Senin, 07 Desember 2009

YESUS: TUHAN & JURUSELAMAT SATU-SATUNYA

Oleh Muriwali Yanto Matalu

Natal tahun ini, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, terus-menerus diperingati oleh banyak orang. Mereka yang sungguh-sungguh percaya dan mencintai Yesus, yang kelahiran-Nya sebagai manusia dirayakan, menggunakan momen Natal untuk mengoreksi diri dan berjanji untuk melayani dan memuliakan Dia lebih baik lagi pada tahun berikutnya. Tetapi, banyak orang yang juga turut meramaikan perayaan Natal tanpa mengerti dengan jelas siapakah Yesus yang dirayakan kelahiran-Nya. Mereka yang demikian itulah yang cenderung menggunakan momen Natal untuk berpesta pora dan memuaskan berbagai-bagai nafsu jahat di dalam diri, dengan makan dan minum secara liar, bermabuk-mabukan dan berzinah.
Siapakah Yesus? Mari kita melihat arti nama Yesus Kristus. Pertama, istilah Yesus adalah istilah Yunani yang diterjemahkan dari istilah Ibrani Jehoshua atau Joshua atau Jeshua yang berarti to save atau menyelamatkan. Kuyper memiliki pengertian lain. Dia berkata bahwa Jehoshua berasal dari kata Jeho (Jehovah) dan Shua yang berarti menolong. Jadi Jehoshua berarti Yehovah menolong. Karena itu dapat disimpulkan bahwa nama Yesus berarti Yehovah menyelamatkan atau Yehovah menolong. Kedua, nama Kristus berasal dari istilah Ibrani Mashiach yang berarti “orang yang diurapi.” Jadi, Yesus Kristus berarti Yehovah menolong atau menyelamatkan umat-Nya melalui Dia yang Diurapi.
Tulisan ini merangkum pengajaran paling penting dari iman Kristen historis yang merupakan tinjauan filosofis dan teologis secara singkat mengenai Yesus Kristus, Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya. Namun sebelum saya menegakkan doktrin tentang Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya, terlebih dahulu saya menegakkan doktrin Allah Tritunggal, karena bagaimana pun, pengakuan iman kita mengatakan bahwa Yesus adalah Allah Pribadi kedua dari Tritunggal. Dia adalah Allah yang mengambil natur manusia.

Allah Tritunggal: kesatuan, keragaman & persekutuan
Allah yang diajarkan dalam Alkitab adalah bersifat Tritunggal. Ada begitu banyak ayat-ayat yang bertebaran dalam Alkitab mengenai Tritunggal, dan dengan sangat jelas dinyatakan dalam Matius 3:16-17. Menurut Alkitab, Allah adalah satu hakekat dan Allah yang satu hakekat itu memiliki tiga Pribadi yang berbeda-beda. Dalam Tritunggal inilah, prinsip kesatuan dan keragaman (yang mati-matian diselidiki para filsuf) dan persekutuan (yang diusahakan orang Kristen) mendapatkan jawaban yang tuntas.
Sebelum kita melihat kesatuan dan keragaman dalam Tritunggal secara khusus, kita terlebih dahulu melihat bahwa prinsip kesatuan dan keragaman merupakan prinsip yang mutlak ada pada Allah maupun ciptaan. Jika kita menekankan kesatuan atau yang ”satu” saja maka itu bukanlah apa-apa. Itu adalah nihil. Sebaliknya, jika kita hanya menekankan keragaman saja, maka itu hanyalah kekacauan atau bahkan nihil.
Saya akan mengemukakan satu contoh untuk hal ini agar menjadi lebih jelas. Sebuah buku memiliki kesatuan dan keragaman di dalam dirinya. Kesatuannya adalah bahwa buku itu adalah satu buku, sedangkan keragamannya adalah bahwa buku itu memiliki kulit, isi, lem dan benang perekatnya, serta tulisan-tulisan di dalamnya. Sekarang mari kita abaikan keragamannya dan hanya menekankan kesatuannya. Yang menjadi keragamannya adalah apa? Kulitnya. Lepaskan dan buanglah kulitnya. Apa lagi? Isinya. Lepaskan dan buanglah isinya. Apa lagi? Lem dan benang perekatnya. Lepaskan dan buanglah itu. Lepaskan dan buang semua yang ada padanya yang merupakan keragamannya. Apakah yang tersisa? Bukankah pada akhirnya kosong? Menekankan kesatuannya saja berarti kosong. Contoh lain, bayangkanlah bahwa seluruh dunia ini hanyalah air. Segala sesuatu hanya air saja, tak ada yang lain. Apa yang terjadi? Bukankah itu tidak berarti apa-apa? Itulah hasilnya jika segala sesuatu hanya satu dan tidak memiliki keragaman.
Sebaliknya, sekarang mari kita abaikan kesatuan dan kita hanya menekankan keragaman. Kembali kepada contoh buku tadi, pisahkan kulit dari isinya dan setiap apa yang menjadi keragamannya karena semua itu tidak boleh jadi satu. Bukankah kita sedang membuang kesatuannya? Pisahkan semuanya. Apa yang tersisa? Onggokan kertas, lem, benang dan sebagainya yang berserakan di lantai.
Tetapi, kita masih bisa melihat onggokan yang berserakan itu, karena onggokan itu masih memanfaatkan kesatuan. Apa yang menyatukan onggokan berserakan itu? Jawabnya tentu lantai. Sekarang mari kita buang lantainya (jika bisa), dan di manakah sekarang onggokan kertas, lem dan benang itu? Katakanlah, onggokan itu melayang-layang di udara. Tetapi onggokan itu masih melayang-layang, oleh karena ada udara yang menjadi pemersatunya sehingga onggokan itu masih kelihatan melayang-layang. Di sini kesatuan belum sama sekali dihilangkan. Sekarang katakanlah bahwa tidak ada udara dan tidak ada hal lain apa pun lagi yang menjadi wadah yang menyatukan onggokan tadi. Apakah yang tersisa? Bukankah pada akhirnya juga nihil?
Jadi, dari contoh ini kita sekarang tahu bahwa kesatuan dan keragaman yang eksis secara bersama-sama adalah mutlak bagi sebuah substansi yang bereksistensi. Tanpa unsur kesatuan dan keragaman maka semuanya kosong atau nihil.
Menarik sekali bahwa filsuf mula-mula Yunani mencari hakekat atau substansi dari alam semesta ini. Thales berkata bahwa unsur utama adalah air. Dalam hal ini Thales mencari kesatuan dari keragaman yang dilihatnya di dalam alam. Heraklitus berkata bahwa segala sesuatu berubah kecuali perubahan itu sendiri. Dia menekankan keragaman. Sedangkan Parmenidas berkata bahwa apa pun yang ada itu pasti ada, dengan demikian dia menyangkal perubahan. Dia menekankan kesatuan. Filsafat Modern mencari kesatuan atau makna tunggal dari keragaman, sedangkan filsafat Postmodern menekankan keragaman di atas kesatuan. Di dalam Allah Tritunggal, kesatuan dan keragaman yang digumulkan filsafat mendapatkan jawabannya secara tuntas.
Allah itu hanya satu, baik secara angka yang biasa disebut sebagai the numerical oneness of God atau the unity of God, maupun secara kualitas yang juga disebut the qualitative oneness of God atau the simplicity of God. Tetapi Allah yang satu itu memiliki keragaman pribadi. Di dalam Allah yang satu itu, eksis secara bersama-sama tiga pribadi yang berbeda-beda. Karena itu, di dalam kesatuan hakekat Allah yang tak terpisahkan, ada hubugan yang bersifat harmoni, hidup, kaya dan unik dari keragaman pribadi-Nya.
Prinsip penting mengenai kesatuan dan keragaman dalam diri Allah, tercermin dalam segala hal di alam semesta ini. Sebuah pohon misalnya memiliki akar, batang, cabang, carang dan daun serta buah. Tetapi walaupun terdiri dari kepelbagaian, di dalamnya ada satu kesatuan yang utuh. Sebuah rumah, sebuah lembaga, sistim tata surya kita atau apa saja yang ada dalam dunia ini, bahkan apa yang dicari oleh para filsuf dalam filsafat pasti mencerminkan prinsip kesatuan dan keragaman.
Relasi antara kesatuan dan keragaman dalam alam semesta ini bisa bersifat organik atau memiliki relasi yang hidup, bisa juga berupa relasi struktural atau bersifat mekanis. Tetapi faktanya adalah bahwa semua mencerminkan prinsip kesatuan dan keragaman. Dan fakta ini bagi saya, meneguhkan keyakinan saya akan doktrin Tritunggal, bahwa Allah sungguh-sungguh adalah Tritunggal karena ke-Tritunggalan-Nya direfleksikan oleh seluruh bagian dari alam semesta ini.

Catatan:
Mengatakan bahwa kesatuan dan keragaman Allah direfleksikan oleh seluruh alam semesta ini tidak sama dengan mengatakan bahwa kesatuan dan keragaman dari Tritunggal sama dengan apa yang ada dalam alam semesta. Perbedaan hal ini jelas. Di dalam Tritunggal, jika kita mengacu kepada salah satu saja keragaman-Nya, misalnya jika kita mengacu kepada Bapa saja, maka Bapa saja adalah keseluruhan Allah sepenuhnya. Begitu juga jika kita hanya mengacu kepada Anak, atau Roh Kudus saja. Tidak demikian dengan kesatuan dan keragaman alam semesta ini. Salah satu keragaman atau bagiannya, tidaklah mewakili seluruhnya. Misalnya, akar sebuah pohon bukanlah pohon itu secara keseluruhan. Yang saya ingin tekankan di sini hanyalah prinsip kesatuan dan keragaman (unity and diversity) yang terdapat di seluruh alam semesta ini, yang merefleksikan kesatuan dan keragaman dalam diri Allah Tritunggal.

Dari keragaman pribadi Tritunggal yang berada dalam satu kesatuan inilah terdapat satu persekutuan yang hidup, di mana masing-masing Pribadi saling bersekutu, saling berkomunikasi dan saling mengasihi satu dengan yang lainnya.
Keragaman Pribadi Tritunggal hanya tiga, tidak lebih dan tidak kurang. Hal ini disebabkan oleh karena sebuah persekutuan mutlak hanya memunculkan tiga pihak. Persekutuan kasih misalnya, bisa saja diwujudkan oleh hanya dua pihak, misalnya saya mengasihi isteri saya atau sebaliknya isteri saya mengasihi saya. Saya menjadi subyek dan isteri saya menjadi obyek atau sebaliknya. Tetapi relasi kasih yang hanya terdiri dari dua pihak ini belum sempurna, karena membutuhkan pihak ketiga yang mengamati, menyaksikan dan turut bersukacita atas hubungan kami. Pihak ketiga tersebut bisa teman-teman, keluarga, rekan pelayan dan sebagainya. Siapapun yang bukan saya dan bukan isteri saya, mereka semuanya digolongkan sebagai pihak ketiga. Di sini kita melihat dengan jelas bahwa persekutuan itu bersifat ketigaan (trinal).
Itu sebabnya angka tiga merupakan angka persekuatuan (fellowship) dan inilah yang menjadi alasan mengapa keragaman Pribadi Tritunggal hanya tiga, tidak kurang dan tidak lebih.

Yesus, Allah Pribadi kedua dari Tritunggal
Sekarang saya akan membahas tentang Yesus Kristus yang merupakan Pribadi kedua dari Tritunggal.
Teologi Liberal berkata bahwa Yesus hanyalah manusia biasa yang memiliki moral yang sangat tinggi. Saksi Yehovah berkata bahwa Yesus adalah Allah yang diciptakan oleh Allah Yehovah. Pernyataan saksi Yehovah ini mengandung kontradiksi. Jika Yesus adalah Allah yang “diciptakan” oleh Allah Yehovah maka pada dasarnya Dia bukan Allah tetapi ciptaan.
Saya akan memberikan beberapa argumen dari Alkitab yang membuktikan bahwa Yesus adalah Allah sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapat teologi Liberal maupun saksi Yehovah salah.
Pertama, istilah Allah dan Tuhan walaupun memiliki arti yang berbeda namun memiliki kesetaraan, karena baik Allah maupun Tuhan merupakan nama diri Tuhan Allah. Kedua nama itu ditujukan kepada Yesus juga. Dalam Alkitab, Yesus disebut sebagai Tuhan dan Allah. Sebagai contoh, baca Yoh. 20:28.
Istilah Elohim dalam bahasa Ibrani (PL) yang akar katanya mungkin berasal dari kata ’ul atau ’alah memiliki arti dilingkupi ketakutan (to be smitten with fear) yang menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang membangkitkan ketakutan atau kegentaran karena kebesaran dan keagungan-Nya. Istilah Elohim ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (PB) sebagai Theos, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai God, lalu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Allah.
Istilah Adonai dalam bahasa Ibrani (PL) yang memiliki arti memerintah (to rule) atau menghakimi (to judge) juga merupakan salah satu dari nama Tuhan yang menunjukkan bahwa Dia adalah Pemerintah dan Penghakim alam semesta ini. Istilah Adonai ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (PB) sebagai Kurios, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Lord dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Tuhan.
Nama Ehyeh asyer Ehyeh (YHWH - Yahweh) adalah nama Tuhan yang dinyatakannya kepada Musa dalam Kel. 3:14, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “Aku adalah Aku.” Oleh karena bagi orang Israel nama ini adalah nama yang paling sakral, maka mereka sangat menghargai nama Yahweh dan sangat ketakutan jika mereka keliru untuk menyebut atau menulisnya. Itu sebabnya seluruh kata YHWH dalam PL diganti dengan nama Adonai dalam kitab PL septuaginta (terjemahan PL ke dalam bahasa Yunani oleh 70 orang tua-tua Yahudi di Aleksandria, Mesir, kira-kira tahun 70 SM). Lalu diterjemahkan sebagai Kurios dalam bahasa Yunani, Lord dalam bahasa Inggris dan Tuhan dalam bahasa Indonesia.
Ada yang mengatakan bahwa Alkitab tidak menyebut Yesus sebagai Allah tetapi hanya disebut sebagai Tuhan. Pendapat ini sangat keliru karena Yesus disebut sebagai Allah oleh Yohanes secara terang-terangan dalam Injil Yoh. 1:1, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Tidak diragukan lagi, bahwa Firman yang dimaksud oleh Yohanes di sini adalah Yesus Kristus (baca dengan teliti Yoh. 1:14-51). Bukan hanya itu, dalam Yohanes 20:28, Thomas memanggil Yesus sebagai Tuhan dan Allah dan Yesus tidak menolak sebutan itu.
Kedua, Yesus menyetarakan diri dengan Dia yang bertemu dengan Musa dan yang memperkenalkan namanya sebagai Ehyeh asyer Ehyeh (YHWH) atau Aku adalah Aku (Indonesia), Kel. 3:14. Dengan apakah Yesus menyetarakan diri-Nya? Yesus menyetarakan diri-Nya dengan berkata: “Akulah roti hidup” (Yoh. 6:48); Akulah terang dunia;…” (Yoh. 8:12) “Akulah pintu;…”(Yoh.10:9); “Akulah gembala yang baik.” (Yoh.10:11); “Akulah kebangkitan dan hidup;…” (Yoh. 11:25); “…Akulah Guru dan Tuhan” (Yoh. 13:13); “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh.14:6); “Akulah pokok anggur yang benar…” (Yoh. 15:1). Ada sekitar delapan kali Yesus menyatakan Akulah…, dan dengan sendirinya Dia menyamakan diri dengan “Sang Aku adalah Aku” dalam Kel. 3:14.
Jelas sekali di sini bahwa Dialah Sang Firman yang berfirman kepada Musa dalam Kel. 3:14 dan juga yang berfirman “Aku adalah… “ sebanyak delapan kali dalam Injil Yohanes.
Allah Tritunggal dalam karya-Nya selalu dimengerti sebagai, segala sesuatu keluar Allah Bapa, melalui Firman (Allah Anak) dan di dalam Roh Kudus. Jadi oknum yang bertemu dengan Musa dan seluruh nabi-nabi PL dan rasul-rasul PB adalah Firman (Pribadi Kedua Tritunggal) yang melalui-Nya Allah Bapa berhubungan dengan makhluk-Nya.
Ketiga, Yesus mengampuni dosa selama Dia melakukan pelayanan-Nya (mis. Mrk 2:5,9-10). Secara logis, pihak yang berhak memberikan pengampunan kepada seseorang yang telah berbuat salah, hanyalah orang yang pernah dirugikan atau disakiti oleh orang yang bersalah tersebut dan pihak yang berikutnya adalah Tuhan Allah. Contoh, jika saya disakiti oleh katakanlah si Dul, maka yang berhak memberikan pengampunan kepada si Dul hanyalah saya dan juga hanya Tuhan Allah. Bukankah kelihatan lancang jika seseorang yang lain mengampuni kesalahan si Dul terhadap saya?
Sekarang kita melihat bahwa Yesus mengampuni dosa orang yang lumpuh dalam Injil Mrk 2:5. Kapankah orang lumpuh itu berbuat salah kepada Yesus? Tidak pernah. Jika Yesus hanyalah seorang manusia belaka maka Dia telah bertindak lancang dan sembarangan mengampuni dosa orang lumpuh tersebut. Jika Yesus tidak mempunyai hak untuk mengampuni dosa orang lumpuh tersebut, karena orang lumpuh itu tidak pernah bersalah terhadap-Nya, mengapa Yesus mengampuni dosanya? Jawabannya adalah, Yesus mengampuni dosa orang lumpuh itu karena Dia bukan hanya manusia saja tetapi Dia juga adalah Allah. Karena Dia adalah Allah maka segala kesalahan yang diperbuat oleh orang lumpuh itu sangat menyakiti hati-Nya. Setiap dosa dalam bentuk apa pun adalah pelanggaran terhadap hukum Allah. Yesus adalah Allah, oleh karena itu di dalam belas kasihan-Nya Dia mengampuni orang lumpuh itu.

Yesus, Allah yang mengambil natur manusia
Sekarang kita akan membahas tentang Yesus Pribadi kedua dari Tritunggal yang mengambil natur manusia. Dalam Yoh. 1:14 dikatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita. Kita harus berhati-hati dalam mengerti masalah ini. Jika Alkitab berkata bahwa Firman itu menjadi manusia, maka maksudnya bukan Firman itu berubah menjadi manusia, atau Allah berubah menjadi manusia sehingga Dia menjadi manusia dan berhenti menjadi Allah. Ini adalah pengertian yang menyesatkan. Hal ini juga tidak berarti bahwa setelah Allah menjadi manusia, maka Dia adalah Allah, di mana ke-Allahan-Nya juga sekaligus adalah kemanusian-Nya. Ini adalah pemahaman yang berkontradiksi. Jika kita berkata bahwa keilahian Yesus juga sekaligus menjadi kemanusiaan-Nya, maka ini adalah pengertian yang juga menyesatkan.
Ajaran Alkitab yang mengatakan bahwa Allah menjadi manusia, maksudnya adalah bahwa Allah yakni Pribadi kedua dari Tritunggal yang memiliki seluruh natur ke-Allahan, mengambil natur manusia 2000 tahun yang lalu ketika Dia turun ke dalam dunia. Setelah Dia lahir menjadi manusia, maka Pribadi kedua Tritunggal tersebut memiliki dua natur yang berbeda. Pertama natur Allah karena Dia memang Allah dan kedua setelah menjadi manusia Dia juga memiliki natur manusia. Jadi di sini kita melihat bahwa Yesus Kristus memiliki dua natur yang berbeda. Dia adalah Allah 100% dan Juga adalah manusia 100%. Kedua natur Kristus ini bersatu di dalam satu Pribadi, yaitu Pribadi kedua Allah Tritunggal, tetapi kedua natur ini tidak bercampur, tidak berubah tetapi bisa dibedakan dengan jelas, dan tidak terbagi atau terpisah.
Sebagai Allah, Yesus bisa melakukan mujisat. Dia bisa membangkitkan orang mati, mengampuni dosa manusia dan yang terpenting, di samping nabi-nabi PL dan rasul-rasul PB menyatakan bahwa Dia adalah Allah, maka Yesus sendiri pun menyatakan bahwa diri-Nya adalah Allah. Bandingkan dengan kata ”Akulah ...” dalam Injil Yohanes.
Sebaliknya, Yesus sebagai manusia yakni tubuh dan jiwanya, adalah diciptakan. Ini sangat konsisten dengan pernyataan Injil Matius yang menyatakan bahwa Maria mengadung dari Roh Kudus, Mat.1:20. Roh Kuduslah yang berkarya dalam penciptaan manusia Yesus Kristus. Ada orang-orang Kristen tertentu, bahkan pendeta-pendeta yang mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah tetapi mereka mengabaikan kemanusiaan-Nya. Kata mereka, ”Jika kita menyebut Yesus adalah manusia yang diciptakan maka kita menghujat Dia. Pada dasarnya pernyataan semacam ini adalah menyesatkan. Yohanes dalam surat I Yoh. 4:2&3 mengatakan bahwa orang yang tidak menerima Yesus yang sudah datang sebagai manusia adalah antikristus, I Yoh. 4:2.
Jika kita menekankan keilahian Yesus saja dan mengabaikan kemanusiaan-Nya adalah tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Sebaliknya, menekankan kemanusiaan Yesus saja dan menolak keilahian-Nya, itu juga tidak sesuai dengan ajaran Alkitab dan oleh karena itu sama sesatnya. Ajaran inilah yang dipromosikan oleh teologi liberal yang muncul di Jerman seperti yang diajarkan oleh Adolf Von Harnack dan Wilhelm Herrmann, kemudian yang muncul di Belanda pada ke sembilanbelas dalam diri orang-orang seperti Rauwenhoff, Scholten dan Abraham Kuenen, juga orang-orang modernisme dan liberal Amerika seperti Harry Emerson Fosdick dan yang lainnya.

Yesus, satu-satunya Juru Selamat
Yoh. 14:6 menegaskan bahwa Yesus adalah satu-satunya Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Apakah pernyataan Yesus tersebut benar? Apakah memang benar bahwa kebenaran bersifat eksklusif? Bagaimana dengan pandangan Postmodern yang mengatakan bahwa kebenaran bersifat relatif. Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan bahwa ada banyak jalan ke Roma? Apakah kebenaran bersifat eksklusif atau ada banyak kebenaran?
Kebenaran sejati bersifat mutlak dan eksklusif (satu-satunya). Karena kebenaran bersifat mutlak dan eksklusif, maka pernyataan Yesus dalam Yoh 14:6 adalah mutlak dan eksklusif.
Saudara, hukum kebenaran adalah either/or (salah satunya saja yang benar). Artinya, jika ada dua atau lebih pernyataan yang mengaku diri sebagai kebenaran tetapi saling bertentangan secara mutlak, maka tidak mungkin semuanya sama-sama benar. Di antara pernyataan yang bertentangan itu, hanya satu saja yang benar atau bisa jadi semuanya sama-sama salah.
Contoh, jika saya berkata bahwa kami sudah mempunyai tiga anak, dan sebaliknya isteri saya berkata bahwa kami belum memiliki anak, maka di antara kedua pernyataan ini hanya satu saja yang benar atau bisa jadi keduanya sama-sama salah. Menganggap bahwa pernyataan saya maupun pernyataan isteri saya sama-sama benarnya, adalah anggapan yang irasional. Hanya orang idiot atau orang gila yang memiliki anggapan demikian.
Jika pernyataan saya benar, maka secara otomatis pernyataan isteri saya pasti salah. Atau, bisa juga kami berdua sama-sama salah. Tetapi jika kami berdua sama-sama salah (ini terjadi jika kami sama-sama berbohong) maka tetap ada yang benar. Contoh, ternyata faktanya anak kami adalah satu orang, maka itulah yang benar.
Jadi, saudara bisa mengerti sekarang, bahwa kebenaran itu selalu muncul tersendiri dan bersifat eksklusif.
Filsafat Postmodern dan Pluralisme menekankan hukum both/and (kedua-duanya). Artinya, jika ada dua hal yang saling bertentangan secara mutlak maka kedua-duanya bisa sama-sama benarnya. Contoh, jika saya berkata kepada Amin bahwa saya adalah seorang yang tidak pernah berbuat dosa, lalu pada kesempatan lain saya berkata kepada Denny bahwa saya adalah seorang yang setiap saat berbuat dosa, walaupun kedua pernyataan ini bertentangan secara mutlak, namun menurut hukum both/and tetap bisa sama-sama benar.
Hukum both/and ini pada dasarnya irasional dan berkontradiksi pada dirinya. Hukum ini adalah hukum yang menghancurkan dirinya sendirinya.
Perhatikan, mereka yang memegang hukum both/and berkata bahwa kebenaran tidak bersifat eksklusif (bersifat either/or) tetapi bersifat both/and. Namun pernyataan ini mengandung unsur bunuh diri, karena jika mereka berkata bahwa both/and yang benar dan either/or salah, maka sebenarnya mereka sedang menggunakan hukum either/or untuk membenarkan teori both/and. Jika mereka konsisten dengan pemikiran both/and maka seharusnya hukum either/or juga harus diterima. Bukankah both/and mengatakan bahwa keduanya sama benarnya? Lagi pula, ketika mereka menegakkan superioritas cara berpikir both/and dan menjadikannya eksklusif maka secara tidak sadar mereka sedang menggugurkan hukum both/and dan menegakkan hukum either/or. Inilah kontradiksi dari cara pemikiran both/and.
Saudara, hukum kebenaran satu-satunya adalah either/or, karena kebenaran kapan pun dan di mana pun selalu bersifat eksklusif dan mutlak.
Berdasarkan konsistensi kebenaran yang bersifat eksklusif dan satu-satunya inilah Yesus Kristus dengan megah memproklamirkan bahwa diri-Nya adalah satu-satunya jalan dan kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6). Dialah kebenaran satu-satunya dan hanya Dia saja. Tidak ada yang lain.
Dia yang adalah satu-satunya jalan, membawa kita kepada Bapa di Surga dan tidak mungkin menyesatkan.
Dia yang adalah satu-satunya kebenaran, membawa kita mengerti kebenaran sejati.
Dia yang adalah satu-satunya hidup, memberikan kita hidup yang kekal dan sejati.

Bagaimana Yesus memberikan keselamatan?
Saudara, kita sudah berdosa dan harus mati dalam dosa kita (Rm. 3:23; 6:23). Tak satu pun di antara kita yang bisa menyelamatkan dirinya dari murka Allah, karena Tuhan berkata bahwa tidak ada seorang pun yang benar, Rm 3:10. Sementara kita semua sedang menunggu hukuman neraka, pengharapan datang dari Yesus Kristus.
Apakah yang dikerjakan Yesus? Pertama, Dia menjalani hidup yang taat tanpa cacat untuk bisa memberikan kita hidup yang kekal. Adam telah gagal di taman Eden dalam hal ketaatan akan perintah Tuhan, dan oleh ketidaktaatannya maka semua keturunannya menjadi orang berdosa dan harus mati, Rm. 5:12. Namun Alkitab mengatakan bahwa Adam kedua yakni Kristus, taat sampai mati bahkan sampai mati di atas kayu salib, Flp. 2:5-8. Oleh karena ketaatan Kristus akan seluruh tuntutan hukum Taurat, maka semua orang yang percaya kepada-Nya berbagian dalam ketaatan-Nya dan menerima hidup yang kekal. Jadi, oleh ketidaktaatan satu orang (Adam di taman Eden), kita semua menjadi orang berdosa, maka oleh ketaatan satu orang (Yesus Kristus), kita semua diselamatkan. Band. Rm. 5:17. Inilah misi yang pertama dari Yesus Kristus.
Tetapi, walaupun oleh karena ketaatan Kristus kita boleh mendapatkan hidup yang kekal, namun Alkitab berkata bahwa kita adalah orang-orang berdosa dan harus dihukum oleh karena dosa-dosa kita. Karena kita adalah orang berdosa, maka dosa menghalangi kita untuk mendapatkan manfaat dari ketaatan Kristus yaitu untuk menerima hidup yang kekal. Karena itu, maka terlebih dahulu penghalangnya, yaitu dosa, harus disingkirkan. Untuk menyingkirkan dosa, atau lebih tepatnya, untuk menghapus dosa-dosa kita, maka Yesus Kristus harus mati di atas kayu salib. Secara logis, semua orang berdosa harus dihukum. Penghukuman itu berarti dibuang ke neraka selama-lamanya. Karena Allah mengasihi manusia, maka Dia mengutus Anak-Nya untuk menjalani penghukuman menggantikan manusia berdosa. Lih. Yoh. 3:16. Jadi, keadilan Allah atau murka Allah, ditimpakan kepada Yesus demi menggantikan kita. Kematian-Nya di atas kayu salib untuk menggantikan hukuman kita inilah yang menjadi misi kedua dari Kristus.
Misi yang ketiga dari Yesus Kristus adalah menyatakan kerajaan Allah kepada kita. Itu sebabnya Yesus mengajarkan kepada kita nilai dan moral kerajaan Allah (terutama lihat khotbah di bukit dalam Matius pasal 5-7). Selanjutnya, Dia sebagai Raja kerajaan Allah, memberi makan orang yang lapar, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati dan sebagainya, yang membuktikan bahwa Dia adalah sungguh-sungguh Raja dari kerajaan Allah. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam kerajaan Allah yang dipimpin Yesus, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan dosa dan segala akibatnya yakni penderitaan dan kematian tidak memiliki tempat. Inilah pengharapan yang besar bagi kita. Pengharapan untuk hidup selama-lamanya dalam kerajaan Allah.

Penutup
Sudahkah saudara menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatmu secara pribadi? Jika belum, percaya dan terimalah Dia sekarang. Berdoalah demikian:
Bapa di surga, terima kasih atas anugerah-Mu. Saat ini, saya mau percaya dan menerima Anak-Mu Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatku.
Saya adalah orang berdosa, biarlah kiranya oleh pengorbanan Anak-Mu, dosaku dihapuskan.
Saya berdoa juga agar Roh-Mu yang Kudus, tinggal dalam hatiku selama-lamanya.
Terima kasih Tuhan atas anugerah keselamatan dari-Mu. Jadikanlah saya murid-Mu yang setia.
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, saya berdoa. Amin.

YESUS YANG TETAP SAMA

Oleh Warisman Harefa

Pendahuluan
Tiada yang lebih indah bagi orang-orang percaya menyambut perayaan Natal pada bulan Desember ini kecuali merenungkan keagungan pribadi Yesus yang tidak berubah. Sifat-Nya yang tetap sama menunjukkan keunikan diri-Nya yang berbeda dari siapapun tokoh-tokoh besar yang pernah muncul di dunia ini. Mungkin kita bertanya, bagaimana kita memahami bahwa Yesus tetap sama? Untuk mengawali topik ini, alangkah baiknya kita harus memiliki asumsi yang tepat bahwa ketika orang-orang Kristen mengakui bahwa Yesus tetap sama, itu bukan hanya suatu iman tetapi juga suatu proklamasi (pemberitaan). Kenapa ini penting? Ketika saya memikirkan hal ini semakin dalam, semakin saya menyadari bahwa suatu hal yang kontradiksi jika seseorang mengklaim bahwa ia tidak percaya pada sesuatu tetapi ternyata mengikatkan diri pada apa yang tidak dipercayainya itu. Dengan demikian, apabila kita menemukan kontradiksi dalam diri seseorang, itu menunjukkan kepalsuan dalam cara berpikirnya. Pandangan ini membawa kita pada arah yang sebaliknya, bahwa seluruh tindakan atau kebiasaan kita, diarahkan oleh pra-anggapan kita, atau sering disebut oleh para teolog sebagai: ’iman”. Inilah tepatnya, titik awal dan akhir dari cara pandang seseorang dalam memandang sekelilingnya dan bagaimana ia mengkonsepkan serta memberitakan apa yang diimaninya itu. Ronald Nash menyimpulkan hal ini, ”iman kita memiliki berita penting mengenai seluruh aspek kehidupan umat manusia yang harus dikabarkan. Jika seorang kristen telah mengerti secara sistematis bahwa pandangan-pandangan di luar Kekristenan juga merupakan wawasan-wawasan dunia, mereka akan memiliki posisi yang lebih baik untuk memberikan alasan secara rasional mengapa mereka memilih Kekristenan”.
Untuk membawa kita lebih maju menghayati keunikan sifat Tuhan Yesus yang tidak berubah ini, akan semakin melengkapi perenungan kita melihat iman dan proklamasi penulis kitab Ibrani yang memuat pengetahuan iman dari jemaat rasuli. Bunyinya sebagai berikut: ”Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini sampai selama-lamanya” (Ibrani 13:8). Konteks pengakuan iman jemaat ini mengimplikasikan bahwa pembaca surat ini terancam bahaya meninggalkan atau mengubah Yesus Kristus. Penulis mengingat bahaya ini merevitalisasi kebenaran sejati bahwa Yesus tidak berubah. Perubahan terhadap identitas Yesus mempertaruhkan identitas kekristenan sebagai orang-orang percaya yang dipanggil oleh Allah Tritunggal melalui Yesus Kristus. Sangat penting sekali ajaran ini bagi orang percaya untuk mengingatkan bahaya yang sedang mengancam identitas Kristus dan juga mengingatkan diri sendiri untuk memikirkan Yesus Kristus yang sama dengan cara yang sama walaupun dalam situasi, lingkungan, pikiran manusia yang berubah-ubah. Disinilah Yesus Kristus menempuh sejarah-Nya dalam tindakan umat Kristen mengkonseptualkan serta membahasakan imannya kepada Yesus Kristus yang tetap sama itu.

Pergeseran Paradigma Terhadap Yesus Kristus Dalam Sejarah
Jika kita kembali melihat masa lalu, usaha-usaha untuk mengubah Yesus begitu banyak. Usaha-usaha ini dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu: Pertama, yang mempersoalkan ke-Allah-an Yesus, dapat dilihat dalam beberapa aliran seperti: Adoptionisme, Arianisme, Socianisme. Kedua, yang mempersoalkan ke-Manusia-an Yesus, dapat dilihat dalam beberapa aliran seperti: Doketisme dan Apollinarisme. Ketiga, yang mempersoalkan hubungan kedua sifat Yesus, dapat dilihat dalam beberapa aliran seperti: Eutychianisme dan Nestorius.
Pada abad ke-19 dan 20 aliran Liberalisme muncul dan berusaha untuk mengubah Yesus. Aliran ini menolak segala hal yang bersifat supranatural termasuk ke-Allah-an Yesus. Walau mereka mengakui Yesus Kristus adalah Allah tetapi hanya dalam arti bahwa Ia memiliki pengetahuan yang sempurna tentang Allah dan dipersatukan dengan Allah dengan ketaatan moral-Nya. Pada dasarnya, Ia tidak berbeda dengan manusia kecuali dalam hal moral.
Pada masa kini, bangkitnya pluralisme agama-agama yang bercita-cita membangun dunia utopia, sangat tidak senang dengan Kristologi ortodoks. Eka Darmaputera menegaskan bahwa dogma-dogma yang bersifat ortodoks ini mutlak diperbaharui, karena teologi harus mengikuti perkembangan sejarah. Dengan kata lain, seluruh klaim-klaim kekristenan merupakan produk kebutuhan gereja pada zaman tertentu dan waktu tertentu. Maka, ketika melihat situasi Indonesia yang memiliki kemajemukan agama klaim-klaim ini tidak memadai lagi. Ciri-ciri orang Kristen yang memunculkan keberatan terhadap klaim finalitas Kristus sebagai suatu hasil pengaruh dari ’Shock of Similarity’. Dalam buku ”Mitos Keunikan Agama Kristus”, Paul F. Knitter melihat pengaruh ini sebagai suatu jembatan penyeberangan, yaitu pada waktu mereka menemukan prinsip-prinsip moral tertentu di dalam tulisan-tulisan non-Kristen, misalnya ungkapan etika Kong Hu Cu dan etika Kristen: jangan perlakukan orang lain dengan cara yang engkau sendiri tidak ingin orang lain memperlakukanmu. Mereka juga menemukan gagasan inkarnasi dari lord Ishvara dalam pribadi Krishna dari tradisi Hindu yang dicatat dalam buku suci mereka Bhagawadghita; versi Budha dan Islam dari ”Persaudaraan semua manusia. Kecenderungan perelativan keunikan kekristenan menjadi lebih diterima di kalangan kekristenan. Untuk mencapai tujuan yang disebut ”kebersamaan dalam damai” orang-orang yang memperjuangkan ”Teologi Religionum” lebih rela mengorbankan iman mereka.
Dari usaha-usaha manusia yang mencoba mengubah Yesus Kristus, maka Kristologi merupakan salah satu ajaran penting Kristen yang harus direvitalisasi. Seperti yang diproklamasikan oleh penulis Ibrani, ” Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini sampai selama-lamanya”. Mungkin yang menjadi pertanyaan kepada kita, dimana letak kesamaan Tuhan Yesus kemarin, hari ini dan sampai selama-lamanya, jika Ia sudah berinkarnasi dalam rupa manusia dan sekarang sudah duduk di sebelah kanan Allah Bapa? Sebelum melihat hal ini lebih jelas, ada baiknya kita awali pengertian ketidakberubahan itu. Dalam studi theologi, ketidakberubahan (atau sama artinya dengan Yesus tetap sama) didefenisikan sebagai Yesus Kristus tidak berubah dalam keberadaan-Nya, kesempurnaan, tujuan dan janji-Nya, namun Ia bisa bertindak dan merasa secara berbeda dalam situasi yang berbeda. Dari defenisi ini, ketika kita mengimani Yesus tetap sama berarti tidak sama dengan Yesus dalam keadaan yang mandeg. Sorotan yang sangat penting memahami ketidakberubahan Yesus adalah keberadaan-Nya karena hanya dengan fakta bahwa jika Yesus tetap sama dalam keberadaan-Nya, menegaskan perbedaan antara Pencipta dan ciptaan. Dan hanya dengan penegasan bahwa Yesus tetap sama dalam keberadaan-Nya akan mengakibatkan ketidakberubahan dalam kesempurnaan, tujuan dan janji-Nya. Oleh sebab itu, untuk memahami Yesus yang tetap sama adalah tetap dengan memahami keberadaan-Nya yang unik sebagai Allah-Manusia sempurna. Kajian ini juga akan menjawab usaha-usaha manusia yang mencoba mengubah Tuhan Yesus, yang kecenderungannya hanya dua, yaitu: pertama, ada yang hanya mengakui kemanusian-Nya. Kedua, ada yang hanya mengakui ke-Allah-an-Nya

Keberadaan Yesus Yang Tetap Sama
Bila berbicara keberadaan yang tetap sama, maka itu hanya tertuju kepada keberadaan yang supranatural. Kita tahu bahwa hukum ini melanggar hukum-hukum natural, dimana segala sesuatu berada dalam proses yang terus-menerus dan hanya perubahan itu sendiri yang tidak berubah. Tetapi ketika kita diperhadapkan terhadap keberadaan Yesus yang tetap sama kemarin, sekarang dan selama-lamanya, hanya satu pengakuan terhadap-Nya bahwa Ia adalah Allah yang tanpa dibatasi oleh waktu. Ada banyak penegasan logika terhadap pengakuan Yesus sebagai Allah dalam pertentangan hukum ini. Pertama, jika segala sesuatu adalah proses dan jika tidak ada sesuatu yang kekal, maka sesungguhnya kita tidak pernah mengetahui adanya perubahan itu sendiri. Kedua, perubahan itu sendiri tidak mungkin terjadi jika tidak ada yang tidak berubah.
Begitu banyak penjelasan penulis-penulis Alkitab menyaksikan pribadi Yesus. Berita ini sangat kuat dan akurat karena bukan hanya Perjanjian Baru yang menyaksikan-Nya tetapi ada suatu kesinambungan kesaksian Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru tentang pribadi Yesus. Kesinambungan kesaksian Alkitab ini akan menunjukkan kebenaran perkataan penulis Ibrani bahwa Yesus tetap sama baik kemarin, hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibr 11:8). Kesinambungan yang sangat menentukan disini adalah bahwa keberadaan dari Pribadi Kedua Allah Tritunggal ini tidak berubah, sekalipun masa inkarnasi bahkan pada kedatanganNya kedua kali, hanya Pribadi Kedua ini yang hanya mengenakan dua natur Allah-manusia walaupun natur manusia-Nya memiliki perbedaan kualitas pada masa pra-inkarnasi, masa inkarnasi, dan masa kedatangan-Nya kedua kali. Dari judul ”Yesus Tetap Sama” kita akan mengkaji secara sederhana tentang kesinambungan keberadaan Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal, baik natur Allah dan juga manusia-Nya yang unik.

1. Masa Pra-Inkarnasi
Masa pra-inkarnasi adalah keberadaan Yesus sebelum berinkarnasi. Sesungguhnya, Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan Yesus telah ada sebelum inkarnasi bahkan sebelum dunia dijadikan. Memang dalam Perjanjian Lama nama Yesus tidak pernah muncul tetapi bahwa keberadaan pribadi kedua dari Allah Tritunggal ini, selalu menjadi pusat pemberitaan seluruh sejarah Perjanjian Lama. Ada lebih satu pribadi di dalam ke-Allahan, kita sekali lagi menemukan perbedaan antara Jehovah sebagai utusan, seorang perantara dan Jehovah sebagai Dia yang mengutus, antara Bapa dan Putera, yang merupakan pribadi-pribadi yang kedudukan dan sama kekalnya.” Untuk memahami perbedaan ini dengan jelas, deskripsi Alkitab memberi penjelasan yang akurat. Dijelaskan oleh Allah sendiri bahwa seluruh kesaksian Alkitab mulai dari Musa, seluruh para nabi dan Mazmur hanya berpusat kepada Yesus sendiri (Lukas 24:44).
Hal ini dapat dipahami dalam setiap kali Allah datang kepada manusia, nama Malaikat Tuhan dan Tuhan sendiri dipakai silih berganti pada pribadi yang sama. Dengan mengetahui bahwa Malaikat Tuhan adalah Tuhan sendiri, maka dapat melihat kesinambungan antara penampakan Allah dalam Perjanjian Lama yang mengambil wujud manusia sementara dengan Yesus dalam Perjanjian Baru dengan mengambil natur manusia sempurna. Yohanes 1:18, “ tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada dipangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Dari ayat ini, sesungguhnya seluruh perjumpaan manusia dengan Tuhan dalam Perjanjian Lama adalah perjumpaan dengan pribadi kedua Allah Tritunggal yaitu Yesus yang berinkarnasi. Penampakkan diri Allah kepada manusia dikenal dengan “theophani”. Perjumpaan pribadi Allah dengan manusia mengimplikasikan bahwa Allah mengenakan natur manusia walaupun bersifat sementara. Tetapi hanya dengan pengakuan ini maka perjumpaan-Nya dengan Abraham, Hagar, Musa, Elia serta pergulatan-Nya dengan Yakub adalah peristiwa yang real. Maka, dapat disimpulkan bahwa Theophani selalu menunjuk penggenapannya kepada Allah yang berinkarnasi di tengah-tengah dunia.

2. Masa Inkarnasi
Kata inkarnasi berasal dari bahasa Inggris, yang terdiri dari dua kata: in, artinya di dalam dan carnal, artinya jasmaniah, badaniah. Jadi, inkarnasi diartikan masuk ke dalam jasmani atau daging melalui kelahiran-Nya dari perawan Maria. Kelahiran-Nya ini diawali oleh pemberitaan malaikat, “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah” (Luk 1:30). Inkarnasi Yesus ini merupakan pengajaran Kristen yang sangat penting. Karena hanya dengan memahami kelahiran supranatural-Nya maka seluruh kepribadian, pekerjaan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga merupakan hal yang mungkin. Atau dengan kata lain, hanya melalui inkarnasi saja Pribadi Kedua dapat memenuhi syarat sebagai Penebus, yang pada satu sisi adalah Allah yang sejati dan pada sisi yang lain adalah manusia yang sejati.
Pada penjelasan keberadaan Yesus pada masa pra-inkarnasi sebenarnya sudah memberitakan kepada kita tentang ke-Allah-an Yesus karena Malaikat Allah dalam PL adalah Yesus dalam PB. Namun pertanyaan yang muncul, apakah Yesus setelah berinkarnasi ke-Allah-an-Nya berhenti atau berkurang? Untuk menjawab hal ini, Alkitab memberikan uraian yang sangat akurat tentang keunikan keberadaan-Nya. Pertama, kedatangan-Nya telah dinubuatkan jauh sebelumnya. Mulai dari janji pertama di taman eden (Kej 3:15) yang disebut “protevengelium” dan seluruh pemberitaan para nabi (Luk 24:44). Ini semua menunjukkan bahwa Yesus yang datang itu adalah Allah yang menyelamatkan manusia. Tak ada satupun nubuatan tentang diri-Nya yang tidak tergenapi kecuali kedatangan-Nya kedua kali. Kedua, Yesus memiliki nama-nama Ilahi: Allah dan Tuhan, untuk menunjukkan bahwa Ia adalah pencipta langit dan bumi dan segala isinya, Mahakuasa dan Pemelihara atas ciptaanNya (Yohanes 1:1-3) dan menunjuk kepada Yahweh dalam Perjanjian Lama. Banyak nama-nama lain yang diberikan kepada-Nya yang menunjukkan bahwa Dia adalah Allah. Yesus berkata bahwa sebelum Abraham jadi, Dia telah ada (Yoh 8:58), ini menunjukkan kekekalanNya. Atau dalam ungkapan-Nya yang terkenal “Aku adalah” dalam Injil Yohanes: roti hidup (6:35), terang dunia (8:12), pintu (10:7), gembala yang baik (10:14), kebangkitan dan hidup (11:25), jalan dan kebenaran dan hidup (14:6), dan pokok anggur yang benar (15:1) yang diidentifikasi sejajar dengan ungkapan dalam Perjanjian Lama Aku Adalah Aku. Dan ungkapan nama Yesus yang sangat kuat adalah Aku adalah Alfa dan Omega (wahyu 1:8) yang menunjukkan keberadaan-Nya yang kekal yang setara dengan Allah. Ketiga, Yesus memiliki sifat-sifat Ilahi: Ia Mahatahu (Mar 2:8; Luk 7:36-50 Yoh 1:47, 4:17-18, 5:42, 6:64, 21:17). Ia Mahakuasa atas kematian, setan, dan alam (Yoh 4:50, 5:8, 9:6; Mat 8:3, 13, 15-16, 9:6,22, 28-30; 12:13; 14:36; 15:30;20:34, Mar 7:35, 8:23-25, Luk 13:13, 14:4, 17:14-19, Luk 7:15, Yoh 11:43, Mat 8:32, 9:33, 12:22, 15:28; 17:18; Luk 13:16, Mat 8:26, 14:19-21; 15;36-39; 21:18-20; Yoh 2:7-8). Ia kekal (Yoh 1:1,8:58; Luk 20:41-44). Ia Mahahadir (Mat 18:20; 28:20). Ia menerima penyembahan (Mat 2:2; 28:9; 28:17).
Gelar Yesus sebagai “Anak Manusia” sudah membuktikan bahwa Dia adalah manusia yang sempurna. Perjanjian Baru dengan jelas sekali mencatat pertumbuhan dan perkembangan Yesus. Yesus mengalami hukum pertumbuhan yang umum (Lukas 2:40). Ia mempunyai kebutuhan seperti manusia biasa: lapar, haus, tidur, dan lain-lain (Matius 4:2; 8:25). Yesus mengalami penderitaan (Ibrani 2:10,18). Dalam belajar dan mengenal kemanusiaan Yesus, harus diingat walaupun Ia adalah manusia sempurna tetapi Ia tidak berdosa seperti kita. Yesus Kristus memiliki kesempurnaan moral dan integritas.

3. Setelah Kenaikan-Nya Ke Surga Sampai Selama-Lamanya
Keadaan Kristus setelah naik ke surga sampai kedatangan-Nya kedua tidaklah dijelaskan oleh Alkitab secara detail. Hal ini berkaitan dengan kenyataan peristiwa kenaikan ke surga sampai kedatangan-Nya kedua merupakan komplemen penting dan kelengkapan kebangkitan. Berbicara dengan kenaikan ke surga sampai kedatangan-Nya kedua merupakan unsur penting dalam memahami keadaan pemuliaan Kristus. Hanya memahami keadaan Kristus yang dimuliakan mulai dari kebangkitan sampai kedatangan-nya dalam kemuliaan, kita bisa mendiskusikan keberadaan-Nya yang tetap sama.
Pembukaan Kisah Para Rasul, Lukas menggambarkan peristiwa kenaikan Yesus ke surga yang disaksikan oleh murid-murid-Nya (Kis 1:9-11). Kenaikan Yesus ke surga dapat diterangkan sebagai peristiwa yang kasat mata sampai awan menutupi-Nya dari pandangan mereka. Menurut Wayne Grudem menjelaskan peristiwa ini sebagai fakta bahwa Yesus memiliki tubuh kebangkitan sebagai tubuh yang hadir pada tempat tertentu pada waktu tertentu . Narasi kenaikan Yesus ke surga ini menunjukkan kepada kita bahwa Ia tetap memiliki dua natur dalam satu pribadi, kecuali bahwa natur itu sekarang berubah menuju kepada kemuliaan surgawi dan dengan sempurna disesuaikan dengan kehidupan sorgawi. Hal yang tak dapat disangkal adalah bahwa kenaikan Yesus Kristus memberikan kebenaran yang tidak dapat diubah tentang peristiwa sejarah tentang kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian. Dan juga menunjukkan bahwa Yesus bukanlah berasal dari dunia ini. Hanya yang datang dari surga yang tahu jalan kembali ke surga sehingga kenaikan Yesus ke surga menunjukkan bahwa Ia adalah Allah (Yoh 14:1-14).

Kesimpulan
Yesus Kristus adalah tetap sama, ini merupakan pengakuan iman orang percaya dan sekaligus pemberitaan kepada orang percaya kepada dunia. Ketidakberubahan keberadaan-Nya merupakan keunikan yang menunjukkan bahwa Ia adalah Anak Allah yang diutus sebagai satu-satunya Juruselamat. Oleh sebab itu, setiap orang percaya boleh gagal dalam melaksanakan mandat Allah, gereja boleh mengalami perubahan oleh perubahan zaman, tetapi Kristus yang tetap sama akan tetap tegak karena ke-Allah-an-Nya tidak bergantung pada pengakuan subjektif orang percaya. Maka, panggilan bagi setiap orang yang memahami ketidakberubahan Yesus ini adalah agar kita memikirkan Dia dengan cara yang sama walaupun kita sering mengalami perubahan.

Warisman Harefa, M.Th. (cand) adalah dosen STT SALEM Malang.