Minggu, 04 Oktober 2009

Alkitab Firman Allah

Oleh Muriwali Yanto Matalu

Ketika kita memulai doktrin Alkitab, kita diperhadapkan kepada beberapa presaposisi. Presaposisi-presaposisi itu adalah:
1. Alkitab berisi firman Allah, ( the Bible contain the word of God). Pernyataan ini adalah pernyataan orang-orang Liberal yang menolak hal yang bersifat supranatural, mis. mujizat yang telah dinyatakan Alkitab. Mereka menolak Kristus lahir dari anak dara Maria, Yesus membangkitkan orang mati dan lain-lain. Bagi mereka sebagian dari isi Alkitab adalah Firman Allah tetapi sebagian tidak. Ada lagi golongan lain seperti Bultman, yang menolak Alkitab sebagai Firman Allah dalam pengertian obyektif. Dia mengatakan bahwa ada bagian-bagian Alkitab yang berupa mitos yang perlu ditafsirkan kembali agar kita mendapatkan makna yang sesungguhnya dari mitos tersebut. Jadi, apakah sebuah kisah dalam Alkitab secara fakta sejarah benar atau salah, tidak terlalu penting. Yang penting adalah bagaimana mendapatkan makna yang sesungguhnya dari cerita tersebut. Pandangan ini salah, karena Alkitab bukanlah mitos tetapi benar-benar menceritakan fakta sejarah yang pernah terjadi.
2. Alkitab menjadi firman Allah, (the Bible become the Word of God). Pandangan ini adalah pandangan Neo-Ortodoks yang dimulai oleh Karl Barth. Dia berkata bahwa Alkitab adalah buku biasa yang berisi cerita tentang pergumulan iman orang-orang percaya pada zaman dahulu, baik PL maupun PB. Pada saat kita membaca Alkitab dan terjadi perjumpaan secara pribadi dengan Allah (encountering with God) sehingga ayat atau bagian yang kita baca benar-benar berbicara secara pribadi, maka pada saat itu Alkitab menjadi firman Allah. Pandangan ini juga salah karena menjadikan kebenaran firman Allah subyektif. Artinya apakah Alkitab itu firman Allah atau tidak, bergantung pada yang membacanya, apakah dia bertemu secara pribadi dengan Allah dalam pembacaan tersebut atau tidak. Pandangan ini mirip dengan pengajaran Kharismatik mengenai logos yakni firman yang ditulis dan rhema yakni firman yang berbicara secara pribadi kepada kita, pada saat membaca dan mendengarkan perkataan Alkitab. Teologi Reformed menerima bahwa seluruh bagian Alkitab berbicara kepada kita pada saat membaca dan mendengarkan dan mempelajarinya, karena seluruhnya adalah Firman Allah.
3. Alkitab adalah firman Allah, tetapi masih terbuka untuk wahyu baru. Wahyu baru masih diberikan Allah pada zaman ini melalui hamba-hamba Tuhan. Pandangan ini adalah pandangan golongan Kharismatik. Kesalahan pandangan ini adalah: a. Jika wahyu baru masih ada, maka posisi Alkitab menjadi tidak mutlak dan belum sempurna. Jika demikian, bagaimana mungkin Alkitab bisa menjadi standar iman pengajaran Kristen. b. Menerima adanya wahyu baru menjadikan kebenaran bersifat subyektif, karena masing-masing hamba Tuhan mengklaim mendapatkan wahyu dari Tuhan. Siapakah yang akan mengujinya? Jika golongan Kharismatik berkata bahwa Alkitab menjadi pengujinya, maka seharusnya wahyu baru tidak perlu, karena secara logis, kita harus memegang yang standar dan tidak memerlukan wahyu yang baru atau standar yang lain yang perlu diuji lagi oleh Alkitab. Pandangan Kharismatik ini sebenarnya adalah bentuk penolakan terhadap Alkitab yang sudah diwahyukan oleh Allah.
4. Alkitab bukan firman Allah, (the Bible is not the word of God). Pandangan ini adalah pandangan dari orang-orang liberal ekstrim dan juga dari agama-agama lain.
5. Alkitab adalah firman Allah, (the Bible is the Word of God). Pandangan ini adalah pandangan orang-orang Reformed dan golongan Injili. Alkitab adalah firman Allah karena seluruh bagiannya telah diwahyukan dan diinspirasikan oleh Allah. A. A. Hodge mengatakan bahwa, ada dua pendapat mengenai Alkitab ( waktu itu Neo-Ortodoks dan Gerakan Kharismatik belum ada) yaitu: Kitab Suci berisi Firman Allah (The Scripture contain the Word of God) dan Kitab Suci adalah firman Allah (the Scripture are the Word of God). Dia mengatakan bahwa jika Alkitab hanya mengandung (contain) Firman Allah, maka Alkitab tidak dapat menjadi hukum yang tidak dapat salah atas iman dan praktek, karena kita mengakui dua instrumen manusia dan dapat bersalah, 1) dari kritik tinggi (higher critisism) dan 2) hati nurani orang Kristen (Christian consciousness), untuk menetapkan elemen-elemen apakah yang hanya merupakan kata-kata manusia. Tetapi Gereja selalu memegang bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Hal ini berarti bahwa, walaupun kitab-kitab ini dihasilkan melalui agen manusia, Allah telah, 1) mengontrol sedemikian rupa kejadian atau terjadinya dan 2) mengesahkan sedemikian mutlak akibatnya, bahwa Alkitab dalam setiap kalimat dan setiap kata, baik dalam materi dan bentuknya (matter and form) adalah sungguh-sungguh Firman Allah yang disampaikan kepada kita.
Di bawah ini kita akan melihat apakah pengertian dari wahyu dan inspirasi.

PEWAHYUAN (REVELATION)
Menurut B.B. Warfield, English Bible (AV/KJV), memunculkan kata wahyu (reveal) sebanyak 51 kali, dalam PL 22 kali dan PB 29 kali. Kata ini dalam bahasa Ibraninya adalah galah yang arti dasarnya adalah ketelanjangan (nakedness). Jika dikenakan pada pewahyuan maka berarti menghilangkan rintangan untuk mengamati atau membuka penutup suatu obyek untuk mengamatinya. Kata yang mirip dengan istilah Ibrani di atas adalah apokalupto dalam bahasa Yunani yang berarti penyingkapan.
Berkenaan dengan Alkitab maka, pewahyuan (revelation) berarti penyingkapan kebenaran oleh Allah kepada para nabi PL dan rasul PB, untuk ditulis menjadi kitab-kitab seperti yang sudah terdapat dalam Alkitab.
Akibat dari pewahyuan adalah menjadikan para nabi dan para rasul lebih bijaksana sehingga mereka mengerti firman, kehendak, serta rencana Allah. Penulis Alkitab yang bukan nabi maupun rasul, seperti penulis kitab Ester (yang diperkirakan ditulis Mordekhai) atau Lukas penulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, tidak mendapat wahyu dari Tuhan, tetapi mendapatkan ilham sehingga mereka menulis. Hanya nabi dan rasul yang mendapatkan wahyu.
Beda pewahyuan dan pengilhaman adalah seperti yang dijelaskan oleh Charles Hodge berikut ini. Wahyu dan ilham pertama-tama berbeda dalam obyeknya. Obyek wahyu adalah pengkomunikasian pengetahuan, sedangkan obyek dari ilham adalah untuk mengamankan pengajaran. Konsekuensi dari perbedaan ini adalah timbulnya perbedaan yang kedua, yaitu dalam hal akibatnya. Akibat dari wahyu adalah menyebabkan penerima wahyu menjadi lebih bijaksana, sedangkan akibat dari ilham adalah menyebabkan penerima wahyu tadi dijaga dari kesalahan di dalam pengajarannya.

PENGILHAMAN (INSPIRATION)
Istilah ilham di dalam Alkitab diambil dari II Tim. 3:16. Di situ dikatakan : "Segala tulisan yang diilhamkan Allah.... ." Kata "diilhamkan Allah" di ayat tersebut berasal dari kata Yunani "Theo pneustos" yang berarti dihembuskan Allah. Penekanannya adalah 'dihembuskan keluar' (breath out) yang menunjukkan bahwa penulisan Alkitab adalah karya Allah yang menghembuskan keluar firman-Nya, untuk ditulis oleh manusia. Sebenarnya istilah ilham atau inspiration adalah istilah yang kurang tepat untuk hal ini, karena istilah tersebut lebih menunjuk kepada “menghirup kedalam”. Tetapi istilah ini sudah menjadi istilah teologi yang umum. Seharusnya istilah expiration lebih tepat untuk dipakai.
Warfield berkata bahwa istilah Theo pneustos tidak berarti diilhamkan dari Allah (inspired of God), atau dihembuskan ke dalam oleh Allah (breathed into by God), tetapi dihembuskan keluar oleh Allah (breathed out by God). Istilah ini menunjukkan bahwa Alkitab adalah sebuah produksi ilahi tanpa ada indikasi bagaimana Allah melakukannya di dalam memproduksinya.

Catatan:
Ada sekitar 4 kali Alkitab bersaksi tentang hembusan nafas Allah. Yang pertama ketika penciptaan manusia dan malaikat (kej. 2:7; Maz. 33:6). Hembusan ini adalah hembusan untuk memberi roh hidup ke dalam diri manusia dan malaikat. Ini adalah hembusan penciptaan. Hembusan kedua, terdapat dalam Yoh. 20:22, di mana Kristus menghembusi murid-murid dengan Roh Kudus. Hal ini berkenaan dengan pemberian Roh Kudus kepada gereja dan tentu berkaitan dengan baptisan Roh Kudus dan kelahiran kembali orang-orang pilihan Allah serta pengutusan para rasul untuk mendirikan Gereja Perjanjian Baru. Hembusan ketiga, dalam II Tim. 3:16, berkenaan dengan pemberian firman kepada orang-orang pilihan/gereja Tuhan. Mereka yang sudah diciptakan (hembusan I), tetapi sudah jatuh dalam dosa dan mati, dan yang sekarang telah dihidupkan kembali (hembusan II), harus diberi makan firman-Nya (hembusan III). Hembusan yang terakhir dalam II Tes. 2:8, merupakan hembusan bagi Iblis dan pengikutnya serta mereka yang tidak dipilih dan telah menolak Dia. Ini adalah hembusan murka-Nya, dimana musuh segala kebenaran dijatuhkan dan ditegakkannya kerajaan Allah yang kekal di dalam segala kepenuhan-Nya.

Fungsi dari pengilhaman adalah untuk mengamankan penulisan Alkitab dari kesalahan dan kesesatan. Semua penulis Alkitab, baik nabi-nabi atau rasul-rasul mau pun orang-orang yang berada di bawah wibawa mereka, menulis tanpa salah dan tidak sesat karena mendapat ilham dari Allah. Para nabi dan rasul mendapat wahyu dan ilham dari Allah, sedangkan penulis lain yang tidak termasuk ke dalam golongan nabi maupun rasul tetapi yang berada di bawah wibawa para rasul atau nabi, hanya mendapat ilham saja. Misalnya penulis kitab Ester yaitu Mordekhai di dalam PL dan penulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul yaitu Lukas di dalam PB.

Natur Pengilhaman (inspirasi)
Sekarang kita akan melihat natur dari pengilhaman. Menurut Berkhof, ada dua pandangan yang salah dalam hal ini, yaitu:
a. Pengilhaman mekanik. Pengilhaman mekanik adalah pemahaman bahwa Allah bertindak mendikte secara langsung para penulis Alkitab untuk menulis, dan mereka pasif dalam hal ini.
b. Pengilhaman dinamik. Pemahaman ini mengatakan bahwa mental dan kerohanian para penulis diangkat ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga mereka melihat hal-hal rohani dengan lebih jernih dan memiliki perasaan yang lebih dalam mengenai kerohanian mereka. Tetapi kedua pandangan ini salah, dan yang benar adalah pandangan dalam poin c berikut ini.
c. Pengilhaman organik. Pemahaman ini mengatakan bahwa Roh Kudus menggunakan cara organik ketika menggerakkan penulis Alkitab. Roh memakai mereka seperti apa adanya mereka, sesuai dengan karakter dan temperamen mereka, karunia dan bakat mereka, pendidikan dan budaya mereka, kata-kata dan gaya mereka. Roh Kudus mengiluminasikan kepada mereka, bahkan mengenai kata-kata apa yang mereka gunakan.
Karena itu kita bisa memberikan kesimpulan bahwa inspirasi organik berarti, Allah melalui Roh Kudus-Nya memberikan inspirasi (ilham) kepada penulis kitab-kitab dalam Alkitab sehingga mereka menulis tanpa salah dalam setiap katanya (lih. inspirasi verbal di bawah ini), tetapi tidak dengan cara mendikte satu persatu apa yang mereka harus tulis, melainkan memberikan kebebasan penuh atas keterlibatan penulis Alkitab, baik dalam hal pikiran dan karakter, situasi mereka ketika menulis, budaya mereka bahkan gaya penulisan mereka. Teologi Reformed memegang posisi ini.
W. Gary Crampton, menyebutkan sekitar 6 pandangan yang salah mengenai inspirasi, yaitu pandangan:
1. Dinamis (sama seperti kesalahan yang dinyatakan Berkhof di atas).
2. Parsial. Yaitu inspirasi pada bagian-bagian tertentu saja dalam Alkitab.
3. Konseptual. Bahwa yang diinspirasikan hanya konsep-konsep saja, bukan kata-katanya.
4. Alami. Bahwa para penulis hanya dianggap sebagai orang yang sangat jenius dan karya mereka tidak berasal dari Allah.
5. Dapat salah. Alkitab walaupun diinspirasikan, tetapi dapat salah.
6. Neo Ortodoks. Alkitab ditulis oleh manusia yang sudah jatuh, maka pasti mengandung kesalahan.

2. Keluasan Inspirasi
Mengenai keluasan dari pengilhaman Alkitab, ada satu pandangan yang salah berkenaan dengan hal ini yaitu pandangan inspirasi parsial seperti yang sudah saya kutip W. Gary Crampton di atas. Sedangkan dua istilah yang berikut adalah pandangan yang benar mengenai keluasan dari inspirasi, yaitu inspirasi secara keseluruhan (plenary inspiration)dan inspirasi verbal (verbal inspiration). Plenary inspiration adalah keyakinan bahwa seluruh bagian Alkitab diinspirasikan oleh Allah, seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam II Timotius 3:16 dan Petrus di dalam II Petrus 3: 16. Sedangkan Verbal inspiration adalah bahwa setiap kata dalam Alkitab diinspirasikan, sehingga tidak ada kata-kata yang salah atau sia-sia (tidak berarti).
Oleh karena seluruh bagian Alkitab dan juga kata demi kata diinspirasikan dan diwahyukan oleh Allah, maka Alkitab adalah firman Allah. Orang percaya harus menerima fakta bahwa seluruh bagian Alkitab, 39 kitab Perjanjian Lama, dan 27 kitab Perjanjian Baru, adalah firman Allah, karena dihembuskan keluar dari mulut Allah sendiri (theopneustos).

KETIDAKBERSALAHAN &KETIDAKTERSESATAN
Karena Alkitab diwahyukan dan diinspirasikan sepenuhnya oleh Allah, maka kaum Reformed dan orang-orang Injili berpendapat bahwa Alkitab adalah firman Allah. Kaum Reformed dan Injili, menerima ketidakbersalahan (inerrant) Alkitab serta layak dipercayanya atau ketidaktersesatan (infallible) Alkitab. Hal ini tentu di dalam teks aslinya (autographa). W. Gary Crampton mengatakan bahwa istilah infallible menyangkut otoritas Alkitab yang tanpa cacat, tanpa cela, mutlak dan mencakup seluruhnya, sedangkan istilah inerrant adalah bahwa Alkitab mempunyai kualitas yang bebas dari kesalahan. Alkitab bebas dari kemungkinan kesalahan; Alkitab tidak mungkin salah; Alkitab tidak mengatakan yang bertentangan dengan kenyataan; Alkitab mencatat sejarah dengan sempurna.

AUTHOGRAPHA
Pandangan Reformed dan Injili menekankan bahwa Alkitab yang tidak salah dan tidak menyesatkan (inerrant and infallible), tetapi semuanya sepakat bahwa hal ini hanya berlaku di dalam teks aslinya saja. Sedangkan salinan-salinan dan terjemahan, sangat mungkin terjadi kesalahan penulisan dan penerjemahannya. Permasalahan yang timbul dari hal ini adalah bahwa Alkitab yang authographa sudah tidak ada lagi, sedangkan yang tinggal hanya salinan-salinan. Jikalau yang asli sudah tidak ada, maka bagaimana bisa membuktikan bahwa salinan-salinan yang ada sekarang ini otoratif?
Frame berkata bahwa teolog Reformed tradisional telah berargumentasi mengenai ketidakbersalahan Alkitab hanya mencakup authographa bukan salinan-salinannya, sehingga banyak kalangan yang keberatan. Jika hal ini benar maka yang ada sekarang tidaklah infallible, melainkan hanya bisa cukup bisa diandalkan.
Mengenai hal ini Frame mengutip ilustrasi Van Til di dalam An Introduction to Systematic Theology, yaitu ilustrasi jembatan yang tertutup oleh air. Van Til mengatakan bahwa kita dapat mengemudi dengan aman di dalam air sedalam beberapa inci jika kita memiliki permukaan yang solid di bawah permukaan air tersebut. Menyatakan bahwa Alkitab bisa diandalkan meskipun tidak memiliki pengilhaman yang infallible, sama artinya dengan mengemudi melalui air, tidak membedakan apakah ada dasar yang solid atau tidak.
Tidak adanya autographa, tidak berarti bahwa Alkitab yang dipegang oleh orang percaya salah dan tidak otoratif. Benar bahwa Alkitab salinan dan terjemahan mungkin memiliki kesalahan penyalinan dan penerjemahan, tetapi tidak mempengaruhi konsep kebenaran utuh yang disampaikannya.
Kita memiliki tiga alasan untuk keyakinan ini, yakni:
1. Sekarang kita menemukan begitu banyak versi terjemahan. Jika seluruhnya dikumpulkan dan dibandingkan, maka jika ada salah satu versi yang secara menyolok berbeda dari semua versi lainnya dalam menyampaikan konsep kebenaran, maka versi tersebut layak untuk diragukan otoritasnya. Mis. Alkitab versi Saksi Yehovah. Sangat disayangkan bahwa ada golongan Reformed yang memiliki jiwa Fundamentalisme serta orang-orang Injili Fundamental tertentu, yang mengklaim bahwa versi King James adalah satu-satunya versi yang otoritatif. Ini sama sekali keliru. Versi King James juga ada kelemahannya. Sarjana Alkitab seperti Gordon Fee lebih mengunggulkan NIV ketimbang King James. Sebagai orang percaya, apapun versi terjemahan Alkitab kita, apakah itu King James, NIV, ASB, LAI atau yang lainnya, selama tetap setia menyampaikan seluruh konsep kebenaran yang menyangkut keAllahan dan kamanusiaan Kristus dan karya penebusan-Nya, Penciptaan dan kejatuhan manusia yang membutuhkan anugerah dan pertolongan Tuhan, Tritunggal dan doktrin pokok Kristen yang lainnya, tanpa mengabaikan kelemahannya, kita harus menerimanya sebagai firman Allah.
2. Jika kita sungguh-sungguh percaya bahwa Alkitab yang asli sungguh-sungguh ada, walaupun sekarang sudah hilang, maka seperti argumen Van Til di atas, kita mempunyai dasar yang solid untuk Alkitab yang kita pegang sekarang ini. Meragukan Alkitab yang kita pegang sekarang ini, sama artinya dengan menolak bahwa Alkitab yang authographa sungguh-sungguh ada. Dari manakah Alkitab yang sudah disalin dalam banyak versi dan diterjemahkan juga dalam banyak versi, yang secara keseluruhan menyampaikan konsep kebenaran yang sama, kalau tidak berasal dari satu sumber yang sungguh-sungguh ada? Menolak authographa adalah hal yang sangat mustahil. Ini sama halnya jika kita menolak bahwa kita seluruh ras manusia berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Adam. Darwin percaya bahwa kita dari monyet, tetapi teori ini dapat dengan mudah kita patahkan.
3. Jika kita percaya bahwa Alkitab adalah kitab yang dihembuskan oleh Allah atau bahwa Allah adalah penulis Alkitab, tidakkah Dia juga sanggup menjaga dan memelihara kitab yang sudah ditulis-Nya? Jikalau kita menerima kedaulatan Allah dalam segala hal, maka kita juga harus menerima kedaulatan-Nya terhadap Alkitab, baik dalam penulisannya maupun di dalam pemeliharaan akan keberlangsungannya selama Tuhan melihat bahwa Alkitab masih dibutuhkan oleh umat manusia.

KANONISASI
Salah satu hal yang paling penting di dalam membicarakan Alkitab adalah masalah kanonisasi. Kata kanon, seperti dikutip oleh F.F. Bruce dari R.P.C. Hanson, memiliki arti yang sederhana yaitu daftar buku yang dimuat di dalam Alkitab, atau di dalam konteks Kristen boleh didefinisikan kata itu sebagai daftar dari tulisan-tulisan gereja sebagai sebuah dokuman dari inspirasi ilahi.
Kata kanon berasal dari kata Yunani kanon yang berarti batang, tangkai atau tongkat, secara khusus tongkat yang lurus sebagai sebuah pengukur. Dari penggunaan ini datang arti lain yang umumnya terkandung di dalam bahasa Inggris 'rule' atau 'standard.'
Siapakah yang berhak mengumpulkan dan menentukan kitab-kitab dalam Alkitab seperti yang kita ketahui sekarang yakni 66 kitab, dan atas otoritas siapakah mereka melakukan hal itu? Ada satu prinsip yang sangat penting yang ditulis Paul Little di dalam bukunya Know What You Believe, yaitu bahwa di dalam proses kanonisasi harus disadari bahwa sebuah kitab adalah kitab yang diinspirasikan dengan menggolongkan kitab itu ke dalam kanon. Penggolongan ke dalam kanon hanyalah pengenalan otoritas sebuah kitab yang sudah dimilikinya.
Jika sebuah kertas berwarna putih, maka warna putih dari kertas tersebutlah yang membuat kita mengatakan bahwa kertas itu putih dan bukan karena kita mengatakan kertas itu berwarna putih sehingga menjadi putih. Demikianlah dengan proses kanonisasi. Bukan bapa-bapa gereja yang menentukan sebuah kitab masuk ke dalam kanon atau tidak. Mereka sama sekali tidak memiliki otoritas untuk itu. Tetapi kitab-kitab tersebutlah yang menyatakan diri mereka firman Allah. Bapa-bapa gereja hanyalah mengumpulkan mana kitab-kitab yang berotoritas ilahi dan menyisihkan mana yang tidak.
Alkitab Perjanjian Lama tidak terlalu bermasalah, karena seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama sudah diterima dan diakui oleh orang-orang Yahudi, sejumlah yang kita kenal sekarang. Bahkan sekitar tahun 70 sebelum masehi, sudah diterjemahkan oleh sekitar 70 ahli Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani, di kota Aleksandria, Mesir. Terjemahan tersebut disebut sebagai septuaginta (LXX).
Menurut W. Gary Crampton, kanon Perjanjian Lama sudah lengkap pada tahun 400 sebelum masehi, tetapi menurut Paul Little, kanon perjanjian Lama tidak diketahui dengan pasti kapan sudah lengkap.
Mengenai kanon Perjanjian Baru, H. Berkhof mengatakan bahwa kanon tersebut sudah ditetapkan kira-kira tahun 200 dan secara definitif tahun 380. Sedangkan menurut W. Gary Crampton, Kanonisasi terakhir terjadi pada tahun 397 masehi di konsili Kartago.
Crampton juga menyatakan bahwa Perjanjian Lama diterima oleh bapak-bapak gereja pada saat kanonisasi karena, kepenulisannya bersifat kenabian, penerimaan oleh agama dan orang Yahudi secara Historis dan konsistensi doktrin dalam keseluruhan Perjanjian Lama. Kemudian Perjanjian Baru juga sama yaitu, bersifat kerasulan, penerimaan oleh gereja mula-mula, dan konsistensi doktrin serta keselarasan Alkitab.
Dalam bukunya Little, seperti yang dikutipnya dari J.N. Birdsell, Canon of The New Testament, kanon Perjanjian Baru dikonfirmasikan pada saat konsili di Kartago tahun 397 dengan mengunakan tiga kriteria yaitu:
1. Apakah kitab itu bersifat kerasulan dari awalnya?
2. Apakah kitab itu digunakan dan dikenali oleh gereja-gereja?
3. Apakah kitab tersebut mengajarkan doktrin yang benar?
Yang pertama, apakah bersifat kerasulan atau tidak? Hal ini berarti bahwa kitab-kitab tersebut harus ditulis oleh rasul-rasul Yesus Kristus sendiri yaitu keduabelas rasul dan rasul Paulus (Yudas tentu tidak termasuk ke dalam golongan ini, jabatannya sudah diganti oleh Matias, Kis. 1:26), yang juga mendapat panggilan langsung dari Tuhan di dalam perjalanannya ke Damsyik, Kis. 9:3-6. Bandingkan juga dengan I&II Kor. 1:1;Gal. 1:1; Ef.1:1; I&II Tim.1:1; Tit.1:1.
Tetapi ada juga kitab-kitab yang tidak ditulis oleh rasul-rasul sendiri, seperti kitab Injil Markus yang ditulis Markus, Injil Lukas dan Kisah Para rasul yang ditulis oleh Lukas serta surat Yakobus dan Yudas yang ditulis oleh Yakobus dan Yudas saudara-saudara Tuhan Yesus. Mereka semua bukanlah rasul tetapi mereka menulis di bawah pengaruh rasul-rasul.
Markus pernah berada di bawah pengaruh Paulus karena pernah menyertai Paulus di dalam perjalanannya, yang menjadi penyebab perselisihan antara Paulus dan Barnabas. Kis. 15:37-40. Secara khusus ketika Markus menulis Injil Markus, dia berada di bawah pengaruh dan bimbingan rasul Petrus. Sedangkan Lukas adalah rekan Paulus. Tidak diragukan lagi bahwa dia berada di bawah pengaruh dan bimbingan Paulus. Yakobus dan Yudas yang pada awalnya tidak percaya kepada Yesus, Yoh. 7:3-5, pada akhirnya mereka menjadi percaya, dan sejak mula mereka berada bersama-sama rasul-rasul di Yerusalem, Kis. 1:14.
Mengenai kitab Ibrani, yang penulisnya tidak mencantumkan nama, jika Paulus yang menulisnya, tidak ada masalah. Tetapi Jika Apolos, seperti pendapat sebagian ahli PB, maka kita dapat berargumen bahwa dia berada di bawah pengaruh Paulus. Hal ini bisa kita lihat dari dua hal yaitu:
1. Paulus menyebut Apolos di dalam suratnya, yang secara tidak langsung meneguhkan pelayanan Apolos dan kedekatan Paulus dengannya. Pertama, di dalam I Kor. 3:4-6. Walaupun tulisan Paulus ini untuk mengecam dan menyelesaikan perselisihan jemaat Korintus, tetapi Paulus mengatakan bahwa dirinya yang menanam dan Apolos yang menyiram. Pernyataan ini langsung meneguhkan kredibilitas pelayanan Apolos. Kedua, I Kor. 16:12. Di dalam ayat ini Paulus menulis bahwa ia mendesak Apolos untuk datang ke Korintus. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki hubungan yang erat sekali di dalam pelayanan.
2. Konsep teologi Apolos pernah diluruskan oleh Priskila dan Akwila. Kita tahu bahwa Priskila dan Akwila adalah rekan pelayanan Paulus yang sangat dekat. Mereka dan Paulus, sama-sama pembuat tenda, Kis. 18:2-3. Doktrin atau teologi Priskila dan Akwila pasti dibentuk oleh pengajaran Paulus. Jadi, kedekatan antara Apolos dengan Priskila dan Akwila, menjadikan Apolos secara tidak langsung berada di bawah pengaruh bahkan bimbingan Paulus. Sehingga seandainya jika bukan Paulus yang menulis kitab Ibrani tetapi Apolos, maka tetap tidak menjadi masalah. Ke 27 kitab PB, lulus di dalam ujian yang pertama ini.
Yang Kedua, apakah kitab-kitab tersebut dikenali dan digunakan oleh gereja-gereja saat itu? Pengakuan adalah penting sekali. Jika sebuah kitab hanya diakui dan digunakan oleh sebuah jemaat saja, maka otoritas dari kitab tersebut patut dipertanyakan. Jika kitab itu sungguh-sungguh firman Allah, maka tentu dikenal dan digunakan secara luas oleh gereja-gereja saat itu. 27 kitab PB adalah kitab-kitab yang sudah lulus ujian ini.
Yang Ketiga, apakah kitab-kitab itu, mengajarkan doktrin yang benar? Banyak kitab-kitab apokrifa yang ditulis pada abad kedua, yang masih mirip dengan kanon, tetapi di dalamnya ada muatan-muatan ajaran gnostik dan panteisme. Itu sebabnya injil-injil palsu seperti injil Thomas, injil Yudas, injil Maria Magdalena dan lain-lain, bahkan yang muncul paling belakangan yaitu injil Barnabas, kita tolak. Tetapi, ke 27 kitab PB yang menjadi kanon, sangat sepakat di dalam doktrin yang disuarakannya. Itu sebabnya, kitab-kitab itu lulus juga pada ujian ini.



BEBERAPA PENDAPAT
Martin Luther
Althaus mengatakan bahwa kita tidak dapat mendiskusikan pengertian Luther mengenai iman tanpa mengacu kepada firman Allah, sebaliknya juga kita tidak dapat menbicarakan firman Allah tanpa mengacu iman. Ini berarti bahwa menurut Althaus, Luther sangat menekankan keterkaitan antara Alkitab dan iman. Selanjutnya Luther juga melihat bahwa seluruh Alkitab merupakan sebuah kesatuan besar dan hanya memiliki satu isi yaitu Kristus. Dia mengatakan seperti dikutip oleh Althaus bahwa tidak diragukan lagi, seluruh Alkitab menunjuk hanya kepada Kristus. Keluarkan Kristus dari Alkitab, maka apa lagi yang engkau akan temukan di dalamnya? Seluruh Alkitab hanya menulis tentang Kristus. Selanjutnya menurut Luther, Alkitab berisi baik Hukum Taurat maupun Injil, dan Kristus sendirilah penafsir dari Hukum Taurat. Sejauh mana Alkitab mengetengahkan Hukum Taurat, maka hal itu menarik manusia kepada Kristus.
Mengenai keabsahan atau otoritas Alkitab, Luther menghubungkan hal itu dengan isinya yaitu Kristus. Dia berkata bahwa jika Kristus adalah isi Alkitab, ini berarti bahwa di dalam Roh Kudus Kristus mengabsahkan diri-Nya kepada manusia sebagai satu-satunya kebenaran dan oleh karena itu mengabsahkan Kitab Suci.
Mengenai penafsiran Alkitab, Luther mengemukakan satu hukum penafsiran yang juga berlaku untuk semua buku yaitu, menafsirkan sesuai dengan jiwa dan semangat dari penulisnya. Karena semangat dari penulis dapat dikenal dari tulisan-tulisannya, maka hal ini berarti bahwa sebuah tulisan harus menafsirkan dirinya sendiri. Jika ini benar bagi semua buku maka berlaku juga bagi Alkitab. Alkitab adalah otoritas final dan hakim yang tertinggi. Jikalau otoritas-otoritas lain menjelaskan mengenai Alkitab, maka otoritas-otoritas itu juga mengabsahkan Alkitab, sehingga Alkitab akan hilang otoritas finalnya. Pengabsahan Alkitab atas dirinya sendiri juga meliputi penafsiran atas dirinya sendiri. Dengan demikian maka Luther menegakkan semboyan Alkitab ditafsirkan dengan Alkitab atau Alkitab menafsirkan dirinya sendiri.
Mengenai kaitan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Luther mengatakan bahwa hal ini dikarasteristikkan oleh baik kesatuan maupun perbedaan. Bagi Luther, perbedaan yang paling menentukan di dalam firman Allah adalah perbedaan antara Hukun Taurat dan Injil, tetapi perbedaan ini tidak lantas menunjukkan perbedaan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, karena hukum maupun Injil terkandung di dalam dua kitab tersebut.

John Calvin
John H. Leith mengutip pendapat B.B. Warfield di dalam bukunya Calvin and Calvinism, yang menurut Warfield, Calvin mengajarkan mengenai Alkitab yang bebas dari seluruh kesalahan. Ini berarti bahwa Calvin percaya ketidakbersalahan Alkitab, sebuah topik yang menjadi perdebatan antara orang-orang Modernisme dengan para teolog Old Princeton yang memuncak pada B.B. Warfield.
Calvin dalam Institutes buku yang pertama bab VII mengatakan bahwa Alkitab adalah satu-satunya rekaman di mana Allah senang untuk menyampaikan kebenaran-Nya sebagai peringatan yang kekal. Otoritas penuh yang mereka (maksudnya kitab-kitab dalam Alkitab) miliki tidak dapat dikenal jika tidak dipercayai datang dari sorga, sama langsungnya jika Allah telah terdengar mengatakannya kepada mereka. Dari kutipan ini, dapat disimpulkan bahwa otoritas Alkitab menurut Calvin diteguhkan oleh Allah sendiri sebagai pemberi Alkitab.
Selanjutnya dia mengatakan bahwa karena hanya Allah saja yang selayaknya memberi kesaksian terhadap firman-Nya, maka firman ini tidak mendapat penghargaan yang penuh di dalam hati manusia, sampai mereka dimeteraikan oleh kesaksian di dalam oleh Roh Kudus. Karena itu Roh yang sama yang berbicara melalui mulut para nabi, harus meresapi hati kita, supaya meyakinkan kita bahwa kitab-kitab itu setia dalam menyampaikan pesan yang mana mereka dipercaya secara ilahi. Jadi bagi Calvin, Alkitab dan kesaksian Roh Kudus di dalam hati orang percaya yang meneguhkan bahwa Alkitab adalah sungguh-sungguh firman Allah, tidak dapat dipisahkan. Alasannya adalah bahwa jika Roh Kudus yang memakai para penulis Alkitab sehingga mereka menuliskan firman-Nya, maka Roh Kudus pula yang memberikan kesaksian di dalam hati manusia bahwa Alkitab sungguh-sungguh firman Allah.
Mengenai pendapat Calvin ini, De Jonge memberikan penjelasan demikian:

... bagaimana "para rasul dan nabi " sebagai manusia yang fana dapat menulis sesuatu yang berwibawa sebagai firman Allah. Di sini Calvin menunjuk pada peran menentukan yang dimainkan oleh Roh Kudus. Roh Kuduslah yang menyakinkan orang bahwa Alkitab adalah firman Allah. Bahwa Alkitab adalah firman Allah, disaksikan dalam batin manusia oleh Roh Kudus sendiri. Tetapi, kalau demikian, bagaimana kita menerima kesaksian Roh Kudus yang batiniah, testimonium spiritus sancti internum (juga arcanum, rahasia) ini? Di sini Calvin diajak untuk bertindak secara bijaksana, sebab pada zamannya ada orang yang mengatakan bahwa Roh Kudus langsung bekerja dalam hati orang percaya, sehingga mereka sebenarnya tidak memerlukan firman Allah yang tertulis. Untuk menjawab kaum spiritualis (dari spiritus, Roh) ini, Calvin berkata bahwa Roh Kudus bersaksi melalui Alkitab, kata-kata yang ditulis oleh "para rasul dan nabi." Roh Kudus menggerakkan penulis-penulis Alkitab untuk menulis hal-hal yang bukan berasal dari mereka sendiri, malainkan dari Allah. Demikianlah kesaksian manusia menjadi kesaksian Roh Kudus. Dapat dikatakan juga bahwa Alkitab menjadi alat Roh Kudus untuk menyampaikan firman Allah. Kata-kata manusia di dalamnya dipakai oleh Roh Kudus untuk menyampaikan firman Allah, dan Roh kudus sekaligus menggerakkan hati para pembaca untuk memperoleh dari tulisan-tulisan manusiawi kebenaran ilahi.

Mengenai kaitan Alkitab dan kehidupan Kristen, Calvin berkata bahwa kebutuhan manusia untuk pengetahuan mengenai kehidupan Kristen ditemukan melalui wahyu Allah di dalam Yesus Kristus, di dalam Hukum Taurat dan Alkitab. Calvin secara bervariasi menunjukan bahwa ketiga hal tersebut adalah norma dari kehidupan Kristen, tetapi dia tidak memisahkan ketiganya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Yesus Kristus adalah penggenap Hukum Taurat dan pengakuan kita mengenai Yesus Kristus dan Hukum Taurat datang dari Alkitab.

Charles Hodge
Charles Hodge adalah seseorang profesor teologi di seminari Princeton pada abad 19. Dia mengatakan bahwa semua orang Protestan mengajarkan mengenai firman Allah yang ditulis di dalam Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai satu-satunya hukum yang tidak dapat salah bagi iman dan hidup. Berikut penjelasan Hodge atas pernyataan atas keyakinan Protestan di atas:
1) That the Scriptures of the Old and New Testaments are the Word of God, written under the inspiration of the Holy Spirit, and are therefore infallible, and of divine authority in all things pertaining to faith and practice, and consequently free from all error wether of doctrine, fact, or precept. 2) That they contain all the extant supernatural revelation of God designed to be a rule of faith and practice to His church. 3) That they are sufficiently perspicuous to be understood by the people, in the use of ordinary means and by the aid of the Holy Spirit, in all things necessary to faith or practice, without the need of any infallible interpreter.
Terjemahan bebas:
1) Bahwa kitab-kitab Perjanjian Lama dan Baru adalah firman Allah, ditulis di bawah inspirasi dari Roh Kudus, dan oleh karenanya sempurna, dan oleh otoritas ilahi di dalam segala hal berkenaan dengan iman dan praktek, dan akibatnya bebas dari segala kesalahan apakah itu doktrin, fakta, maupun ajaran. 2) Bahwa kitab-kitab itu mengandung semua wahyu supranatural Allah yang masih ada yang didesain untuk menjadi hukum atas iman dan praktek bagi gereja-Nya. 3) Bahwa kitab-kitab itu cukup jelas untuk dimengerti oleh manusia, di dalam penggunaannya yang biasa dan oleh pertolongan Roh Kudus, di dalam segala hal yang penting untuk iman maupun praktek, tanpa memerlukan seseorang penafsir yang tidak bersalah.

Hodge menyimpulkan bahwa ketidakbersalahan Alkitab dan otoritas ilahinya adalah berasal dari fakta bahwa Alkitab adalah firman Allah dan bahwa Alkitab adalah firman Allah karena diberikan melalui inspirasi Roh Kudus.

B.B. Warfield
Warfield memahami Alkitab sebagai perkataan Allah sendiri. Dia mengatakan bahwa ada dua golongan di dalam pasal-pasal Alkitab. Golongan yang pertama di mana pasal-pasal Alkitab tersebut berbicara seolah-olah mereka adalah Allah, dan golongan yang lain, Allah berbicara seolah-olah Dia adalah Alkitab. Di dalam keduanya, Allah dan Alkitab dibawa ke dalam hubungan ketika menunjukan bahwa dalam poin yang bersifat langsung dari otoritas tidak ada perbedaan dibuat di antara mereka.
Dia memberikan contoh mengenai kedua golongan di atas sebagai berikut, untuk golongan yang pertama dia mengambil Galatia 3: 8, "Dan Kitab Suci yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: "Olehmu segala bangsa akan diberkati." Kemudian dari Roma 9:17, "Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasa-Ku di dalam engkau, dan supaya nama-Ku dimashyurkan di seluruh bumi." Menurut Warfield kutipan-kutipan Alkitab di atas memperlihatkan kepada kita bahwa Alkitab berbicara seolah-olah mereka adalah Allah sendiri.
Kemudian golongan kedua, Warfield mengambil contoh sebagai berikut, Matius 19: 4, 5; Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging." Masih ada ayat-ayat lain lagi yang menjadi contoh golongan kedua ini yaitu Ibrani 3:7; Kisah Para Rasul 23 : 34, 35 dan lain-lain. Di dalam golongan yang kedua terlibat bahwa Allah sendiri bersikap seolah-olah Ia adalah Kitab Suci. Dari pendapat Warfield ini, kita bisa menyimpulkan bahwa menurutnya Alkitab adalah perkataan Allah sendiri.