Selasa, 03 November 2009

Antikristus Dalam Gereja

Oleh Muriwali Yanto Matalu

Apa dan siapa antikristus itu?
Ketika saya mulai menulis tentang tema ini rasanya berat sekali. Tidak seperti biasa ketika saya menulis, ide-ide bermunculan dengan mudah dan kemudian saya menguji ide-ide itu dengan firman Tuhan, memikirkan dalam-dalam di mana letak kelemahan dan kelebihannya, serta yang terpenting dari semua, bagaimana supremasi Firman ditegakkan dan Kristus dimuliakan dalam tulisan tersebut. Semuanya berjalan dengan lancar, bagaikan butiran peluru yang dimuntahkan dari sebuah senapan mesin. Namun pada saat saya menulis tema tentang antikristus ini, rasanya ada penentangan dengan cara yang cukup halus namun sangat mengganggu dari kuasa kegelapan. Walaupun demikian, saya bersyukur karena gangguan ini membuat saya lebih bersemangat lagi untuk menulis.
Zaman sekarang pembicaraan tentang antikristus sangat banyak diselewengkan, dan pada akhirnya pembicaraan tersebut hanya memunculkan antikristus yang merupakan hasil rekayasa orang-orang yang tidak belajar firman Tuhan secara benar dan teliti. Antikristus, dengan cara yang salah sering dikaitkan dengan orang-orang tertentu, bisnis tertentu, penguasa tertentu, komunitas tertentu dan sebagainya.
Memang benar bahwa mungkin orang, bisnis, penguasa dan komunitas tertentu dalam dirinya memiliki semangat antikristus. Tetapi kita tidak bisa melebih-lebihkan hal itu seakan-akan mereka itulah yang dimaksud dengan antikristus secara keseluruhan seperti yang diajarkan Alkitab.
Kata antikristus hanya disebut oleh Yohanes dalam I Yoh.2:18,22; 4:3; II Yoh. 7. Tidak bisa dihindari bahwa yang disebut sebagai antikristus oleh Alkitab adalah pertama-tama menyangkut semangat perlawanan terhadap Kristus apakah itu berbentuk pengajaran filsafat, politik, teologi, pendidikan dan juga kebudayaan yang melawan Tuhan. Contoh yang paling baik untuk hal ini dapat kita lihat dalam Kejadian 11, di mana orang-orang mau membangun menara yang tingginya sampai ke langit. Mereka mau mencari nama bagi diri mereka. Dalam hal ini, mereka mau menyingkirkan Tuhan dan mau otonomi atas diri sendiri.
Kedua menyangkut seorang pribadi yang merupakan antikristus yang akan datang. I Yoh. 4:2-3, mengatakan: “Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada dalam dunia.” Dari ayat ini kita bisa menyimpulkan bahwa setiap roh atau semangat yang tidak mengaku Yesus adalah roh antikristus. Namun selanjutnya di ayat tersebut Yohanes mengatakan bahwa ia (antikristus) akan datang dan sekarang sudah ada dalam dunia. Pernyataan Yohanes ini jelas menunjuk kepada suatu pribadi tertentu.

Catatan:
Perlu diingat bahwa ketika menulis surat ini, Yohanes sedang berperang dengan ajaran gnostik. Pemahaman gnostik mengatakan bahwa roh itu baik tetapi materi adalah jahat. Tidak mungkin Allah yang adalah roh dan suci menjadi manusia yang bertubuh (materi), karena materi adalah jahat.

Mengenai kedatangan seorang antikristus pada akhir zaman yang memuncak pada pribadi tertentu, Louis Berkhof mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa pandangan Alkitab tentang antikristus ini mengacu juga kepada satu pribadi yang akan datang yang merupakan inkarnasi dari segala hal yang jahat. Tiga dari lima alasan Berkhof untuk hal ini adalah sebagai berikut:

1. Penggambaran tentang antikristus dalam Daniel 11 lebih kurang bersifat pribadi dan mungkin berhubungan dengan orang tertentu yang merupakan tipe dari antikristus.
2. Walaupun Yohanes membicarakan tentang banyak antikristus yang sudah hadir, dia juga membicarakan antikristus secara tunggal sebagai seseorang yang akan datang pada masa depan, I Yoh. 2:18.
3. Karena Kristus adalah satu pribadi, maka adalah alamiah untuk memikirkan bahwa antikristus juga adalah satu pribadi.

Dibalik semua semangat atau roh yang melawan Tuhan dan dibalik pribadi antikristus yang akan datang, yakni satu pribadi yang merupakan kepenuhan dari segala hal yang jahat dan cemar, berdirilah Iblis atau Setan, bapa segala pendusta.

Antikristus sebagai semangat atau roh yang melawan Tuhan dalam gereja
Tulisan ini akan mencoba membuka kedok atau penyamaran antikristus sebagai sebuah semangat yang merusak. Semangat ini secara tidak disadari oleh banyak orang Kristen sudah masuk dan mempengaruhi gereja. Kita harus ingat bahwa antikristus bisa datang dari luar gereja. Namun Yohanes berkata kepada kita bahwa antikristus juga sedang bersama-sama dengan kita dalam gereja, (baca dengan teliti I Yoh. 2:19).
Sekarang kita akan membuka satu persatu semangat dan roh apa saja yang merupakan perlawanan terhadap Tuhan. Pertama saya akan membahas tentang semangat dan pemikiran tertentu yang menentang Tuhan lalu saya akan langsung menjelaskan tentang bagaimana hal itu mempengaruhi gereja.

Humanisme
Humanisme sebagai gerakan bangkit pada abad ke 14, karena manusia pada zaman itu sudah bosan ditekan oleh otoritas gereja dan rohaniwan khususnya gereja Katholik Roma. H. Berkhof memberikan pendapatnya tentang kebangkitan Humanisme sebagai berikut: Dengan demikian, berkembanglah suatu pandangan hidup yang baru, yang antara lain ternyata dalam syair-syair pujangga Petrarca (1304-1374); Sebenarnya manusia tak usah mengikuti kuasa apapun di atasnya; kaidah dan pusat hidup manusia adalah pribadinya sendiri.
Humanisme yang bangkit pada zaman itu juga dikenal sebagai renaissance (kelahiran kembali), yaitu kelahiran kembali budaya-budaya kuno yakni budaya Yunani dan Romawi, yang merupakan hasil dari keunggulan manusia. Humanisme menjadikan manusia pusat dari segala sesuatu, dan jika manusia adalah pusat dari segala sesuatu, maka yang terpenting dari manusia adalah akal budinya. Penekanan akan pentingnya rasio (akal budi) oleh humanisme, dengan sendirinya melahirkan filsafat Modern dan abad pencerahan (enlightenment) pada abad 18 yang menekankan supremasi rasio, serta juga melahirkan naturalisme dan evolusionisme. Filsafat Modern bersama-sama dengan Naturalisme dan Evolusionisme, menjadi pemicu timbulnya teologi Liberal dalam gereja.
Inti dari humanisme adalah manusia. Istilah humanisme berasal dari kata human yang artinya manusia. Filsafat humanisme adalah filsafat yang mengagungkan manusia dan menjadikan manusia otonomi atas dirinya dan tidak memerlukan Allah. Manusia adalah pusat dari segala sesuatu dan tidak ada allah lain selain dari manusia, demikianlah pengakuan humanisme. Walaupun ada orang tertentu yang disebut sebagai humanis Kristen seperti Desiderius Erasmus dari Belanda yang hidup sejaman dengan Martin Luther, namun itu hanya merupakan sebuah penentangan yang halus terhadap otoritas Allah. Alkitab sama sekali tidak memberikan tempat untuk membenarkan humanisme walaupun itu dibalut dengan kata Kristen. Alkitab berkata bahwa Allah adalah pusat dari segala ciptaan dan tujuan segala sesuatu diciptakan adalah untuk memuliakan Allah.
Budaya humanisme bisa kita lihat dengan jelas pada orang-orang atau masyarakat yang menolak Tuhan dan hidup berpusat kepada diri. Segala-sesuatu adalah untuk diri dan kenikmatan serta kepuasan diri. Jika hidup kita berpusat pada kekayaan diri, maka kita adalah humanis. Jika kita memusatkan kehidupan perkawinan kita untuk kepuasan diri maka kita juga adalah humanis. Jika tujuan kita bekerja, menjalin persahabatan, terlibat dalam organisasi dan sebagainya adalah untuk diri sendiri, maka pada hakekatnya kita adalah seorang humanis.
Berapa banyak gereja yang bersifat humanis sekarang ini? Bukankah kebaktian diatur agar kita senang dan nyaman? Bukankah kita tidak mau mendengarkan khotbah yang keras dan menegur dosa? Bukankah banyak hamba Tuhan yang cari uang dan fasilitas untuk diri ketika melayani? Bukankah cara kita mengatur ibadah di gereja dibuat sedemikian rupa agar kita merasa dipuaskan emosinya? Pada dasarnya semua ini adalah semangat humanisme yang menyingkirkan Tuhan.
Saya melihat begitu banyak gereja yang senang bikin KKR dengan mengundang artis terkenal agar menarik banyak orang untuk datang dan mereka boleh disenangkan. Mengapa kalau bikin KKR harus undang artis terkenal? Apakah Yesus kurang terkenal? Apakah Yesus tidak mampu menarik massa? Inilah semangat humanisme gereja sekarang. Kita patut menangis untuk hal ini. Gereja yang menggeser popularitas Kristus dan menggantinya dengan artis terkenal atau apapun, pada hakekatnya gereja tersebut sudah memiliki semangat antikristus.

Panteisme
Panteisme merupakan jantung dari Gerakan Zaman Baru (New Age Movement). Inti dari panteisme adalah pemahaman bahwa segala sesuatu adalah allah. Alam semesta adalah allah dan manusia juga adalah allah. Panteisme sudah muncul di dalam agama-agama dan aliran-aliran kepercayaan Timur dan jika ditelusuri dalam Alkitab maka kita mendapatkan akarnya dalam taman Eden, di mana manusia ingin menjadi Allah.
Gerakan Zaman Baru yang mulai muncul pada tahun 1960-an mempercayai bahwa kita sudah memasuki zaman baru yakni zaman Aquarius di mana pada zaman ini dunia akan menjadi lebih baik, perdamaian sejati akan terwujud dan budaya manusia akan mencapai puncak suksesnya. Keyakinan ini sendiri pada dirinya bertentangan dengan ajaran Alkitab yang menubuatkan bahwa pada akhir zaman dunia akan bertambah kacau.
Kemunculan GZB ditandai dengan bangkitnya guru-guru dari Timur terutama Dari India dan China yang sejak tahun 1960-an membanjiri Amerika. Mereka mempropagandakan ketenangan batin dan kesehatan tubuh melalui yoga, kundalini, senam-senam kesehatan seperti waitankung dan tai chi, pengobatan alternatif semacam tusuk jarum dan sebagainya.
Panteisme yang merupakan jantung GZB percaya bahwa alam semesta adalah allah makro dan manusia adalah allah mikro. Manusia sebagai allah mikro harus menyelaraskan diri dengan alam semesta sebagai allah makro. Jika terjadi disharmoni antara manusia dengan alam, maka manusia akan mengalami ketidakseimbangan yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Konsep ini secara khusus ada dalam Taoisme di mana manusia dituntut untuk selalu selaras dengan alam. Maka timbullah pemahaman tentang yin dan yang yakni aspek positif dan negatif dalam alam semesta ini, termasuk dalam diri manusia. Jika kedua aspek ini mengalami disharmoni atau ketidakseimbangan maka timbullah bencana dan berbagai macam penyakit.
Gerakan Zaman Baru juga mempercayai datangnya seorang tokoh mistik masa depan yang menjadi semacam mesias yang mempersatukan seluruh dunia di bawah satu pemerintahan politik, ekonomi (satu mata uang) dan budaya. Bandingkan juga keyakinan ini dengan keyakinan akan bangkitnya tokoh Ratu Adil dalam kebatinan dan aliran kepercayaan. Bisa jadi tokoh mesias GZB pada masa yang akan datang, jika dia memang benar-benar muncul, mungkin dialah si antikristus masa depan yang memuncak pada satu pribadi tertentu seperti analisis Louis Berkhof dan yang disebut oleh Paulus dalam II Tes. 2:8-10, sebagai si pendurhaka.
Gerakan Zaman Baru juga memiliki penekanan yang kuat terhadap spiritualitas yang melampau agama. Jadi, menurut GZB, tidak penting apapun agama saudara, karena yang penting adalah saudara memiliki spiritualitas yang tinggi, mendapatkan ketenangan batin dan selanjutnya berakibat kepada kesehatan tubuh. Dan lagi-lagi menurut mereka, ini sangat mungkin dicapai oleh manusia, karena pada dasarnya manusia bersifat ilahi atau manusia adalah allah. Nyata sekali bahwa semangat semacam ini menyingkirkan Yesus Kristus dari kekristenan.
Pengaruh panteisme dalam gereja zaman ini sangat nyata dalam ajaran teologi kemakmuran. Penekanan teologi kemakmuran adalah kesuksesan hidup, kemakmuran dan kesehatan di dunia sekarang ini. Tokoh-tokoh positive thinking seperti Norman Vincent Peale dan Robert Schuller atau tokoh-tokoh kesembuhan semacam Kenneth Hagin, Benny Hinn dan tokoh kesuksesan seperti Yonggi Cho dalam gerakan Kahrismatik memberi tekanan pada pelayanan mereka bagi hidup di dunia sekarang ini. Jika yang dipropagandakan oleh orang-orang semacam itu adalah kesehatan tubuh, keuangan yang melimpah dan kesuksesan dalam dunia ini, maka perjuangan mereka tidak berbeda dengan apa yang diperjuangkan oleh Gerakan Zaman Baru. Semangat mereka sangat berbeda dengan semangat hamba Tuhan sejati semacam Yohanes Pembaptis, Luther, Calvin, George Whitefield, John Sung atau pun Watcman Nee, yang rela menderita untuk melayani Tuhan. Teologi sukses atau teologi kemakmuran pada dasarnya adalah teologi mamon dan dengan sendirinya bersifat antikristus.
Bukan saja dalam hal teologi kemakmuran, pengaruh panteisme ini secara tidak sadar juga sudah merusak banyak gereja, di mana gereja tidak lagi mengkhotbahkan Pribadi Kristus dan Allah Tritunggal, tetapi beralih kepada khotbah-khotbah tentang potensi dan iman manusia yang mampu menghasilkan sesuatu yang dashyat. Khotbah yang menekankan kehebatan dan kekuatan iman serta potensi manusia pada dasarnya bersifat panteistis dan dengan sendirinya adalah antikristus. Pernahkah saudara mendengar seorang pendeta berkoar-koar, “Dengan iman semuanya beres!” “Harus beriman, dan yakinlah bahwa semuanya itu akan jadi.” Inilah kalimat-kalimat dari tokoh-tokoh kesembuhan, semacam Benny Hinn dan Kenneth Hagin. Bukankah iman adalah anugerah Tuhan? Dan dalam kalimat-kalimat seperti itu dimanakah tempat Yesus Kristus sebagai pencipta dan pemelihara iman kita?
Filsafat Modern dan teologi Liberal
Filsafat modern memuliakan rasio melebihi segalanya. Walaupun modernisme menekankan kebenaran yang bersifat obyektif dan mutlak , tetapi Modernisme menolak segala sesuatu yang tidak bisa dibuktikan dengan akal dan juga menolak keberadaan dunia supranatural (Allah dan dunia roh). Naturalisme yang merupakan hasil dari filsafat Modern melihat alam semesta dalam sistem tertutup. Pemahaman ini mengatakan bahwa selain alam semesta, tidak ada sesuatu yang lain, seperti yang sering digembar-gemborkan gereja mengenai yang transenden yakni Allah atau dunia supranatural (dunia roh). Atau semacam dunia ide dalam filasafat Plato serta konsep mengenai surga dan neraka dalam agama-agama. Kesimpulannya adalah, dunia ini adalah dunia yang ada dengan sendirinya dan selain alam semesta ini tidak ada sesuatu yang lain. Segala masalah dalam alam semesta ada jawabannya pada alam semesta sendiri. Segala misteri dapat ditemukan rahasianya dalam alam semesta sendiri. Konsep ini jelas menolak Allah yang transenden serta menolak Dia sebagai Pencipta dan Pemelihara dunia ini.
Karena melihat bahwa ajaran kekristenan sulit dipertanggungjawabkan secara rasional (menurut orang-orang Modernisme dan Naturalisme), maka seseorang yang bernama Schleirmacher mengatakan bahwa masalah agama bukanlah masalah pertanggungjawaban secara rasional tetapi adalah masalah perasaan. Agama adalah perasaan kebergantungan yang mutlak (feeling of absolute dependence) kepada Allah. Schleirmacher kemudian dikenal sebagai bapak teologi Liberal.

Catatan:
Schleirmacher di sini jelas salah. Allah yang menciptakan manusia sebagai makhluk rasional dan logis, pada diri-Nya adalah Allah yang rasional dan logis. Tidak ada kontradiksi secara logika dalam diri Allah. Karena Allah adalah rasional dan logis, maka dia menciptakan alam semesta dan manusia juga secara rasional dan logis. Seluruh pengajaran Alkitab adalah rasional dan logis, dan jika saja manusia tidak memiliki akal yang terbatas maka seluruh firman yang kita baca dalam Alkitab dapat dipahami seluruhnya. Mengapa ada bagian-bagian tertentu yang kita rasa tidak masuk akal, sulit dimengerti atau bahkan kelihatan berkontradiksi? Karena akal kita terbatas untuk mengerti hal-hal tersebut. Akal kita diciptakan dan oleh karenanya memiliki kapasitas terbatas serta sudah dipolusi oleh dosa.

Berdasarkan presaposisi Modernisme dan Naturalisme, maka tokoh-tokoh higher criticism dan teolog Liberal Jerman seperti Wilhelm Herrmann dan Adolf von Harnack mengeritik Alkitab. Tak kalah kelirunya, demi membela iman Kristen dari pengaruh teologi Liberal tetapi tetap menggunakan presaposisi Modernisme, Karl Barth memunculkan apa yang dikenal sebagai teologi Neo-Ortodoks. Tetapi, karena menggunakan presaposisi Liberal, maka dia juga jatuh dalam penyimpangan yang sama. Teologinya bersifat sangat subyektif. Sebagai contoh, pandangannya tentang Alkitab. Menurut Barth Alkitab bukanlah Firman Allah, tetapi merupakan sebuah dokumen hasil tulisan orang-orang yang sudah memiliki pengalaman iman dengan Tuhan pada masa lalu. Namun Alkitab bisa menjadi Firman Allah jika kita mengalami encountering with God (perjumpaan dengan Allah) secara pribadi pada saat kita membacanya. Berbeda dengan pemahaman Barth, ajaran reformasi melihat Alkitab sebagai firman Tuhan secara obyektif. Alkitab adalah firman Allah karena memang Alkitab adalah firman Allah dan tidak bergantung kepada manusia apakah dia encountering with God pada saat membacanya atau tidak.
Pada dasarnya teologi Liberal maupun teologi Neo-Ortodoks atau pun teologi kontemporer lainnya adalah penolakan terhadap Allah dan firman-Nya, Alkitab. Lihat saja, betapa rusaknya gereja-gereja oleh teologi Liberal, di mana tidak ada lagi mimbar yang berkobar-kobar memberitakan Firman, persekutuan menjadi dingin, tidak adanya pemberitaan Injil secara verbal dan sebagainya. Mengapa gereja-gereja di Eropa sekarang banyak yang kosong, di antaranya ada yang dijadikan museum atau tempat hiburan? Inilah buah dari teologi Liberal dan teologi yang semacamnya. Pada dasarnya teologi dan semangat seperti ini adalah bersifat antikristus.

Filsafat Postmodern & budaya antikemapanan
Jika filsafat Modern memahami bahwa kebenaran bersifat mutlak dan obyektif, maka filsafat Postmodern memahami kebenaran sebagai bersifat subyektif, relatif dan parsial. Jika Modernisme mencari integrasi (kesatuan) dari segala hal, maka Postmodern boleh didefinisikan sebagai disintegrasi bagi segala hal.

Catatan:
Istilah universitas yang muncul pada zaman Modern sangat mencerminkan semangat kesatuan dari Modernisme. Kata universitas (university) berasal dari kata unity (kesatuan) dan diversity (keragaman). Artinya, di dalam disiplin ilmu yang beragam dalam universitas, tujuannya adalah satu yakni mencari kebenaran yang bersifat tunggal, obyektif dan mutlak.

Postmodern sangat alergi dengan pemahaman bahwa kebenaran adalah obyektif dan mutlak. Dalam dunia postmodern sekarang, orang Kristen sulit untuk memberitakan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan dan kebenaran dan hidup.
Jika kita teliti, maka semangat postmodern ini berakar pada filsafat eksistensialisme yang menekankan keberadaan dan pergumulan manusia dalam dunia ini. Schleirmacher (yang sudah disebut di atas), Kierkegaard dan Nietzsche, boleh dikatakan sebagai peletak fondasi Postmodernisme. Nietzsche secara khusus boleh kita sebut sebagai bapak postmodernisme. Filsafat eksistensial, sama seperti Modernisme, bersifat humanis. Karena berakar pada filsafat eksistensialisme, maka Postmodernisme sangat subyektif dan berpusat pada manusia.
Postmodern bersifat sangat anti tatanan dan kemapanan. Segala sesuatu dilakukan berdasarkan suasana hati atau mood. Ironis sekali bahwa Michel Foucault, seorang filsuf Postmodern, hidup secara demikian dan akhirnya mengalami nasib yang mengenaskan. Dia yang adalah seorang homoseks, memiliki hidup seksual yang bebas dan akhirnya menderita virus HIV-AIDS. Dia mati oleh penyakit tersebut. Lebih mengenaskan lagi, Nietzche (yang boleh dikatakan sebagai guru dari Foucault), memiliki kehidupan seksual yang liar (konon katanya dia bisa bermain dengan pelacur beberapa kali dalam sehari), pada duabelas tahun terakhir dari hidupnya menjadi gila oleh karena penyakit syphilis yang sudah naik ke otaknya. Memang Nietzsche hidup sangat konsisten dengan filsafatnya, di mana dia meneriakkan bahwa Allah, moralitas dan kekristenan sudah mati. Yang tersisa hanya manusia yang memiliki semangat the will to power (kehendak untuk berkuasa), dan pada gilirannya akan memunculkan superman. Bukannya menjadi superman, Nietzsche malah mati dalam penderitaan.
Jika kita teliti, banyak gereja sekarang sedang menuju ke kiblat yang sama dengan Postmodernisme. Kebaktian Minggu misalnya, tidak boleh memiliki bentuk yang mapan, karena kalau terlalu mapan, rasanya terlalu kaku dan tidak hidup. Ibadah harus bebas dan harus spontan. Liturgi menghambat pekerjaan Roh Kudus, begitulah pendapat mereka. Bodoh sekali! Mereka menghina kemapanan dengan mengatakan bahwa kebaktian harus bebas dan spontan. Bukankah jika mereka secara konsisten mengadakan kebaktian tanpa liturgi, serta bersifat bebas dan spontan dengan sendirinya itu merupakan hal yang mapan? Mereka mengeritik kemapanan sedang mereka sendiri mapan di dalam melakukan ibadah yang spontan dan bebas. Atau, mereka tanpa sadar, secara mapan setiap hari Minggu konsisten untuk beribadah, walaupun menolak ibadah yang mapan. Ini adalah bentuk penipuan.
Siapapun mereka yang menolak kemapanan, tanpa sadar sedang menggunakan kemapanan untuk menolak kemapanan. Seseorang yang berkata, “Aku tidak suka dengan hal-hal yang mapan,” sebenarnya sedang menggunakan kata-kata yang mapan dan tertib untuk mengatakan bahwa dia tidak suka hal-hal yang mapan. Mereka tidak menyukai yang mapan, tetapi diungkapkan dengan kata-kata yang mapan. Aneh juga!
Sangat sulit bagi kita untuk mengkomunikasikan prinsip-prinsip kebenaran yang bersifat mutlak dan transenden dalam gereja yang anti kemapanan. Jika orang Kristen sudah mengatakan bahwa pengalaman rohani menjadi standar, maka kekacauan akan menjadi norma dan jika kekacauan menjadi norma maka kekristenan dengan sendirinya akan hancur. Semangat anti kebenaran mutlak dan obyektif serta anti tatanan dan kemapanan pada dasarnya bersifat antikristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar