik. Kesalahan pandangan ini adalah: a. Jika wahyu baru masih ada, maka posisi Alkitab menjadi tidak mutlak dan belum sempurna. Jika demikian, bagaimana mungkin Alkitab bisa menjadi standar iman pengajaran Kristen. b. Menerima adanya wahyu baru menjadikan kebenaran bersifat subyektif, karena masing-masing hamba Tuhan mengklaim mendapatkan wahyu dari Tuhan. Siapakah yang akan mengujinya? Jika golongan Kharismatik berkata bahwa Alkitab menjadi pengujinya, maka seharusnya wahyu baru tidak perlu, karena secara logis, kita harus memegang yang standar dan tidak memerlukan wahyu yang baru atau standar yang lain yang perlu diuji lagi oleh Alkitab. Pandangan Kharismatik ini sebenarnya adalah bentuk penolakan terhadap Alkitab yang sudah diwahyukan oleh Allah.
4. Alkitab bukan firman Allah, (the Bible is not the word of God). Pandangan ini adalah pandangan dari orang-orang liberal ekstrim dan juga dari agama-agama lain.
5. Alkitab adalah firman Allah, (the Bible is the Word of God). Pandangan ini adalah pandangan orang-orang Reformed dan golongan Injili. Alkitab adalah firman Allah karena seluruh bagiannya telah diwahyukan dan diinspirasikan oleh Allah. A. A. Hodge mengatakan bahwa, ada dua pendapat mengenai Alkitab ( waktu itu Neo-Ortodoks dan Gerakan Kharismatik belum ada) yaitu: Kitab Suci berisi Firman Allah (The Scripture contain the Word of God) dan Kitab Suci adalah firman Allah (the Scripture are the Word of God). Dia mengatakan bahwa jika Alkitab hanya mengandung (contain) Firman Allah, maka Alkitab tidak dapat menjadi hukum yang tidak dapat salah atas iman dan praktek, karena kita mengakui dua instrumen manusia dan dapat bersalah, 1) dari kritik tinggi (higher critisism) dan 2) hati nurani orang Kristen (Christian consciousness), untuk menetapkan elemen-elemen apakah yang hanya merupakan kata-kata manusia. Tetapi Gereja selalu memegang bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Hal ini berarti bahwa, walaupun kitab-kitab ini dihasilkan melalui agen manusia, Allah telah, 1) mengontrol sedemikian rupa kejadian atau terjadinya dan 2) mengesahkan sedemikian mutlak akibatnya, bahwa Alkitab dalam setiap kalimat dan setiap kata, baik dalam materi dan bentuknya (matter and form) adalah sungguh-sungguh Firman Allah yang disampaikan kepada kita.
Di bawah ini kita akan melihat apakah pengertian dari wahyu dan inspirasi.

PEWAHYUAN (REVELATION)
Menurut B.B. Warfield, English Bible (AV/KJV), memunculkan kata wahyu (reveal) sebanyak 51 kali, dalam PL 22 kali dan PB 29 kali. Kata ini dalam bahasa Ibraninya adalah galah yang arti dasarnya adalah ketelanjangan (nakedness). Jika dikenakan pada pewahyuan maka berarti menghilangkan rintangan untuk mengamati atau membuka penutup suatu obyek untuk mengamatinya. Kata yang mirip dengan istilah Ibrani di atas adalah apokalupto dalam bahasa Yunani yang berarti penyingkapan.
Berkenaan dengan Alkitab maka, pewahyuan (revelation) berarti penyingkapan kebenaran oleh Allah kepada para nabi PL dan rasul PB, untuk ditulis menjadi kitab-kitab seperti yang sudah terdapat dalam Alkitab.
Akibat dari pewahyuan adalah menjadikan para nabi dan para rasul lebih bijaksana sehingga mereka mengerti firman, kehendak, serta rencana Allah. Penulis Alkitab yang bukan nabi maupun rasul, seperti penulis kitab Ester (yang diperkirakan ditulis Mordekhai) atau Lukas penulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, tidak mendapat wahyu dari Tuhan, tetapi mendapatkan ilham sehingga mereka menulis. Hanya nabi dan rasul yang mendapatkan wahyu.
Beda pewahyuan dan pengilhaman adalah seperti yang dijelaskan oleh Charles Hodge berikut ini. Wahyu dan ilham pertama-tama berbeda dalam obyeknya. Obyek wahyu adalah pengkomunikasian pengetahuan, sedangkan obyek dari ilham adalah untuk mengamankan pengajaran. Konsekuensi dari perbedaan ini adalah timbulnya perbedaan yang kedua, yaitu dalam hal akibatnya. Akibat dari wahyu adalah menyebabkan penerima wahyu menjadi lebih bijaksana, sedangkan akibat dari ilham adalah menyebabkan penerima wahyu tadi dijaga dari kesalahan di dalam pengajarannya.

PENGILHAMAN (INSPIRATION)
Istilah ilham di dalam Alkitab diambil dari II Tim. 3:16. Di situ dikatakan : "Segala tulisan yang diilhamkan Allah.... ." Kata "diilhamkan Allah" di ayat tersebut berasal dari kata Yunani "Theo pneustos" yang berarti dihembuskan Allah. Penekanannya adalah 'dihembuskan keluar' (breath out) yang menunjukkan bahwa penulisan Alkitab adalah karya Allah yang menghembuskan keluar firman-Nya, untuk ditulis oleh manusia. Sebenarnya istilah ilham atau inspiration adalah istilah yang kurang tepat untuk hal ini, karena istilah tersebut lebih menunjuk kepada “menghirup kedalam”. Tetapi istilah ini sudah menjadi istilah teologi yang umum. Seharusnya istilah expiration lebih tepat untuk dipakai.
Warfield berkata bahwa istilah Theo pneustos tidak berarti diilhamkan dari Allah (inspired of God), atau dihembuskan ke dalam oleh Allah (breathed into by God), tetapi dihembuskan keluar oleh Allah (breathed out by God). Istilah ini menunjukkan bahwa Alkitab adalah sebuah produksi ilahi tanpa ada indikasi bagaimana Allah melakukannya di dalam memproduksinya.

Catatan:
Ada sekitar 4 kali Alkitab bersaksi tentang hembusan nafas Allah. Yang pertama ketika penciptaan manusia dan malaikat (kej. 2:7; Maz. 33:6). Hembusan ini adalah hembusan untuk memberi roh hidup ke dalam diri manusia dan malaikat. Ini adalah hembusan penciptaan. Hembusan kedua, terdapat dalam Yoh. 20:22, di mana Kristus menghembusi murid-murid dengan Roh Kudus. Hal ini berkenaan dengan pemberian Roh Kudus kepada gereja dan tentu berkaitan dengan baptisan Roh Kudus dan kelahiran kembali orang-orang pilihan Allah serta pengutusan para rasul untuk mendirikan Gereja Perjanjian Baru. Hembusan ketiga, dalam II Tim. 3:16, berkenaan dengan pemberian firman kepada orang-orang pilihan/gereja Tuhan. Mereka yang sudah diciptakan (hembusan I), tetapi sudah jatuh dalam dosa dan mati, dan yang sekarang telah dihidupkan kembali (hembusan II), harus diberi makan firman-Nya (hembusan III). Hembusan yang terakhir dalam II Tes. 2:8, merupakan hembusan bagi Iblis dan pengikutnya serta mereka yang tidak dipilih dan telah menolak Dia. Ini adalah hembusan murka-Nya, dimana musuh segala kebenaran dijatuhkan dan ditegakkannya kerajaan Allah yang kekal di dalam segala kepenuhan-Nya.

Fungsi dari pengilhaman adalah untuk mengamankan penulisan Alkitab dari kesalahan dan kesesatan. Semua penulis Alkitab, baik nabi-nabi atau rasul-rasul mau pun orang-orang yang berada di bawah wibawa mereka, menulis tanpa salah dan tidak sesat karena mendapat ilham dari Allah. Para nabi dan rasul mendapat wahyu dan ilham dari Allah, sedangkan penulis lain yang tidak termasuk ke dalam golongan nabi maupun rasul tetapi yang berada di bawah wibawa para rasul atau nabi, hanya mendapat ilham saja. Misalnya penulis kitab Ester yaitu Mordekhai di dalam PL dan penulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul yaitu Lukas di dalam PB.

Natur Pengilhaman (inspirasi)
Sekarang kita akan melihat natur dari pengilhaman. Menurut Berkhof, ada dua pandangan yang salah dalam hal ini, yaitu:
a. Pengilhaman mekanik. Pengilhaman mekanik adalah pemahaman bahwa Allah bertindak mendikte secara langsung para penulis Alkitab untuk menulis, dan mereka pasif dalam hal ini.
b. Pengilhaman dinamik. Pemahaman ini mengatakan bahwa mental dan kerohanian para penulis diangkat ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga mereka melihat hal-hal rohani dengan lebih jernih dan memiliki perasaan yang lebih dalam mengenai kerohanian mereka. Tetapi kedua pandangan ini salah, dan yang benar adalah pandangan dalam poin c berikut ini.
c. Pengilhaman organik. Pemahaman ini mengatakan bahwa Roh Kudus menggunakan cara organik ketika menggerakkan penulis Alkitab. Roh memakai mereka seperti apa adanya mereka, sesuai dengan karakter dan temperamen mereka, karunia dan bakat mereka, pendidikan dan budaya mereka, kata-kata dan gaya mereka. Roh Kudus mengiluminasikan kepada mereka, bahkan mengenai kata-kata apa yang mereka gunakan.
Karena itu kita bisa memberikan kesimpulan bahwa inspirasi organik berarti, Allah melalui Roh Kudus-Nya memberikan inspirasi (ilham) kepada penulis kitab-kitab dalam Alkitab sehingga mereka menulis tanpa salah dalam setiap katanya (lih. inspirasi verbal di bawah ini), tetapi tidak dengan cara mendikte satu persatu apa yang mereka harus tulis, melainkan memberikan kebebasan penuh atas keterlibatan penulis Alkitab, baik dalam hal pikiran dan karakter, situasi mereka ketika menulis, budaya mereka bahkan gaya penulisan mereka. Teologi Reformed memegang posisi ini.
W. Gary Crampton, menyebutkan sekitar 6 pandangan yang salah mengenai inspirasi, yaitu pandangan:
1. Dinamis (sama seperti kesalahan yang dinyatakan Berkhof di atas).
2. Parsial. Yaitu inspirasi pada bagian-bagian tertentu saja dalam Alkitab.
3. Konseptual. Bahwa yang diinspirasikan hanya konsep-konsep saja, bukan kata-katanya.
4. Alami. Bahwa para penulis hanya dianggap sebagai orang yang sangat jenius dan karya mereka tidak berasal dari Allah.
5. Dapat salah. Alkitab walaupun diinspirasikan, tetapi dapat salah.
6. Neo Ortodoks. Alkitab ditulis oleh manusia yang sudah jatuh, maka pasti mengandung kesalahan.

2. Keluasan Inspirasi
Mengenai keluasan dari pengilhaman Alkitab, ada satu pandangan yang salah berkenaan dengan hal ini yaitu pandangan inspirasi parsial seperti yang sudah saya kutip W. Gary Crampton di atas. Sedangkan dua istilah yang berikut adalah pandangan yang benar mengenai keluasan dari inspirasi, yaitu inspirasi secara keseluruhan (plenary inspiration)dan inspirasi verbal (verbal inspiration). Plenary inspiration adalah keyakinan bahwa seluruh bagian Alkitab diinspirasikan oleh Allah, seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam II Timotius 3:16 dan Petrus di dalam II Petrus 3: 16. Sedangkan Verbal inspiration adalah bahwa setiap kata dalam Alkitab diinspirasikan, sehingga tidak ada kata-kata yang salah atau sia-sia (tidak berarti).
Oleh karena seluruh bagian Alkitab dan juga kata demi kata diinspirasikan dan diwahyukan oleh Allah, maka Alkitab adalah firman Allah. Orang percaya harus menerima fakta bahwa seluruh bagian Alkitab, 39 kitab Perjanjian Lama, dan 27 kitab Perjanjian Baru, adalah firman Allah, karena dihembuskan keluar dari mulut Allah sendiri (theopneustos).

KETIDAKBERSALAHAN &KETIDAKTERSESATAN
Karena Alkitab diwahyukan dan diinspirasikan sepenuhnya oleh Allah, maka kaum Reformed dan orang-orang Injili berpendapat bahwa Alkitab adalah firman Allah. Kaum Reformed dan Injili, menerima ketidakbersalahan (inerrant) Alkitab serta layak dipercayanya atau ketidaktersesatan (infallible) Alkitab. Hal ini tentu di dalam teks aslinya (autographa). W. Gary Crampton mengatakan bahwa istilah infallible menyangkut otoritas Alkitab yang tanpa cacat, tanpa cela, mutlak dan mencakup seluruhnya, sedangkan istilah inerrant adalah bahwa Alkitab mempunyai kualitas yang bebas dari kesalahan. Alkitab bebas dari kemungkinan kesalahan; Alkitab tidak mungkin salah; Alkitab tidak mengatakan yang bertentangan dengan kenyataan; Alkitab mencatat sejarah dengan sempurna.

AUTHOGRAPHA
Pandangan Reformed dan Injili menekankan bahwa Alkitab yang tidak salah dan tidak menyesatkan (inerrant and infallible), tetapi semuanya sepakat bahwa hal ini hanya berlaku di dalam teks aslinya saja. Sedangkan salinan-salinan dan terjemahan, sangat mungkin terjadi kesalahan penulisan dan penerjemahannya. Permasalahan yang timbul dari hal ini adalah bahwa Alkitab yang authographa sudah tidak ada lagi, sedangkan yang tinggal hanya salinan-salinan. Jikalau yang asli sudah tidak ada, maka bagaimana bisa membuktikan bahwa salinan-salinan yang ada sekarang ini otoratif?
Frame berkata bahwa teolog Reformed tradisional telah berargumentasi mengenai ketidakbersalahan Alkitab hanya mencakup authographa bukan salinan-salinannya, sehingga banyak kalangan yang keberatan. Jika hal ini benar maka yang ada sekarang tidaklah infallible, melainkan hanya bisa cukup bisa diandalkan.
Mengenai hal ini Frame mengutip ilustrasi Van Til di dalam An Introduction to Systematic Theology, yaitu ilustrasi jembatan yang tertutup oleh air. Van Til mengatakan bahwa kita dapat mengemudi dengan aman di dalam air sedalam beberapa inci jika kita memiliki permukaan yang solid di bawah permukaan air tersebut. Menyatakan bahwa Alkitab bisa diandalkan meskipun tidak memiliki pengilhaman yang infallible, sama artinya dengan mengemudi melalui air, tidak membedakan apakah ada dasar yang solid atau tidak.
Tidak adanya autographa, tidak berarti bahwa Alkitab yang dipegang oleh orang percaya salah dan tidak otoratif. Benar bahwa Alkitab salinan dan terjemahan mungkin memiliki kesalahan penyalinan dan penerjemahan, tetapi tidak mempengaruhi konsep kebenaran utuh yang disampaikannya.
Kita memiliki tiga alasan untuk keyakinan ini, yakni:
1. Sekarang kita menemukan begitu banyak versi terjemahan. Jika seluruhnya dikumpulkan dan dibandingkan, maka jika ada salah satu versi yang secara menyolok berbeda dari semua versi lainnya dalam menyampaikan konsep kebenaran, maka versi tersebut layak untuk diragukan otoritasnya. Mis. Alkitab versi Saksi Yehovah. Sangat disayangkan bahwa ada golongan Reformed yang memiliki jiwa Fundamentalisme serta orang-orang Injili Fundamental tertentu, yang mengklaim bahwa versi King James adalah satu-satunya versi yang otoritatif. Ini sama sekali keliru. Versi King James juga ada kelemahannya. Sarjana Alkitab seperti Gordon Fee lebih mengunggulkan NIV ketimbang King James. Sebagai orang percaya, apapun versi terjemahan Alkitab kita, apakah itu King James, NIV, ASB, LAI atau yang lainnya, selama tetap setia menyampaikan seluruh konsep kebenaran yang menyangkut keAllahan dan kamanusiaan Kristus dan karya penebusan-Nya, Penciptaan dan kejatuhan manusia yang membutuhkan anugerah dan pertolongan Tuhan, Tritunggal dan doktrin pokok Kristen yang lainnya, tanpa mengabaikan kelemahannya, kita harus menerimanya sebagai firman Allah.
2. Jika kita sungguh-sungguh percaya bahwa Alkitab yang asli sungguh-sungguh ada, walaupun sekarang sudah hilang, maka seperti argumen Van Til di atas, kita mempunyai dasar yang solid untuk Alkitab yang kita pegang sekarang ini. Meragukan Alkitab yang kita pegang sekarang ini, sama artinya dengan menolak bahwa Alkitab yang authographa sungguh-sungguh ada. Dari manakah Alkitab yang sudah disalin dalam banyak versi dan diterjemahkan juga dalam banyak versi, yang secara keseluruhan menyampaikan konsep kebenaran yang sama, kalau tidak berasal dari satu sumber yang sungguh-sungguh ada? Menolak authographa adalah hal yang sangat mustahil. Ini sama halnya jika kita menolak bahwa kita seluruh ras manusia berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Adam. Darwin percaya bahwa kita dari monyet, tetapi teori ini dapat dengan mudah kita patahkan.
3. Jika kita percaya bahwa Alkitab adalah kitab yang dihembuskan oleh Allah atau bahwa Allah adalah penulis Alkitab, tidakkah Dia juga sanggup menjaga dan memelihara kitab yang sudah ditulis-Nya? Jikalau kita menerima kedaulatan Allah dalam segala hal, maka kita juga harus menerima kedaulatan-Nya terhadap Alkitab, baik dalam penulisannya maupun di dalam pemeliharaan akan keberlangsungannya selama Tuhan melihat bahwa Alkitab masih dibutuhkan oleh umat manusia.

KANONISASI
Salah satu hal yang paling penting di dalam membicarakan Alkitab adalah masalah kanonisasi. Kata kanon, seperti dikutip oleh F.F. Bruce dari R.P.C. Hanson, memiliki arti yang sederhana yaitu daftar buku yang dimuat di dalam Alkitab, atau di dalam konteks Kristen boleh didefinisikan kata itu sebagai daftar dari tulisan-tulisan gereja sebagai sebuah dokuman dari inspirasi ilahi.
Kata kanon berasal dari kata Yunani kanon yang berarti batang, tangkai atau tongkat, secara khusus tongkat yang lurus sebagai sebuah pengukur. Dari penggunaan ini datang arti lain yang umumnya terkandung di dalam bahasa Inggris 'rule' atau 'standard.'
Siapakah yang berhak mengumpulkan dan menentukan kitab-kitab dalam Alkitab seperti yang kita ketahui sekarang yakni 66 kitab, dan atas otoritas siapakah mereka melakukan hal itu? Ada satu prinsip yang sangat penting yang ditulis Paul Little di dalam bukunya Know What You Believe, yaitu bahwa di dalam proses kanonisasi harus disadari bahwa sebuah kitab adalah kitab yang diinspirasikan dengan menggolongkan kitab itu ke dalam kanon. Penggolongan ke dalam kanon hanyalah pengenalan otoritas sebuah kitab yang sudah dimilikinya.
Jika sebuah kertas berwarna putih, maka warna putih dari kertas tersebutlah yang membuat kita mengatakan bahwa kertas itu putih dan bukan karena kita mengatakan kertas itu berwarna putih sehingga menjadi putih. Demikianlah dengan proses kanonisasi. Bukan bapa-bapa gereja yang menentukan sebuah kitab masuk ke dalam kanon atau tidak. Mereka sama sekali tidak memiliki otoritas untuk itu. Tetapi kitab-kitab tersebutlah yang menyatakan diri mereka firman Allah. Bapa-bapa gereja hanyalah mengumpulkan mana kitab-kitab yang berotoritas ilahi dan menyisihkan mana yang tidak.
Alkitab Perjanjian Lama tidak terlalu bermasalah, karena seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama sudah diterima dan diakui oleh orang-orang Yahudi, sejumlah yang kita kenal sekarang. Bahkan sekitar tahun 70 sebelum masehi, sudah diterjemahkan oleh sekitar 70 ahli Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani, di kota Aleksandria, Mesir. Terjemahan tersebut disebut sebagai septuaginta (LXX).
Menurut W. Gary Crampton, kanon Perjanjian Lama sudah lengkap pada tahun 400 sebelum masehi, tetapi menurut Paul Little, kanon perjanjian Lama tidak diketahui dengan pasti kapan sudah lengkap.
Mengenai kanon Perjanjian Baru, H. Berkhof mengatakan bahwa kanon tersebut sudah ditetapkan kira-kira tahun 200 dan secara definitif tahun 380. Sedangkan menurut W. Gary Crampton, Kanonisasi terakhir terjadi pada tahun 397 masehi di konsili Kartago.
Crampton juga menyatakan bahwa Perjanjian Lama diterima oleh bapak-bapak gereja pada saat kanonisasi karena, kepenulisannya bersifat kenabian, penerimaan oleh agama dan orang Yahudi secara Historis dan konsistensi doktrin dalam keseluruhan Perjanjian Lama. Kemudian Perjanjian Baru juga sama yaitu, bersifat kerasulan, penerimaan oleh gereja mula-mula, dan konsistensi doktrin serta keselarasan Alkitab.
Dalam bukunya Little, seperti yang dikutipnya dari J.N. Birdsell, Canon of The New Testament, kanon Perjanjian Baru dikonfirmasikan pada saat konsili di Kartago tahun 397 dengan mengunakan tiga kriteria yaitu:
1. Apakah kitab itu bersifat kerasulan dari awalnya?
2. Apakah kitab itu digunakan dan dikenali oleh gereja-gereja?
3. Apakah kitab tersebut mengajarkan doktrin yang benar?
Yang pertama, apakah bersifat kerasulan atau tidak? Hal ini berarti bahwa kitab-kitab tersebut harus ditulis oleh rasul-rasul Yesus Kristus sendiri yaitu keduabelas rasul dan rasul Paulus (Yudas tentu tidak termasuk ke dalam golongan ini, jabatannya sudah diganti oleh Matias, Kis. 1:26), yang juga mendapat panggilan langsung dari Tuhan di dalam perjalanannya ke Damsyik, Kis. 9:3-6. Bandingkan juga dengan I&II Kor. 1:1;Gal. 1:1; Ef.1:1; I&II Tim.1:1; Tit.1:1.
Tetapi ada juga kitab-kitab yang tidak ditulis oleh rasul-rasul sendiri, seperti kitab Injil Markus yang ditulis Markus, Injil Lukas dan Kisah Para rasul yang ditulis oleh Lukas serta surat Yakobus dan Yudas yang ditulis oleh Yakobus dan Yudas saudara-saudara Tuhan Yesus. Mereka semua bukanlah rasul tetapi mereka menulis di bawah pengaruh rasul-rasul.
Markus pernah berada di bawah pengaruh Paulus karena pernah menyertai Paulus di dalam perjalanannya, yang menjadi penyebab perselisihan antara Paulus dan Barnabas. Kis. 15:37-40. Secara khusus ketika Markus menulis Injil Markus, dia berada di bawah pengaruh dan bimbingan rasul Petrus. Sedangkan Lukas adalah rekan Paulus. Tidak diragukan lagi bahwa dia berada di bawah pengaruh dan bimbingan Paulus. Yakobus dan Yudas yang pada awalnya tidak percaya kepada Yesus, Yoh. 7:3-5, pada akhirnya mereka menjadi percaya, dan sejak mula mereka berada bersama-sama rasul-rasul di Yerusalem, Kis. 1:14.
Mengenai kitab Ibrani, yang penulisnya tidak mencantumkan nama, jika Paulus yang menulisnya, tidak ada masalah. Tetapi Jika Apolos, seperti pendapat sebagian ahli PB, maka kita dapat berargumen bahwa dia berada di bawah pengaruh Paulus. Hal ini bisa kita lihat dari dua hal yaitu:
1. Paulus menyebut Apolos di dalam suratnya, yang secara tidak langsung meneguhkan pelayanan Apolos dan kedekatan Paulus dengannya. Pertama, di dalam I Kor. 3:4-6. Walaupun tulisan Paulus ini untuk mengecam dan menyelesaikan perselisihan jemaat Korintus, tetapi Paulus mengatakan bahwa dirinya yang menanam dan Apolos yang menyiram. Pernyataan ini langsung meneguhkan kredibilitas pelayanan Apolos. Kedua, I Kor. 16:12. Di dalam ayat ini Paulus menulis bahwa ia mendesak Apolos untuk datang ke Korintus. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki hubungan yang erat sekali di dalam pelayanan.
2. Konsep teologi Apolos pernah diluruskan oleh Priskila dan Akwila. Kita tahu bahwa Priskila dan Akwila adalah rekan pelayanan Paulus yang sangat dekat. Mereka dan Paulus, sama-sama pembuat tenda, Kis. 18:2-3. Doktrin atau teologi Priskila dan Akwila pasti dibentuk oleh pengajaran Paulus. Jadi, kedekatan antara Apolos dengan Priskila dan Akwila, menjadikan Apolos secara tidak langsung berada di bawah pengaruh bahkan bimbingan Paulus. Sehingga seandainya jika bukan Paulus yang menulis kitab Ibrani tetapi Apolos, maka tetap tidak menjadi masalah. Ke 27 kitab PB, lulus di dalam ujian yang pertama ini.
Yang Kedua, apakah kitab-kitab tersebut dikenali dan digunakan oleh gereja-gereja saat itu? Pengakuan adalah penting sekali. Jika sebuah kitab hanya diakui dan digunakan oleh sebuah jemaat saja, maka otoritas dari kitab tersebut patut dipertanyakan. Jika kitab itu sungguh-sungguh firman Allah, maka tentu dikenal dan digunakan secara luas oleh gereja-gereja saat itu. 27 kitab PB adalah kitab-kitab yang sudah lulus ujian ini.
Yang Ketiga, apakah kitab-kitab itu, mengajarkan doktrin yang benar? Banyak kitab-kitab apokrifa yang ditulis pada abad kedua, yang masih mirip dengan kanon, tetapi di dalamnya ada muatan-muatan ajaran gnostik dan panteisme. Itu sebabnya injil-injil palsu seperti injil Thomas, injil Yudas, injil Maria Magdalena dan lain-lain, bahkan yang muncul paling belakangan yaitu injil Barnabas, kita tolak. Tetapi, ke 27 kitab PB yang menjadi kanon, sangat sepakat di dalam doktrin yang disuarakannya. Itu sebabnya, kitab-kitab itu lulus juga pada ujian ini.



BEBERAPA PENDAPAT
Martin Luther
Althaus mengatakan bahwa kita tidak dapat mendiskusikan pengertian Luther mengenai iman tanpa mengacu kepada firman Allah, sebaliknya juga kita tidak dapat menbicarakan firman Allah tanpa mengacu iman. Ini berarti bahwa menurut Althaus, Luther sangat menekankan keterkaitan antara Alkitab dan iman. Selanjutnya Luther juga melihat bahwa seluruh Alkitab merupakan sebuah kesatuan besar dan hanya memiliki satu isi yaitu Kristus. Dia mengatakan seperti dikutip oleh Althaus bahwa tidak diragukan lagi, seluruh Alkitab menunjuk hanya kepada Kristus. Keluarkan Kristus dari Alkitab, maka apa lagi yang engkau akan temukan di dalamnya? Seluruh Alkitab hanya menulis tentang Kristus. Selanjutnya menurut Luther, Alkitab berisi baik Hukum Taurat maupun Injil, dan Kristus sendirilah penafsir dari Hukum Taurat. Sejauh mana Alkitab mengetengahkan Hukum Taurat, maka hal itu menarik manusia kepada Kristus.
Mengenai keabsahan atau otoritas Alkitab, Luther menghubungkan hal itu dengan isinya yaitu Kristus. Dia berkata bahwa jika Kristus adalah isi Alkitab, ini berarti bahwa di dalam Roh Kudus Kristus mengabsahkan diri-Nya kepada manusia sebagai satu-satunya kebenaran dan oleh karena itu mengabsahkan Kitab Suci.
Mengenai penafsiran Alkitab, Luther mengemukakan satu hukum penafsiran yang juga berlaku untuk semua buku yaitu, menafsirkan sesuai dengan jiwa dan semangat dari penulisnya. Karena semangat dari penulis dapat dikenal dari tulisan-tulisannya, maka hal ini berarti bahwa sebuah tulisan harus menafsirkan dirinya sendiri. Jika ini benar bagi semua buku maka berlaku juga bagi Alkitab. Alkitab adalah otoritas final dan hakim yang tertinggi. Jikalau otoritas-otoritas lain menjelaskan mengenai Alkitab, maka otoritas-otoritas itu juga mengabsahkan Alkitab, sehingga Alkitab akan hilang otoritas finalnya. Pengabsahan Alkitab atas dirinya sendiri juga meliputi penafsiran atas dirinya sendiri. Dengan demikian maka Luther menegakkan semboyan Alkitab ditafsirkan dengan Alkitab atau Alkitab menafsirkan dirinya sendiri.
Mengenai kaitan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Luther mengatakan bahwa hal ini dikarasteristikkan oleh baik kesatuan maupun perbedaan. Bagi Luther, perbedaan yang paling menentukan di dalam firman Allah adalah perbedaan antara Hukun Taurat dan Injil, tetapi perbedaan ini tidak lantas menunjukkan perbedaan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, karena hukum maupun Injil terkandung di dalam dua kitab tersebut.

John Calvin
John H. Leith mengutip pendapat B.B. Warfield di dalam bukunya Calvin and Calvinism, yang menurut Warfield, Calvin mengajarkan mengenai Alkitab yang bebas dari seluruh kesalahan. Ini berarti bahwa Calvin percaya ketidakbersalahan Alkitab, sebuah topik yang menjadi perdebatan antara orang-orang Modernisme dengan para teolog Old Princeton yang memuncak pada B.B. Warfield.
Calvin dalam Institutes buku yang pertama bab VII mengatakan bahwa Alkitab adalah satu-satunya rekaman di mana Allah senang untuk menyampaikan kebenaran-Nya sebagai peringatan yang kekal. Otoritas penuh yang mereka (maksudnya kitab-kitab dalam Alkitab) miliki tidak dapat dikenal jika tidak dipercayai datang dari sorga, sama langsungnya jika Allah telah terdengar mengatakannya kepada mereka. Dari kutipan ini, dapat disimpulkan bahwa otoritas Alkitab menurut Calvin diteguhkan oleh Allah sendiri sebagai pemberi Alkitab.
Selanjutnya dia mengatakan bahwa karena hanya Allah saja yang selayaknya memberi kesaksian terhadap firman-Nya, maka firman ini tidak mendapat penghargaan yang penuh di dalam hati manusia, sampai mereka dimeteraikan oleh kesaksian di dalam oleh Roh Kudus. Karena itu Roh yang sama yang berbicara melalui mulut para nabi, harus meresapi hati kita, supaya meyakinkan kita bahwa kitab-kitab itu setia dalam menyampaikan pesan yang mana mereka dipercaya secara ilahi. Jadi bagi Calvin, Alkitab dan kesaksian Roh Kudus di dalam hati orang percaya yang meneguhkan bahwa Alkitab adalah sungguh-sungguh firman Allah, tidak dapat dipisahkan. Alasannya adalah bahwa jika Roh Kudus yang memakai para penulis Alkitab sehingga mereka menuliskan firman-Nya, maka Roh Kudus pula yang memberikan kesaksian di dalam hati manusia bahwa Alkitab sungguh-sungguh firman Allah.
Mengenai pendapat Calvin ini, De Jonge memberikan penjelasan demikian:

... bagaimana "para rasul dan nabi " sebagai manusia yang fana dapat menulis sesuatu yang berwibawa sebagai firman Allah. Di sini Calvin menunjuk pada peran menentukan yang dimainkan oleh Roh Kudus. Roh Kuduslah yang menyakinkan orang bahwa Alkitab adalah firman Allah. Bahwa Alkitab adalah firman Allah, disaksikan dalam batin manusia oleh Roh Kudus sendiri. Tetapi, kalau demikian, bagaimana kita menerima kesaksian Roh Kudus yang batiniah, testimonium spiritus sancti internum (juga arcanum, rahasia) ini? Di sini Calvin diajak untuk bertindak secara bijaksana, sebab pada zamannya ada orang yang mengatakan bahwa Roh Kudus langsung bekerja dalam hati orang percaya, sehingga mereka sebenarnya tidak memerlukan firman Allah yang tertulis. Untuk menjawab kaum spiritualis (dari spiritus, Roh) ini, Calvin berkata bahwa Roh Kudus bersaksi melalui Alkitab, kata-kata yang ditulis oleh "para rasul dan nabi." Roh Kudus menggerakkan penulis-penulis Alkitab untuk menulis hal-hal yang bukan berasal dari mereka sendiri, malainkan dari Allah. Demikianlah kesaksian manusia menjadi kesaksian Roh Kudus. Dapat dikatakan juga bahwa Alkitab menjadi alat Roh Kudus untuk menyampaikan firman Allah. Kata-kata manusia di dalamnya dipakai oleh Roh Kudus untuk menyampaikan firman Allah, dan Roh kudus sekaligus menggerakkan hati para pembaca untuk memperoleh dari tulisan-tulisan manusiawi kebenaran ilahi.

Mengenai kaitan Alkitab dan kehidupan Kristen, Calvin berkata bahwa kebutuhan manusia untuk pengetahuan mengenai kehidupan Kristen ditemukan melalui wahyu Allah di dalam Yesus Kristus, di dalam Hukum Taurat dan Alkitab. Calvin secara bervariasi menunjukan bahwa ketiga hal tersebut adalah norma dari kehidupan Kristen, tetapi dia tidak memisahkan ketiganya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Yesus Kristus adalah penggenap Hukum Taurat dan pengakuan kita mengenai Yesus Kristus dan Hukum Taurat datang dari Alkitab.

Charles Hodge
Charles Hodge adalah seseorang profesor teologi di seminari Princeton pada abad 19. Dia mengatakan bahwa semua orang Protestan mengajarkan mengenai firman Allah yang ditulis di dalam Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai satu-satunya hukum yang tidak dapat salah bagi iman dan hidup. Berikut penjelasan Hodge atas pernyataan atas keyakinan Protestan di atas:
1) That the Scriptures of the Old and New Testaments are the Word of God, written under the inspiration of the Holy Spirit, and are therefore infallible, and of divine authority in all things pertaining to faith and practice, and consequently free from all error wether of doctrine, fact, or precept. 2) That they contain all the extant supernatural revelation of God designed to be a rule of faith and practice to His church. 3) That they are sufficiently perspicuous to be understood by the people, in the use of ordinary means and by the aid of the Holy Spirit, in all things necessary to faith or practice, without the need of any infallible interpreter.
Terjemahan bebas:
1) Bahwa kitab-kitab Perjanjian Lama dan Baru adalah firman Allah, ditulis di bawah inspirasi dari Roh Kudus, dan oleh karenanya sempurna, dan oleh otoritas ilahi di dalam segala hal berkenaan dengan iman dan praktek, dan akibatnya bebas dari segala kesalahan apakah itu doktrin, fakta, maupun ajaran. 2) Bahwa kitab-kitab itu mengandung semua wahyu supranatural Allah yang masih ada yang didesain untuk menjadi hukum atas iman dan praktek bagi gereja-Nya. 3) Bahwa kitab-kitab itu cukup jelas untuk dimengerti oleh manusia, di dalam penggunaannya yang biasa dan oleh pertolongan Roh Kudus, di dalam segala hal yang penting untuk iman maupun praktek, tanpa memerlukan seseorang penafsir yang tidak bersalah.

Hodge menyimpulkan bahwa ketidakbersalahan Alkitab dan otoritas ilahinya adalah berasal dari fakta bahwa Alkitab adalah firman Allah dan bahwa Alkitab adalah firman Allah karena diberikan melalui inspirasi Roh Kudus.

B.B. Warfield
Warfield memahami Alkitab sebagai perkataan Allah sendiri. Dia mengatakan bahwa ada dua golongan di dalam pasal-pasal Alkitab. Golongan yang pertama di mana pasal-pasal Alkitab tersebut berbicara seolah-olah mereka adalah Allah, dan golongan yang lain, Allah berbicara seolah-olah Dia adalah Alkitab. Di dalam keduanya, Allah dan Alkitab dibawa ke dalam hubungan ketika menunjukan bahwa dalam poin yang bersifat langsung dari otoritas tidak ada perbedaan dibuat di antara mereka.
Dia memberikan contoh mengenai kedua golongan di atas sebagai berikut, untuk golongan yang pertama dia mengambil Galatia 3: 8, "Dan Kitab Suci yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: "Olehmu segala bangsa akan diberkati." Kemudian dari Roma 9:17, "Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasa-Ku di dalam engkau, dan supaya nama-Ku dimashyurkan di seluruh bumi." Menurut Warfield kutipan-kutipan Alkitab di atas memperlihatkan kepada kita bahwa Alkitab berbicara seolah-olah mereka adalah Allah sendiri.
Kemudian golongan kedua, Warfield mengambil contoh sebagai berikut, Matius 19: 4, 5; Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging." Masih ada ayat-ayat lain lagi yang menjadi contoh golongan kedua ini yaitu Ibrani 3:7; Kisah Para Rasul 23 : 34, 35 dan lain-lain. Di dalam golongan yang kedua terlibat bahwa Allah sendiri bersikap seolah-olah Ia adalah Kitab Suci. Dari pendapat Warfield ini, kita bisa menyimpulkan bahwa menurutnya Alkitab adalah perkataan Allah sendiri.